Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Hendy Ikut Aksi Unjuk Rasa Menolak Vonis MA

Dokter Malpraktik Ditangkap Jaksa Di Bekasi

Minggu, 08 Desember 2013, 09:36 WIB
Hendy Ikut Aksi Unjuk Rasa Menolak Vonis MA
ilustrasi, demo dokter
rmol news logo Rambutnya dibiarkan gondrong hingga menutupi sebagian telinganya. Mengenakan kaos oblong putih, celana jeans hitam dan sandal gunung, pria berkaca mata tampak seperti anak gaul. Penampilannya semakin tersamarkan dengan topi yang menutupi kepalanya.

Namun perubahan penampilan itu ternyata tak bisa mengelabui mata tim yang dipimpin Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado. Tim tetap bisa mengenali pria yang disatroni di sebuah rumah di Bekasi, Jawa Barat itu adalah dokter Hendy Siagian.

Tak bisa mengelak, Hendy pun mengakui orang disebutkan dalam surat pelaksaan hukuman yang ditunjukkan tim jaksa adalah dirinya. Aksi buronnya pun berakhir.

Hendy adalah asisten dua dr Dewa Ayu Asiary SpOG saat operasi cesar terhadap pasien Julia Fransiska Maketey di Rumah Sakit Prof dr Kandou Malalayang, pada 2010 lalu. Operasi itu berujung kepada kematian Fransiska.

Ayu, Hendy dan dokter Hendry Simanjuntak yang melakukan operasi itu kemudian dilaporkan ke polisi oleh keluarga pasien. Ketiga diduga melakukan malpraktik.

Pengadilan Negeri Manado menyatakan dokter Ayu Cs tak bersalah. Namun Mahkamah Agung (MA) di tingkat kasasi berbeda pendapat. Ketiga divonis bersalah dan dijatuhi hukuman 10 bulan.

Jaksa pun mencari ketiga dokter yang sudah berpencar-pencar itu untuk dijebloskan ke penjara. Dokter Ayu ditangkap di Balikpapan. Kemudian dokter Hendry di Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Sementara dokter Hendy tak diketahui keberadaan.

Kejari Manado lalu mendapat informasi bahwa Hendy berada di Bekasi. Tim pun dikirim untuk menangkapnya. “Saya lagi santai di rumah, lalu tim jaksa datang meminta saya ikut. Ya saya ikut,” tutur Hendy seperti dikutip media internet. Tim Kejari Manado yang dibantu Kejaksaan Agung menyatroninya pada Kamis sore lalu (7/12).

Hendy mengaku tinggal di rumah kerabatnya ini sejak September 2013 lalu. Tim jaksa baru bisa mengendus jejaknya pada akhir November. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manado Yudi Handono merahasiakan informasi ini lantaran khawatir terdakwa kabur.

“Saya nggak bisa ungkapkan. Nanti saja hasilnya (penangkapan) kami ungkapkan. Kami masih terus mencari,” katanya akhir November. Kejari Manado lalu meminta bantuan Kejaksaan Agung untuk memantau Hendy hingga dilakukan penangkapan.

Setelah dibekuk, Hendy langsung dibawa ke kantor Kejaksaan Agung di Jakarta Selatan. Di tempat itu, ia diperlihatkan tayangan wawancara dokter Ayu. “Saya tidak sempat lihat sampai habis. Saya harus berangkat ke Manado,” kata Hendi.

Jumat dinihari pukul 01.45, Hendy diterbangkan ke Manado dengan pesawat maskapai Batik Air. Pesawat tiba pagi hari. Hendy langsung digiring ke Rutan Kelas II A, Malendeng, Manado untuk menjalani hukuman. Kepala Rutan Yulius Paat mengatakan Hendy masuk pada Jumat pukul 06.15 WITA.

Setibanya di rutan, Hendi berkumpul dengan dokter Ayu dan dokter Hendry yang telah dulu mendekam di balik jeruji. Mereka lalu menerima kunjungan dari rekan-rekannya.

Pertemuan dilakukan di sebuah ruang tertutup. Entah apa yang dibicarakan di dalam. Sebab, jendela ruangan itu mereka tutupi dengan kertas.

Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dokter Nurdadi Saleh telah mendapat laporan dari Hendy mengenai penangkapan itu. “Sekarang sudah di Manado,” katanya.

Hendy pun melaporkan kepada Nurdadi bahwa dirinya tak diborgol setelah tim jaksa menangkapnya. “Dia laporan ke saya, dok saya sudah diperlakukan dengan baik tidak diborgol,” ujar Nurdadi. Sebelumnya, jaksa memborgol Ayu dan Hendry setelah ditangkap.

Walaupun dicari-cari jaksa, Hendy ternyata turut dalam aksi unjuk rasa para dokter menolak putusan Mahkamah Agung (MA) yang dianggap mengkriminalkan dokter Ayu Cs pada 27 November lalu.

Apakah Hendy dilindungi rekan-rekannya di POGI? Nurdadi mengatakan tidak tahu menahu.

Menurut Nurdadi, hingga belum ada upaya apa pun untuk memperjuangkan dokter Ay Cs agar terbebas dari jerat hukum. POGI, kata dia, akan menunggu sidang peninjauan kembali (PK) yang hingga saat ini belum digelar.

Ini Alasan MA Vonis Bersalah Dokter Ayu Cs

Rabu 27 November 2013, para dokter yang tergabung dalam Ikatan Dokter Indonesia (IDI) berunjuk rasa di seluruh Indonesia untuk memprotes pidana yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) kepada tiga dokter di Rumah Sakit Kandou, Manado, Sulawesi Utara. Tiga dokter yang divonis bersalah karena malpraktik itu adalah Ayu Swasyari Prawani, Hendry Simanjuntak, dan Hendy Siagian.

Dalam putusan nomor 365 K/Pid/ 2012 pada 18 September 2012, MA mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Manado dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/PID.B/2011/PN.MDO tanggal 22 September 2011.

Dalam pertimbangannya, MA juga menyatakan bahwa Ayu dkk terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “perbuatan yang karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain”.

MA kemudian menjatuhkan pidana terhadap dr Dewa Ayu Sasiary Prawani (Terdakwa I), dr Hendry Simanjuntak (Terdakwa II) dan dr Hendy Siagian (Terdakwa III) dengan pidana penjara masing-masing selama 10 bulan.

Dalam pertimbangannya, Majelis MA yang terdiri dari hakim agung Artidjo Alkostar, Dudu Duswara, dan Sofyan Sitompul menjabarkan tiga kesalahan Ayu dkk saat menangani pasien bernama Julia Fransiska Makatey, 10 April 2010 yang kala itu akan melahirkan.

Pertama, sebelum melakukan operasi cito secsio sesaria terhadap korban, Ayu dkk dinilai tidak menyampaikan kepada pihak keluarga korban tentang kemungkinan yang dapat terjadi terhadap diri korban.

Kedua, setelah Ayu dkk mengoperasi Siska Makatey, pasien menderita emboli udara yang masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru kemudian terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung.

Ketiga, perbuatan Ayu dkk mempunyai hubungan kausal dengan meninggalnya korban Siska Makatey sesuai Surat Keterangan dari Rumah Sakit Umum Prof.Dr. R. D. Kandou Manado No. 61/VER/IKF/FK/K/VI/2010, tanggal 26 April 2010.

Mengenai hubungan kausal perbuatan Ayu dkk dengan kematian Siska Makatey, MA punya penjelasan sendiri. Dalam pertimbangannya, MA mengungkapkan bahwa Siska Makatey meninggal dunia akibat masuknya udara ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru.

“Sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan fungsi jantung,” demikian putusan MA yang dikutip dari laman MA.

Menurut majelis hakim agung, dokter Ayu sebagai operator kemudian mengoperasi Siska dengan melakukan sayatan dari kulit, otot, uterus, serta rahim. Pada bagian-bagian tersebut terdapat pembuluh darah yang sudah pasti ikut terpotong dan saat bayi lahir, plasenta keluar/terangkat sehingga pembuluh darah yang berhubungan dengan plasenta—yaitu pembuluh darah arteri dan pembuluh darah balik—terbuka.

“Dan, udara bisa masuk dari plasenta. Kemudian berdasarkan hasil visum et repertum disebutkan bahwa udara yang ditemukan pada bilik kanan jantung korban, masuk melalui pembuluh darah balik yang terbuka pada saat korban masih hidup,” jelas putusan MA.

Pembuluh darah balik yang terbuka pada korban terjadi pada pemberian cairan obat-obatan atau infus, dan dapat terjadi akibat komplikasi dari persalinan itu sendiri.
“Dengan demikian para terdakwa lalai dan melakukan penyimpangan kewajiban sehingga merugikan pasien di mana Siska akhirnya meninggal dunia.

Kesalahan lain yang sempat disebut MA adalah tim dokter ini tidak memberitahu keluarga mengenai resiko yang bisa terjadi sebelum operasi atau usai operasi. Dokter Ayu memang sudah menugaskan Hendy Siagian (Terdakwa Ill) untuk memberitahukan keluarga pasien atau Siska korban. Tapi, penugasan ini tidak dilakukan Hendy.

Menurut MA, tanda tangan persetujuan operasi juga dipalsukan. “Menyatakan bahwa tanda tangan atas nama Siska Makatey alias Julia Fraksiska Makatey pada dokumen bukti adalah tanda tangan karangan atauspurious signature.”

Ikut Ujian Spesialis Di Jakarta, Tinggal Di Rumah Saudara


Mahkamah Agung (MA) memvonis dr Dewa Ayu Sasiary SpOG, dr Hendry Simanjuntak SpOG dan dokter Hendy Siagian bersalah melakukan malpraktik saat operasi cesar pasien Julia Fransisca Makatey. MA menjatuhkan hukuman penjara 10 bulan untuk mereka.

Mengantongi putusan kasasi ini, Kejaksaan Negeri (Kejari) Manado pun melayangkan surat panggilan kepada ketiganya. Namun tak diindahkan. Kejaksaan lalu memasukkan mereka dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buronan pada September 2013.

Keberadaan dr Ayu bisa terlacak. Tim Kejari Manado pun terbang ke Balikpapan untuk menjemputnya. Begitu pula jejak dokter Hendry Simanjuntak.

Tim jaksa menjemputnya di rumah kakek Hendry di Desa Sitanggang, Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada Minggu malam 24 November lalu. Hendry tidak melawan saat ditangkap.

“Terpidana Hendry ditangkap tim Kejaksaan Agung, ketika pulang ke kampung halamannya di Siborongborong,” ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Chandra Purnama.

Serah terima Hendy kepada Kejari Manado dilakukan di Bandara Internasional Kuala Namu, Kabupaten Deli Serdang pada malam itu juga. Hendy lalu diterbangkan ke Manado untuk menjalani putusan MA.

“Hendry sudah lama jadi buronan atau masuk ke dalam daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus malpraktik persalinan di Manado,” kata Chandra.

Sementara jejak Hendy baru terendus pada akhir November. Hendy akhirnya bisa dijemput di Bekasi pada Kamis, 7 Desember lalu. Hari itu juga dia diterbangkan ke Manado.

Hendy membantah dirinya melarikan diri. Ia mengatakan tinggal di rumah kerabatnya di Bekasi sejak September 2013 karena harus mengikuti ujian dokter spesialis di Jakarta.
Ia juga sengaja tidak menyerahkan diri sebagai bentuk pernyataan protes atas keputusan MA yang dirasa kurang adil.

Pembelaan terhadap dokter Ayu Cs datang dari Sekjen Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Daeng M Faqih. Ia membantah bahwa ketiga telah ditetapkan sebagai buronan.
“Kami dengar tidak seperti itu, yang dikatakan buron menurut kami tidak benar.

Karena dokter tersebut, seperti dokter Ayu, Hendy, ternyata bekerja di daerah diperintahkan oleh pemerintah untuk mengabdi. Seperti dokter Ayu di Balikpapan, kemudian dokter Hendy di Kupang atau di mana saya lupa,” kata Daeng dalam diskusi di Jakarta akhir November lalu.

Daeng sedih rekannya sesama dokter itu dinyatakan buron. “Kita dianggap seperti buronan kriminal, padahal itu tidak terjadi, Hendy bukan buronan,” tegasnya.

Dikatakannya, proses hukum yang sedang berjalan saat ini, akan diserahkannya pada aparat yang berwenang. “Kita mendampingi mereka dalam upaya hukum. Secara umum kami meminta kepada masyarakat, pihak penegak hukum dan pemerintah, stigma kriminalisasi harus dihapus. Kasus Ayu boleh selesai, tapi kalau kasus kriminalisasi itu tidak selesai,” tegasnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA