“Ngurus Nomor Khusus Gampang-gampang Susah”

Persyaratan Lengkap, 3 Minggu Pelat Keluar

Rabu, 09 Januari 2013, 09:47 WIB
“Ngurus Nomor Khusus Gampang-gampang Susah”
ilustrasi, pelat nomor

rmol news logo Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan pelat nomor B 2 DKI yang hendak dipakai untuk mobil dinasnya—ternyata sudah dipakai orang lain. Padahal, nomor itu khusus untuk wakil gubernur.

Basuki akhirnya mendapat nomor B 1966 RFR untuk mobil dinasnya. Ini sesuai dengan tahun kelahiran pria yang akrab disapa Ahok itu. “Kalau kita mau omong jujur, (pelat nomor) RFS (dan) RFD itu semua orang punya uang juga bisa beli,” katanya.

Benarkah? Bagaimana cara me­mesan nomor khusus untuk ken­d­araan bermotor? Yuk kita intip.

Sapri memegang sobekan kecil kertas kecil. Pria yang menge­na­kan jaket cokelat tua itu lalu me­nuju loket di lantai dua gedung Di­rektorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya.

“Pak, mau daftar nomor ini,” kata Sapri sambil menyodorkan sobekan kertas itu kepada pen­jaga loket. Di kertas itu tertulis sebuah nomor cantik.

Penjaga loket lalu mengecek no­mor kendaraan bermotor di kom­puter. Tak berapa lama ha­sil­nya keluar. “Nomor itu sudah di­pakai orang,” kata penjaga loket.

Mengetahui nomor yang dimintanya sudah dipakai orang lain, Sapri lantas menelepon se­se­orang. “Pak nomornya sudah di­pakai. Mau ganti nomor lain nggak?” katanya menawarkan.

“Coba diusahakan nomor itu terus. Moga-moga saja bisa,” kata pria lawan bicara Sapri terdengar samar-samar.

Usai menelepon, Sapri kembali ke loket dan berbincang-bincang de­ngan penjaga loket. Per­min­ta­an Sapri untuk mendapatkan no­mor itu tetap tak dikabulkan.

“Ngurus nomor khusus gam­pang-gampang susah,” kata pria berkulit gelap ini sedikit kecewa.

Pengamatan Rakyat Merdeka, nomor “cantik” atau nomor yang ada hubungan dengan pemilik ken­daraan bermotor bisa dipesan di Dirlantas Polda Metro Jaya Ja­lan Sudirman, Jakarta Selatan.

Masyarakat yang tidak tahu lo­ketnya bisa bertanya kepada pe­tu­gas di meja informasi. Petugas akan mengarahkan.

Di depan loket disediakan be­berapa kursi untuk tempat me­nunggu. Loketnya selebar enam meter. Dindingnya dari kaca. Tapi hanya loket sebelah kiri yang di­pakai untuk pendaftaran nomor kendaraan bermotor. Di bawah dinding kaca loket ada celah un­tuk memasukkan ber­kas ataupun untuk pembaya­ran.

Beberapa orang terlibat ber­ge­rombol di depan loket ini. Mereka hendak mendaftarkan nomor ken­daraan bermotor tertentu.

Dari dinding kaca loket terlihat ha­nya ada satu petugas yang me­meriksa berkas-berkas yang di­so­dorkan masyarakat yang hen­dak memesan nomor.

“Saya hanya mengurus no­mor mobil orang,” kata Sapri yang berkulit gelap ini.

Dia kurang beruntung. Sebab nomor yang diinginkan ternyata sudah dipa­kai orang lain. “Kita ter­paksa men­cari nomor lain,” katanya. Biasanya dicari nomor yang de­kat-dekat dengan nomor yang sebelumnya diminta pemilik ken­daraan bermotor.

Namun, bila nomor yang di­inginkan masih tersedia, tinggal menyerahkan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) berikut Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) asli dan serta foto­kopinya.

“Kalau prosesnya lancar. Tiga minggu kemudian nomor bisa diambil,” kata Sapri. Itu untuk ken­daraan bermotor lama yang hendak ganti nomor maupun balik nama.

Namun bagi kendaraan baru, kata Sapri, STNK dan BPKB ha­rus diproses terlebih dahulu di Samsat Ditlantas Polda Metro Jaya. Setelah itu, baru bisa didaf­tarkan ke sini, katanya.

Berapa biaya pemesanan no­mor khusus itu? Menurut Sapri, itu tergantung nomor yang dipe­san. Bila nomor yang dipesan ter­diri dari hanya satu atau dua angka biayanya cukup mahal.

Biayanya lebih murah bila no­mor yang dipesan terdiri dari tiga atau empat angka.“Nanti petugas loket yang me­nentukan tarifnya,” kata Sapri.

Yang jelas, lanjut dia, semakin sedikit angka di pelat nomor, maka biayanya makin mahal. Be­gitu pula sebaliknya.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Rikwanto enggan men­jelaskan mengenai peme­sanan nomor khusus kendaraan bermotor.

“Saya nggak mau berkomentar masalah itu. Kalau saya jelaskan mekanismenya entar banyak warta yang berbondong-bondong ingin buat (nomor khusus) itu,” katanya.

Begitu pula ketika ditanya me­ngenai biaya pemesanan nomor khusus yang sampai jutaan ru­piah. “No comment kalau ma­sa­lah itu,” kata Rikwanto.

Wagub: Pelat B 1 Diincar Pengusaha

Nomor kendaraan bermotor “cantik” mencuat tatkala Wakil Gu­bernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama tidak bisa meng­gunakan pelat khusus B 2 DKI untuk mobil dinasnya.

Menurut dia, nomor yang se­harusnya untuk wakil gubernur itu sudah dipakai orang lain. Ia menjelaskan dulu pelat nomor B 1 dan B 2 dipakai presiden dan wa­kil presiden. Kemudian dipu­tuskan presiden dan wakil pre­siden menggunakan pelat nomor RI 1 dan RI 2.

Pelat B 1 kemudian dipakai Su­ti­yoso yang saat itu menjabat gu­bernur DKI. Setelah itu pelat itu tak lagi digunakan.  Kapolri lalu mengeluarkan kebijakan khusus untuk pejabat Pemprop DKI di­be­rikan pelat nomor khusus B 1 DKI sampai B 99 DKI.

“Nah pas kita mengajukan ternyata B 2 DKI dan B 3 DKI dipake per orangan,” kata Ahok.

“Jadi kan gini soal pelat nomor itu kalau di provinsi-provinsi itu berlaku nomor kosong untuk di be­lakang mobil Pemprop. B 1 ko­song. Ternyata, di DKI itu laku sama pengusaha-pengusaha,” kata Ahok pekan lalu.

Dia menyinggung soal pelat nomor dengan akhiran RFS dan RFD, yang khusus untuk pejabat negara juga banyak dimiliki ma­syarakat umum. “Semua orang punya uang juga bisa beli. Te­tang­ga saya punya banyak itu RFS (dan) RFD,” katanya.

Sekretaris Daerah DKI Jakarta, Fadjar Panjaitan membenarkan pelat nomor B 1 DKI dan B 2 DKI khusus untuk gubernur dan wakil gubernur. “Ya memang itu sudah kami ajukan dari Pemprop sejak Oktober 2012, itu khusus un­tuk gubernur dan wakil gu­bernur,” katanya.

Menurut dia, Gubernur Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama tidak pernah meminta nomor itu. Ma­ka­nya pelat itu tidak dipakai di kendaran dinas gubernur dan wa­kil gubernur. “Ya memang Bapak ti­dak min­ta, terus bagaimana? Ka­lau minta pasti dikasih,” katanya.

Fadjar mengatakan, Pemprop DKI sudah memesan dua nomor baru untuk mobil gubernur dan wa­kilnya. Nomor itu dipesan se­suai dengan nomor kelahiran Jo­kowi dan Ahok. “Itu nomor khusus yang kami pesan. Karena me­mang tidak memakai nomor B 1 dan B 2, untuk Pak Jokowi no­mornya B 1961 dan Pak Wagub B 1966,” katanya.

Untuk mendapatkan nomor khusus tersebut, kata Fadjar, Pem­prov DKI harus mem­ba­yar­kan ke pihak kepolisian. “Kami bayar setiap tahun. Ada sekitar ra­tusan ribulah. Tapi tidak tahu be­rapa nominalnya, ada di Kabiro Umum. Itu urusannya Kabiro Umum,” katanya.

Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Rikwanto me­nga­ta­kan, surat pengalokasian pelat nomor untuk pejabat Pemprop dan instansi terkait di Jakarta su­dah diatur dalam Peraturan Ka­polri Nomor 5 tahun 2012. Pe­ra­turan yang dikeluarkan 21 No­vember 2012 itu mengatur me­nge­nai registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.

“Itu sudah jelas untuk penga­lo­kasian nomor bagi kendaraan Pejabat Pemda DKI ini mulai B 1 DKI - B 99 DKI dialokasikan un­tuk pejabat daerah provinsi DKI Jakarta. Jadi B 1 DKI Gu­bernur, B 2 DKI Wagub, B 3 DKI Ketua DPRD, B 4 DKI untuk Kepala Kejaksaan Tinggi, B 5 DKI untuk Ketua Pengadilan Tinggi,” jelasnya.

Ia menambahkan, pelat B 6 DKI - B 99 DKI juga sudah dia­lo­kasikan untuk pejabat instansi terkait di wilayah Pemprop DKI.

Namun, pada tanggal 28 No­vem­ber 2012, Sekda mengi­rim­kan surat untuk meminta adanya perubahan pelat nomor pejabat Pemprop DKI. “Yang berubah di sini Wagub menjadi B 3 DKI. Se­dangkan B 2 DKI untuk Ketua DPRD tetapi tidak kita terima ka­rena kita mengacu pada surat yang terdahulu,” katanya.

Rikwanto menjelaskan, saat ini pelat-pelat nomor itu juga masih di tangan Polda Metro Jaya. K­a­ta­nya, tinggal menunggu keleng­kapan dokumen kendaraannya yang akan dipasangkan pelat tersebut. “B 2 DKI masih ada. Tinggal tindaklanjuti dari per­mo­honan ini dengan kelengkapan dokumen mobil untuk dipakaikan nomor yang disampaikan. Seka­rang masih proses,” katanya.

Rikwanto membantah bila nomor itu sudah dipakai orang lain. “Nomor tersebut ada dan ti­dak kemana-mana. Kita sudah alokasikan dan tidak diberikan ke­pada orang lain,” katanya.

Usul, Duit ‘Jual-Beli’ Nomor Masuk Ke Penerimaan Negara

Pengamat kepolisian Bam­bang Widodo Umar me­nga­takan, “jual beli” nomor ke­n­da­raan bermotor unik itu se­be­narnya keliru.

Hal itu, kata dia, tidak diatur dalam Peraturan Kapolri (Per­kap) Nomor 5 Tahun 2012 ten­tang penomoran kendaraan bermotor. “Tindakan itu me­ru­pakan suatu gratifikasi atau korupsi,” katanya.

Bila praktik jual-beli nomor unik itu dilanjutkan, kata Bam­bang, uangnya harus masuk ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Ia mengungkapkan, dulu di era gubernur Ali Sadikin pe­ma­su­kan dari penjualan nomor kendaraan bermotor unik di­salurkan ke Palang Merah In­do­nesia (PMI). “Tapi lama-lama tidak jelas ke mana larinya dana itu. Bisa jadi ke oknum polisi tertentu,” katanya.

Bambang meminta, penjua­lan nomor unik ditertibkan. Me­nurut dia, bila Polri tidak ambil langkah atau membiarkan prak­tik ini, jelas tindakan yang salah.

Selain itu, Bambang juga me­ngingatkan, satu nomor ken­da­raan hanya untuk satu ken­da­raan. Tidak bisa satu kendaraan punya dua nomor polisi seperti yang dialokasikan ke mobil-mobil dinas pejabat. Masukan ini, lanjutnya untuk mengi­ngat­kan Polri dan pejabat Kor­lantas di seluruh Indonesia agar segera membenahi lembaganya.

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Adria­nus Meliala menduga nomor-nomor unik yang beredar di ma­syarakat marak diperjual-be­li­kan. Tak terkecuali pelat RFS yang diperuntukkan untuk pe­jabat. “Nomor-nomor cantik itu diperjualbelikan dengan lem­baga tertentu. Bisa juga didapat orang banyak,” katanya seperti dikutip media online.   

“Sekarang yang mesti di­ke­tahui, pelat nomor tersebut (dinas ) bisa dimiliki orang sipil. Dan Polri harus jadikan itu kritik,” katanya.

Adrianus menuntut polisi menjelaskan secara transparan mengenai mekanisme perun­tuk­kan pelat nomor khusus. “Polri harus bisa memperbaiki tata kelolanya. Kepemilikan pe­lat nomor seperti itu, sehingga mekanismenya menjadi jelas mana yang diperjualbelikan atau tidak,” katanya.

Menurutnya, jika memang pe­lat nomor tertentu seperti pelat RFS memang untuk ka­langan pejabat tertentu saja, maka tidak boleh dipakai kalangan lain.

“Kalau dibeli oleh se­ke­lom­pok orang, harus diketahui Ke­menterian Keuangan agar men­jadi sumber pemasukan in­stru­men negara resmi bukan me­n­jadi pajak polri, mekanisme ter­s­ebut harus dilakukan secara jujur atau resmi,” katanya.

Ia mencontohkan, bila pelat no­mor kendaraan khusus terse­but memang diperjualbelikan sampai angka jutaan rupiah, maka sebagian uangnya disisih­kan masuk kas negara.

“Misal dari nomor cantik yang dijual polisi dengan harga mencapai satu juta, dan polisi mendapatkan 100 ribu, namun 100 ribu itu harus masuk ke dalam kas organisasi sehingga tidak masuk kedalam kantong-kantong pribadi pejabat yang mengurus,” katanya.

“Ada macam-macam caralah untuk membenahi hal tersebut seperti menjadikannya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak),” kata Adrianus.

“Polri harus dapat menjelas­kan agar tidak menjadi tambang emas bagi oknum-oknum na­kal. Karena pelat nomor ter­se­but bisa saja menjadi tambang emas sehingga menimbulkan praktik-praktik korupsi jika ter­tutup,” tambahnya.

Cek Dulu Lewat SMS

Mau Pesan Nomor Unik?

Nomor kendaraan bernomor khusus dan unik bisa didapat bila melengkapi persyaratan dan membayar sejumlah uang. Bagi warga Jakarta untuk men­dapat­kannya mengurus di Di­rektorat Lalu Lintas Polda Met­ro Jaya.

Namun alangkah baiknya se­belum mendatangi kantor Dir­lantas Polda Metro Jaya, bisa mengecek apakah nomor yang diinginkan masih tersedia atau tidak. Agar tak kecewa bila ter­nyata nomor itu sudah dipakai orang lain.

Untuk mengecek status apa­kah nomor yang kita inginkan sudah digunakan atau belum bisa melalui layanan pesan singkat (sms) Dirlantas Polda Metro Jaya.

Caranya dengan mengetik: Metro xxxxxxx (isi x dengan pe­lat nomor yang kita ingin cari tahu). Misalnya, kita ingin tahu status nomor B 10 LA, maka format yang harus dikirimkan adalah: Metro B 10 LA.

Setelah mengirim sms itu, kita akan mendapatkan balasan berupa konfirmasi apa kenda­raan yang telah memakai nomor tersebut dan tahun pajaknya. Dan jika mendapatkan balasan berupa: “Maaf nomor yang Anda kirim saat ini belum ter­daf­tar” maka nomor tersebut masih tersedia untuk digunakan.

Dengan mengetahui status ketersediaan pelat nomor polisi tersebut, tentunya memudahkan saat kita menginginkan nomor-nomor khusus dan unik untuk kendaraan bermotor kita.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA