Terdakwa Afrischa alias Icha lebih dulu menjalani persidangan. Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menutup rapat-rapat saksi yang dihadirkan dalam persiÂdaÂngan yang dibuka pukul 11 itu. PiÂhak kuasa hukum pun tak diÂberitahu.
“Di BAP (Berita Acara PeÂmeÂriksaan) kan ada banyak saksi. Itu kan tergantung jaksa,†ujar IsÂdawati, kuasa hukum Icha.
“Saya tidak tahu siapa yang akan jadi saksi,†imbuhnya.
Dalam sidang itu, Icha meÂngeÂnakan kemeja putih, celana panÂjang hitam, serta jilbab hitam. SeÂtelah pegawai PT Indonesia SeÂrÂvant Service (ISS) itu masuk ke daÂlam ruang sidang, seorang peÂrempuan terlihat turun dari lantai dua gedung pengadilan ini.
Ia mengenakan pakaian serba hitam. Mulai dari kerudung hingÂga kacamata yang menutup seÂbaÂgian wajahnya. Ia juga memakai seÂpatu hak tinggi (high heels) hiÂtam untuk menunjang tubuhnya.
Ketika dia turun dari lantai dua diÂdampingi sejumlah orang. BeÂlakangan baru diketahui bahwa perempuan itu adalah saksi yang diÂhadirkan jaksa dalam persiÂdaÂngan ini. Ia adalah Dewi, ibu dari AL, yang diduga menjadi korban kedua para petugas kebersihan PT ISS yang ditempatkan di JIS.
Hakim memutuskan sidang berlangsung tertutup. Kesaksian para orangtua siswa JIS yang diduga jadi korban pelecehan pun tak bisa diketahui.
Perempuan lain bernama Pipit juÂga dihadirkan sebaÂgai saksi daÂlam persidangan itu. Ia juga diÂkawal beberapa orang ketika menghadiri persidangan. SedikitÂnya ada lima orang yang meÂngawalnya.
Siapa mereka? Kuasa hukum Pipit, Andi Asrun mengatakan, mereka petugas dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). “Mereka (LPSK) memÂberikan perlindungan kepaÂda saksi. Ini pengamanan resmi dari mereka,†kata Asrun. Terlebih lagi, orangtua siswa akan memÂberikan kesaksian yang meÂmÂbeÂratkan para terdakwa.
Meski hanya Pipit yang akan memberikan kesaksian, suamiÂnya diperkenankan untuk masuk ke dalam ruang sidang. Suaminya warga negara asing. Sementara kuasa hukumnya, Asrun, tak diÂperÂkenankan masuk oleh majelis hakim. Ia pun menunggu di luar ruang sidang.
Dalam persidangan kali ini tampak sejumlah orang yang selalu berjaga di samping kedua saksi saat mereka masuk ke ruang persidangan.
Dewi memilih mengunci mulut beÂgitu selesai menjadi saksi. Dewi bahkan menutup wajahnya deÂngan kain panjang warna hitam.
Mengenakan pakaian serba hitam, Dewi ngeloyor begitu saja meninggalkan kerumunan warÂtaÂwan yang lama menungÂguÂnya di depan pintu ruang sidang. Dia meÂlangkah cepat ke arah ruang berÂtuliskan “Ruang Rapatâ€.
Apa saja kesaksian ibu korban? Patra Mijaya Zein, kuasa hukum petugas kebersihan ISS bersedia mengungkapkannya. Kata dia, setelah ditanyakan tentang fakta-fakta di persidangan, saksi menÂjelaskan apa yang diketahunya berdÂasarkan keterangan dari anakÂnya masing-masing.
“Dari keterangan semua ibu yang menjadi saksi, cerita perkara sodomi ini berdasarkan keteraÂngan dari anaknya. Belum ada yang melihat langsung pidana soÂdomi yang terjadi itu,†ungkap Patra.
Ia menuturkan, semua ketÂeÂraÂngan yang saksi berikan beÂrÂdaÂsarÂkan keterangan anak. Keterangan ini perlu didukung bukti. Sebab itu, bukti medis dan keterangan dokter yang melakukan pemeÂrikÂsaan terhadap korban menjadi penting.
Patra membeberkan, berdasarÂkan hasil visum Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) NoÂmor 183/IV/PKT/03/2014 terÂtanggal 25 Maret 2014, sama seÂkali tidak ditemukan luka lecet atau robekan pada lubang pelepas (anus) korban. Hasil visum juga menyebutkan lipatan sekitar luÂbang pelepas tampak baik dan keÂkuatan otot pelepas baik.
Tak hanya itu, hasil visum RuÂmah Sakit Pondok Indah (RSPI) Nomor 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 meÂnyebutkan, pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tiÂdak ada kelainan.
“Bukti medis dan keterangan dokter yang memeriksa anak penting. Keterangan anak dalam hukum acara bisa diragukan,†tandasnya.
Selain itu, dikatakan dia, berÂdaÂsarkan hasil visum dan uji laÂboratorium tidak ditemukan hal yang menyatakan si anak meÂngidap penyakit seksual menular dan herpes. “Keterangan saksi korban menunjukkan bahwa dia tidak paham dengan kasus ini dan saÂngat kentara terlalu diÂpaksakan. Kami yakin majelis hakim juga sudah dapat merasaÂkannya,†tambahnya.
Patra melanjutkan, dalam duÂgaan adanya pemaksaan terhaÂdap kasus JIS yang melibatkan lima petugas kebersihan ini suÂdah teÂrasa saat penyidikan, seÂlain satu orang meninggal deÂngan tidak wajar.
Di pengadilan, kata dia, seÂluruh terdakwa telah mencabut Berita Acara Pemeriksaaan (BAP) lantaran seluruh materi di BAP tidak pernah mereka lakuÂkan dan ditandatangani dalam kondisi penuh ancaman.
“Perilaku pelecehan seksual merupakan tindakan yang sangat biadab. Namun menuduh dan menÂdakwa seseorang melakukan tinÂdakan yang tidak pernah meÂreka lakukan merupakan keÂjaÂhaÂtan yang luar biasa,†ujarnya.
JIS Dituntut Ganti Rugi 125 Juta DolarBersama KemendikbudKasus pelecehan di Jakarta International School (JIS) juga ditarik ke ranah perdata. TheÂresia Pipit Widowati, ibu dari MAK (6 Tahun) mengajukan gugatan perdata terhadap sekoÂlah anaknya dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Alasannya, anak mengalami kekerasan seksual di sekolah itu. Tak tanggung-tanggung, PiÂpit meminta ganti-rugi seÂbeÂsar 125 juta dolar AS atau seÂkiÂtar Rp 1,5 triliun.
Gugatan ini didaftarkan PeÂngadilan Negeri (PN) JaÂkarÂta Selatan 21 April 2014. DiÂreÂgisÂter dengan nomor perkara 226/PDT.G/2014/PN.JKT.SEL.
Awalnya, penggugat mÂeÂminÂta ganti rugi 12 juta dolar AS atau sekitar Rp 132 miliar. BeÂlakangan tuntutan memÂbengÂkak 10 kali lipat menjadi 125 juta dolar AS.
Majelis hakim sudah meÂngupayakan mediasi antara peÂngugat dengan JIS selaku TeÂrÂgugat I dan Kemendikbud TerÂgugat II. Namun gagal. Kuasa hukum JIS Harry Ponto menÂiÂlai, gugatan ini tak masuk akal. Tak terjadi “perdamaianâ€, siÂdang berlanjut. Masing-masing pihak adu bukti.
PT ISS Indonesia pun ditarik sebagai tergugat. “Kita menaÂrik ISS untuk menjadi pihak terguÂgat, agar majelis hakim menÂdeÂngar dulu keterangan dari ISS. SeÂperti alasan TheÂresia Pipit mengÂgugat karena terjadi kekeÂraÂsan seksual keÂpada anaknya yang diÂlakukan pegawai ISS. KaÂlau meÂmang itu terjadi, ISS harus terÂlibat kaÂrena itu pegawai ISS, buÂkan pegawai JIS,†tandas Harry.
Pihak ISS akhirnya bersedia hadir di persidangan. Begitu pula dari pihak JIS dan KeÂmenÂdikbud. Sedangkan Pipit selaku penggugat tak pernah muncul di persidangan.
Untuk diketahui, enam petuÂgas kebersihan PT ISS menjadi tersangka kasus dugaan peÂleÂceÂhan di JIS. Mereka yakni ViÂrÂgiawan Amin, Zainal Abidin Syahrial, Agun Iskandar, AfÂrischa Setyani (perempuan). Satu lagi, Azwar, meninggal duÂnia ketika berstatus terÂsangÂka dan sedang berada dalam tahanan Polda Metro Jaya.
Tersangka yang tersisa teÂngah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta SeÂlatan.
Komnas HAM Diminta Bentuk Tim InvestigasiKuasa hukum petugas keberÂsihÂan ISS meminta Komnas HAM, DPR dan kepolisian untuk melakukan investigasi proses penyidikan kasus peleÂcehan di JIS.
Pasalnya, para petugas keberÂsihan ISS yang kini jadi peÂsakitan di pengadilan, dipakÂsa untuk mengaku sebagai peÂlaku. Bahkan, mereka mÂeÂncÂeÂritakan pengalami penyiksaan. Satu terÂsangka kasus ini, AzÂwar --yang juga petugas keÂberÂsihan ISS--meninggal dunia di tahanan polisi.
Belakangan, di persidangan para terdakwa yang tersisa menÂcabut keterangan mereka di daÂlam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
“Autopsi terhadap korban Azwar juga akan menjadi alat bukti bahwa kasus ini memiliki skenario yang berbeda dengan fakta yang sesungguhnya terjaÂdi,†kata Patra Mijaya Zein, kuasa hukum petugas ISS yang kini jadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya para keluarga terÂdakwa mengadu ke Komnas HAM atas dugaan penyiksaan dan pemaksaan ketika menÂjalani proses penyidikan.
Ali Subrata, orang tua terÂdakÂwa Zainal Abidin mengaÂtakan, kedatangannya ke Komnas HAM untuk meminta keadilan atas anaknya. Hingga saat ini, dia yakin anaknya melakukan seperti yang dituduhkan.
“Zainal itu orang baik. Di ruÂmah, dia ngerawat empat anak yatim,†ungkapnya.
Kepada Komnas HAM, ia menÂceritakan sulitnya bertemu dengan putranya begitu dipeÂrikÂsa dan menjadi tahanan PolÂda Metro Jaya sejak 25 April 2014. “Jumat sampai Selasa (25-29 April) tidak boleh ketemu. Alasannya, masih proÂses peÂnyiÂdikan,†ujar Ali.
Rabu (30/4), lanjut SubÂrata, dia baru dapat menemui putÂranya di Polda Metro Jaya. BuÂkan di ruang jenguk tahanan, melainkan di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Betapa terkejutnya Ali menÂdapati tubuh putra ketiganya lÂeÂbam-lebam. Sambil memÂperÂliÂhatkan pinggangnya, Zainal menceritakan dipukuli agar meÂngaku. “Dia itu anak baik. Saya nggak percaya anak saya melaÂkukan kejahatan,†kata Ali terÂbata-bata lantaran menangis keÂtika meceritakan yang dialami anaknya kepada Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai.
Keluarga meminta Komnas HAM terlibat dalam peÂngungÂkapan kasus itu dengan membenÂtuk tim pencari fakta inÂdependen dan melakukan peÂmanÂÂtauan seÂcara langsung terÂhadap proses persidangan kasus JIS di PeÂngadilan Negeri Jakarta SelaÂtan yang berlangsung terÂtutup.
Pihak keluarga juga meminta Komnas HAM mengusut teÂwasÂnya Azwar, salah satu terÂsangka saat ditahan polisi. Azwar diÂteÂmuÂkan tewas di toilet Polda MetÂro Jaya pada 26 April lalu.
Komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai yang menerima keÂluarga terdakwa mengatakan akan menindaklanjuti pengaÂduan. Ia meminta keluarga memÂbuat kronologi penyiksaan yang dialami para terdakwa.
Berdasarkan kronologi itu, Komnas HAM akan melakukan penelaahan. Jika memang diteÂmuÂkan ada dugaan pelanggaran HAM, bisa dilanjutkan dengan penyelidikan. ***