Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Terlacak Di Salatiga, Ditangkap Di Ungaran

Lagi, Kejaksaan Agung Tangkap Buronan

Selasa, 05 Maret 2013, 10:04 WIB
Terlacak Di Salatiga, Ditangkap Di Ungaran
ilustrasi, napi kabur
rmol news logo Henry tertunduk lesu di ruang tunggu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) kemarin siang. Keduanya tangannya diborgol. Ia dijaga seorang petugas kejaksaan bertubuh besar.

Pria bernama lengkap Henry Daniel Setia itu baru saja diamankan di Kejaksaan Agung setelah ditangkap di Ungaran, Jawa Tengah pada Minggu sore (3/3).

Kejaksaan menetapkan Henry sebagai buronan. Terdakwa kasus penipuan Rp 6,5 miliar itu, melarikan diri dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 10 Januari lalu.

Sedianya, hari itu Henry akan menjalani persidangan pembacaan vonis kasusnya. Saat penjaga lengah, dia pun melenggang ke luar pengadilan yang terletak di Jalan Ampera Raya, Kemang, Jakarta Selatan. Awalnya, tim Kejaksaan sempat kesulitan mencari Henry.

“Terdakwa ahli berpindah-pindah tempat dan berganti-ganti nomor telepon,” ujar Agung Ardyanto, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang mengepalai pencarian Henry.

Bulan kedua pelariannya, jejak Henry terendus. Ia diketahui ada di Jawa Tengah. “Di sekitar Salatiga,” kata Agung.

Operasi penangkapan pun digelar. Minggu pagi, tim yang berjumlah 10 berangkat. Anggota tim pun menyebar untuk mempersulit gerak Henry. Ada yang stand by di Sleman dan Yogyakarta.

Keberadaan Henry akhirnya terlacak di Ungaran. Ia melaju dengan Honda Odyssey putih bernomor polisi H 6153 LA bersama temannya. Sempat terjadi kejar-kejaran antara tim Kejaksanaan dan sang buronan.

Dibantu polisi lalulintas Polres Ungaran, tim penangkap bisa menghentikan mobil yang ditumpangi Henry, yang sebelumnya melaju kencang.

“Minggu 3 Maret 2013, pukul 18.15 WIB, terdakwa berhasil diamankan oleh aparat gabungan Satgas Intelijen Kejagung, dari Kejati Jateng dibantu Satlantas Polres setempat. Kita sergap dijalan di Jalan Sudirman,” kata Agung.

Saat disergap, Henry bersama temannya sempat melakukan perlawanan. Namun akhirnya menyerah. “Jumlah kita lebih banyak,” ujarnya.

Setelah penangkapan, teman Henry sempat diinterogasi. “Temannya dilepas, tak ada hubungan. Dan pada malamnya kita bawa Henry,” ujarnya.

Henry dibawa ke Semarang. Pukul 7.30 pagi dia diterbangkan ke Jakarta dengan dikawal anggota tim Kejaksaan. Tiba di ibu- kota, Henry langsung dibawa ke Kejaksaan Agung.

Mengenakan kaos warna merah hati lengan panjang, Henry yang diborgol terlihat tak berkutik. Setelah mampir sebentar di Kejaksaan Agung, anggota tim menggiringnya memasuki mobil tahanan.

“Mau di bawa ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Selanjutnya dieksekusi dimasukkan ke Penjara Cipinang,” ujar salah seorang anggota tim. Sebuah mobil mengiringi mobil tahanan yang membawa Henry ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tetap menjatuhkan vonis kepada Henry walaupun dia kabur. Ia dinyatakan terbukti bersalah melakukan penipuan Rp 6,5 miliar dan dihukum penjara 1,5 tahun penjara. Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa yang ingin Henry dipenjara 3,5 tahun.

”Saya Kabur Karena Merasa Tak Bersalah”

Pengakuan mengejutkan meluncur dari Henry Daniel Setya. Menurut dia, pelarian ini karena dia merasa tak seharusnya ditahan karena tidak bersalah.

“Saya kabur, karena memang saya merasa tidak bersalah. Saya ini kan tidak paham hukum. Sebab, saya tidak melakukan tindak pidana,” ujar Henry kepada Rakyat Merdeka ketika ditemui di ruang tunggu Kapuspenkum Kejaksaan Agung, kemarin.

Saat ditemui, mata Henry terlihat memerah seperti kurang tidur setelah ditangkap di Ungaran, Jawa Tengah. Kepalanya lebih sering menunduk. Sementara kedua tangannya diborgol,  membuat dia tak leluasa bergerak.

“Kalau saya memang melakukan tindak pidana, korbannya kok tidak ada. Akte penjualan yang dipersoalkan tidak ada. Dalam persidangan yang ada saksi semua. Saya tidak merasa menerima uang, tidak ada bukti pembayaran penjualan apartemen dan memang saya tidak pernah menjual apartemen itu,” akunya terbata-bata.

Sebelum perkara itu berlanjut ke pengadilan, tutur dia, pernah diadakan pertemuan untuk melakukan klarifikasi atas persoalan yang ada. Namun gagal. “Yang merasa bersangkut paut dipanggil dan tidak datang,” kata Henry.

Dia pun kaget ketika polisi datang menangkapnya. “Kok tiba-tiba saya diambil oleh polisi dan dijadikan tersangka. Saksi-saksi yang dihadirkan tidak saya kenal dan mereka juga tidak kenal saya,” katanya.

Ditanya mengapa dia nekat kabur dari pengadilan, Henry beralasan tidak mau dipenjara. “Pada saat di pengadilan, saya bilang tak mau ditahan. Ya saya bingung, ya lalu saya jalan saja,” tuturnya.

Henry mengisahkan, malam sebelum persidangan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ada permintaan uang Rp 600 juta. Alasannya, untuk “pengamanan” dan agar Henry tidak dipenjara.

“Malam begitu, bagaimana saya bisa mengumpulkan uang 600 juta seketika. Akhirnya saya coba kontak beberapa teman, dan tahap pertama pagi-paginya diserahkan uang sebanyak 150 juta dulu. Itu tahap pertama. Sisanya setelah selesai,” ujar Henry.

Henry tidak tahu menahu untuk apa uang Rp 600 juta itu. “Ya saya kasih dan tinggal tunggu saja. Yang penting aman. Uang itu ditransfer pagi-pagi,” ujarnya.

Setelah melarikan diri dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Henry bersembunyi di Jakarta. “Saya tidak langsung ke Jawa Tengah, saya masih di Jakarta dulu, ya pindah-pindah,” kisahnya.

Kuasa Hukum Henry, Dharma AD Hutapea membantah pernah meminta uang Rp 600 juta dari kliennya. “Wah, itu tidak ada. Saya sendiri belum dibayar kok sampai sekarang,” ujar Dharma ketika dikonfirmasi Rakyat Merdeka, kemarin.

Dikatakan Dharma, semua proses pendampingan hukum yang dilakukannya sesuai mekanisme. “Dan jika saya meminta uang mestinya dia lapor sajalah. Saya tidak pernah meminta uang seperti itu. Itu bukan tipe saya. Saya bekerja profesional,” ujarnya.

Dia juga membantah menyetujui Henry kabur dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Justru saya yang meminta pengawal dan jaksa menghadirkan klien saya pada saat itu. Dan itu bisa dicek di CCTV yang ada di sana (pengadilan),” kata Dharma.

Kajari Jaksel: Kami Tidak Merekayasa Pelarian Tahanan


Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Masyhudi merasa bebannya berkurang setelah Henry Daniel Setya tertangkap.

“Semua yang kabur dan menjadi buron Kejari Jaksel sudah ditangkap. Ini sebagai bukti bahwa kita tidak main-main dan tidak merekayasa dalam pelaksanaan penegakan hukum,” ujarnya.

Menurut Masyhudi, dirinya sudah memerintahkan dan terus mengingatkan kepada para petugas di lapangan untuk selalu waspada.

Ia juga meminta para petugas untuk menerapkan prosedur yang benar agar tak ada lagi tahanan yang melarikan diri.

Walaupun Henry sudah ditangkap, proses pemeriksaan terhadap kasus pelarian ini terus berjalan. “Apa ada hubungannya dengan keterlibatan orang dalam, atau jaksa atau siapapun, itu sedang didalami,” jelas Agung Ardyanto, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang memimpin pencarian buronan itu.

Mereka yang bertugas saat pelarian sudah diberi sanksi dan diperiksa.  “Terhadap pegawai pengawal tahanan yang mungkin lalai sudah diproses dan sudah tidak diberi tugas mengawal lagi. Mereka juga saat ini sudah dalam pemeriksaan Bidang Pengawasan Kejaksaan Agung,” ujar Masyhudi.

Dalam kurun enam bulan, terjadi dua insiden kabur saat hendak menjalani persidangan pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Insiden pertama terjadi pada 12 September 2012 dilakukan dua terdakwa kasus pemalsuan uang dolar AS, yakni Mzyece Isililo alias Sky, 19, warga negara Zambia dan Mickelson Inzagi Joe alias Eric Joe, 29, warga negara Mozambik. Keduanya melarikan diri setelah dijatuhi hukuman tiga tahun penjara.

Kejadian terulang kembali pada Kamis 10 Januari 2013. Henry yang dituntut hukuman penjara 3,5 tahun terkait penipuan penjualan apartemen Regatta di Jakarta Utara senilai Rp 6,5 miliar terhadap korban Winarman Halim. Henry kabur sesaat sebelum sidang pembacaan vonis terhadapnya digelar.

Wakil Jaksa Agung Darmono bilang, pihaknya sudah menindaklanjuti kasus tahanan yang kabur dengan menggelar pemeriksaan. “Petugas yang bersalah pasti dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan derajat kesalahannya,” kata Darmono.

Bobol Bank Di Jambi, Jadi Buron 2 Bulan Dicokok Di Cirebon


Kurun Januari hingga Maret, tim Kejaksaan telah menangkap buronan dalam berbagai kasus. Ada yang hanya kabur selama tiga hari sebelum akhirnya ditangkap.

Untung Wiyono, terpidana kasus korupsi dimasukkan daftar buronan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah dengan nomor R-36/O.3/Dsp.4/01/2013, 11 Januari  2013. Perkara yang membelitnya sudah dalam tahap eksekusi.  Namun Untung kabur. Pada 14 Januari 2013, dia ditangkap di Semarang, Jawa Tengah.

Nama Dewi Amalinda dimasukkan dalam daftar buronan Kejaksaan Tinggi Jambi dengan nomor R-210/N-5/Dsp.1/1/2012 pada 11 Desember 2012. Bersama suaminya Isman Ismail, Dewi merupakan debitor Bank Tanggo Rajo Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Ia diduga mendapatkan kredit yang tidak sesuai dengan prosedur dan tanpa agunan yang menyebabkan kerugian negara Rp 800 juta. Ditahap penyidikan, dia kabur. Pada 23 Januari 2013, Dewi ditangkap di Cirebon, Jawa Barat.

Buronan lainnya yang juga bisa ditangkap adalah Ibrahim,  terpidana tindak pidana korupsi pengadaan bantuan bahan baku bangunan rumah (BBR) bagi korban bencana alam di Kabupaten Kuantan Singingi dan Kabupaten Rokan Hulu senilai Rp 2. 683.308.094.

Menjadi buronan Kejaksaan Tinggi Riau dengan nomor R-277/N.4/Dps.4/04/2012. Dia buron saat hendak dieksekusi.  Ditangkap di Pekan Baru, Riau pada 28 Januari 2013.

Pada 8 Februari 2013, Kejaksaan menangkap Said hasan Bin Said Jafar, buronan kasus tindak pidana korupsi APBD Tahun Anggaran 2008 Kabupaten Aceh Tamiang.

Ia menyelewengkan dana proyek pengerjaan pengaspalan jalan Desa Sukamulya-Sukadamai (600 meter) Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang. Menjadi buronan Kejaksaan Tinggi Aceh dengan nomor B-3136/N1.1/Fu.1/12/2012, 21 Desember 2012.

Hioe Liong Wie alias Alwie, terpidana tindak pidana penipuan Rp 15 miliar ditetapkan sebagai buronan Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor R-259/O.1. 10/Ep.1/12/2012 pada 26 Desember 2012. Ia kabur saat hendak dijebloskan ke penjara. Alwi ditangkap di Jakarta 11 Februari 2013.

Sehari berselang, Kejaksaan juga menangkap Yulius Dama, buronan dalam kasus tindak pidana korupsi pemberian fasilitas kredit oleh PT BNI Cabang Toli-toli tahun 2003-2006 kepada PT Megatamako.

Yulius kabur saat proses penyidikan. Ia pun ditetapkan sebagai buronan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah dengan nomor R-08/R2.3/Dps.4/01/2013, 15 Januari 2013.

Sepanjang 2012, tercatat sebanyak 51 buronan juga telah ditangkap tim Kejaksaan. Sedangkan pada 2011, hanya 8 buronan yang telah ditangkap.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA