Pengoperasian angkutan air dimulai Kamis lalu, berÂsaÂmaan deÂngan dibukanya koridor busway TanÂjung Priok-Pluit. SeÂperti apa
waÂÂterway yang meÂlaÂyani rute MuaÂra Baru-Marunda ini?
Di Muara Baru, dermaga waÂterÂway terletak di kawasan TemÂpat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Baru. Untuk mencapai dermaga ini melalui lahan parkir TPI. TemÂpat ini parkir ini persis berada di pingÂgir laut. Dipisahkan oleh tanggul.
Di atas tanggul ini dipasang spanduk yang memberitahukan
waÂÂterway telah beroperasi. TangÂga dan jembatan dibangun di atas tanggul. Semuanya dari kayu. Panjang jembatan empat meter dengan lebar dua meter.
Untuk peÂngaman di sisi kiri dan kanan jemÂbatan dibuat pembatas. Juga dari kayu. Jembatan menuju derÂmaga tampak masih baru. KaÂyuÂnya belum dicat maupun dipernis.
Setelah melewati tanggul, ada undakan menurun yang berujung di dermaga. Dermaga untuk meÂrapat kapal terbuat dari rangkaian kotak-kotak dari plastik. Kotak plastik ini memiliki rongga di daÂlamnya berisi udara. Sehingga bisa mengapung ketika ditaruh di air.
Dermaga itu berukuran 2x10 meter. Agar tak terbawa arus, lanÂtai dermaga diikat dengan balok yang ditancapkan ke dasar laut. Juga ada tali yang mengikat lantai dermaga dengan tanggul.
Di sekeliling di lantai dermaga itu ada tiang-tiang setinggi satu meter dari plastik. Tiang-tiang itu tampaknya untuk pembatas. Tapi tidak dipasang tali yang mengÂhuÂbungi antar tiang, untuk tempat pegangan maupun pencegah orang tercebur ke laut.
Dermaga itu juga tak dilÂengÂkapi dengan atap. Begitu di jemÂbatan yang menuju dermaga. KeÂtika hujan, orang yang hendak naik maupun turun bakal basah. Penerangan? Tidak ada.
Anak-anak kecil terlihat berÂmain layang-layang di atas jemÂbatan itu. Mereka memilih berÂmain di sini karena posisi jemÂbatan lebih tinggi. Sehingga lebih mudah mencari angin untuk meÂnerbangkan layang-layang.
Saat
Rakyat Merdeka berkunÂjung, dermaga ini kosong. Ke maÂnÂÂa kapal yang hendak meÂngangÂkut penumpang? Rupanya peÂlaÂyaran dari Muara Baru ke MaÂrunÂda tak dibuka sepanjang hari. Begitu rute sebaliknya.
Di spanduk yang dibuat Dinas Perhubungan DKI Jakarta disÂeÂbutÂkan, kapal berangkat Marunda menuju Muara Baru pukul tujuh pagi. Sore hari pukul 16.30 WIB, kapal itu baru melayani rute MuaÂra Baru-Marunda.
Untuk tahap awal,
waÂÂterway ini memang disediakan untuk warga Muara Baru yang direÂloÂkasi ke Rusun Marunda. Letak rusun itu terletak di pinggir laut. Pagi hari kapal mengantar warga yang tinggal di Rusun ke tempat kerjanya di Muara Baru. Sore untuk mengantar pulang.
Kapal bisa mengangkut 24 orang sekali jalan. Rute Muara Baru-Marunda maupun sebalikÂnya ditempuh lewat jalur laut. Dari Muara Baru, kapal meÂnyuÂsuri pinggir laut Jakarta hingga sampai ke Marunda sejauh 11 mil laut atau sekitar 20 kilometer. Lama pelayaran sekitar 30 menit.
Yudha, petugas Dishub DKI yang berjaga di dermaga meÂngaÂtakan, dua kapal yang akan mÂeÂlayani rute waterway masih berÂsanÂdar di dermaga Marunda.
Tak jauh dari dermaga ada pos unÂtuk petugas Dishub DKI yang meÂngoperasikan angkutan ini. Setiap hari ada empat petugas yang ditempatkan di dermaga ini memÂbantu kapal berstandar, menaikkan dan menurunkan penumpang.
Hingga jam lima sore, tak terÂlihat kapal merapat ke dermaga ini. “Kata kawan di sana (MarunÂda) tidak ada mau naik,†kata Yudha. Yudha dan rekan-rekan pun pulang karena waktu kerjaÂnya sudah habis.
Saat
Rakyat Merdeka berkunÂjung, Sihar Siholan dari Dinas KeÂlautan dan Perikanan DKI JaÂkarta juga ada di dermaga. Sambil meÂneÂlepon, dia melihat-lihat konÂdisi dermaga ini. Ia sempat memÂbungÂkuk-bungkuk melihat konÂdisi tiang pondasi dan jembatan meÂnuju dermaga. “Mantau aja, kaÂreÂna ini di luar area pelabuÂhan,†ujarnya.
Tak jauh dari dermaga waterÂway terlihat puluhan kapal nelaÂyan bersandar. Nyaris tidak ada tempat kosong karena dipenuhi kapal. Tempat kapal-kapal itu di luar area tempat pelelangan ikan. “Nggak resmi itu, di luar pelaÂbuhan,†kata Sihar.
Walaupun tak bersandar di TPI, menurut dia, kapal-kapal nelayan itu itu tak mengganggu rute waÂterway.
Mau Hemat Ongkos, Jajal Naik WaterwaySetelah Muara Baru keÂbanÂjiran Syarifuddin memutuskan pindah ke Rusun Marunda. Ia menempati Blok 9 yang terletak di Cluster B. Ia menyambut baik adanya angkutan langsung rusun ke Muara Baru.
Sehari-hari dia bekerja di kÂaÂwasan perikanan Muara Baru. Setelah pindah ke Marunda, dia harus merogeh kocek Rp 22 ribu sehari untuk transportasi pergi dan pulang dari rusun ke tempat kerja.
“Dua kali naik angkot, ya sebelas ribu sekali jalan. Belum macetnya, bisa“berjam-jam perÂjalanan,†papar Syarifudin. DeÂngan disediakan waterway unÂtuk penghuni Rusun Marunda, dirinya bisa menghemat ongkos transportasi.
Menjelang azan Ashar, SyaÂriÂfuddin sempat menengok ke dermaga waterway di Muara Baru. Tujuan untuk mencari jadwal kapal yang akan berlayar ke Marunda. Kapal berangkat pukul 16.30 WIB.
Setelah tahu jadwal kebeÂrangÂkatan kapal, dia balik ke tempat kerjanya.“Mau ngurusin ikan lagi,†katanya.
Tak lama berselang, datang Muslim. Ia juga warga Muara Baru yang bersedia direlokasi ke Rusun Marunda. Sama seÂperÂti Syarifuddin dia kebagian di Cluster B.Tapi berbeda blok.
Buruh di tempat pelelangan ikan (TPI) ini juga datang ke dermaga untuk mencari jadwal keberangkatan kapal ke MarunÂda.“Katanya sudah jalan kok nggak kapalnya,†kata Muslim.
Dia mengaku ingin seÂgera mengÂgunakan
waÂÂterway. Selama ini dia pergi dan pulang kerÂÂja dari Marunda ke Muara Baru menggunakan sepeda motor. Kata dia, perjalanan perÂgi dan pulang bisa berjam-jam kaÂrena lalu lintas macet.
“KaÂyakÂnya lebih cepat kalau naik kapal,†katanya sambil nyeÂngir. Dalam spanduk penÂguÂmuÂman yang dipasang dekat derÂmaÂga, disebutkan lama perÂjaÂlaÂnan Muara Baru-Marunda 30 menit.
Menurut dia, banyak pengÂhuni Rusun Marunda yang beÂlum tahu waterway. Namun Muslim yang sehari-hari beÂkerja di TPI Muara Baru meÂliÂhat ada pembangunan di pinggir tempat parkir yang berbatasan dengan laut.
Dari mulut ke mulut, Muslim mendengar informasi bakal ada waterway. Ia melihat dermaga untuk angkutan air ini dibangun beberapa hari menjelang diÂluncurkan. “Mudah-mudahan bisa berjalan dengan baik,†haÂrapnya. [Harian Rakyat Merdeka]