Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Dikawal Polisi Sampai Ke Kampung Halaman

Ribuan WNI Dipulangkan Dari Arab Saudi

Jumat, 19 Oktober 2012, 09:35 WIB
Dikawal Polisi Sampai Ke Kampung Halaman
WNI Dipulangkan Dari Arab Saudi

RMOL. Pengeras suara samar-samar terdengar menginformasikan pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan 5119 dari Jeddah, Arab Saudi telah mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang, tepat pukul 15.50.

Tak lama kemudian, seluruh pe­numpang warga negara Indonesia (WNI) yang berjumlah 336 turun dari pesawat dan diarahkan ke lo­ket Imigrasi. Setelah pengecekan paspor selesai, seluruh pe­num­pang tidak keluar dari pintu 2E yang biasanya untuk kedatangan luar negeri. Tapi mereka diangkut dengan bus menuju Terminal IV.

Terminal ini terletak di Sel­a­pajang, Kota Tangerang. Letak­nya di belakang bandara. Bus be­rangkat ke Terminal IV dengan pe­ngawalan aparat kepolisian.

Sesampai di terminal khusus TKI ini, penumpang yang keba­nyakan wanita diminta berbaris di tengah ruang terminal. Para pe­numpang itu memakai burqa (cadar) warna hitam.

“Lagi pendataan untuk pulang ke kampung,” kata Masitoh. Pe­rempuan asal Bogor, Jawa Barat ini adalah salah satu dari ribuan WNI yang dipulangkan ke Tanah Air karena sudah melebihi batas tinggal di Arab Saudi.

Masyitoh berada di rombongan pertama yang dipulangkan ke Indonesia. Rombongan ini  terdiri dari 336 orang. Mereka diangkut dengan pesawat Garuda yang telah selesai mengantar jamaah haji Indonesia ke Arab Saudi.

Pemulangan ribuan WNI yang telah habis visanya ini merupakan hasil lobi Kementerian Luar Ne­geri ke Pemerintah Arab Saudi.

Setelah didata, Masyitoh dan kawan-kawan dikumpulkan di salah satu sudut ruangan. Rua­ngan itu kelilingi dinding kaca se­tinggi 1,5 meter. Beberapa per­so­nel polisi bersenjata laras panjang berjaga di setiap sudut terminal.

Lewat pengeras suara, polisi ikut mengatur WNI akan ber­kum­pul di tempat yang sudah di­sediakan untuk mereka. Para WNI yang baru datang diminta tidak berkomunikasi dengan orang yang tidak dikenal. Selain itu, mereka diminta untuk meletakkan barang bawaan untuk diperiksa.

Umumnya mereka melebihi batas tinggal di Arab itu karena be­kerja di negara itu. Seperti pe­ngakuan Masyitoh. Terakhir dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di Thaif. Lantaran men­da­pat perlakuan kasar dari ma­ji­kannya dia memilih dipulangkan.

Perempuan berusia 45 tahun ini mengadu ke Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jedd­ah. “Daripada saya disiksa terus mendingan pulang saja ke tanah air. Apalagi visa kerjanya sudah habis sejak dua tahun lalu,” akunya.

Ibu dua anak ini mengaku telah be­kerja di Arab Saudi selama tu­juh tahun. Ia belum sekalipun pu­lang walaupun musim lebaran.

Sebagai pembantu rumah tang­ga ia digaji 600 riyal atau sebesar Rp 1,4 juta sebulan. “Seluruh gaji dikirimkan ke dua anaknya yang masih sekolah,” kata Masyitoh.

Selama bekerja, dia kerap men­dapat perlakuan tidak manusiawi dari majikannya. Misalnya disi­ram air karena sang majikan tidak puas dengan pekerjaan Masyitoh.

Ia bahkan pernah dilempar bara api dan mengenai wajahnya. “Se­telah kejadian itu saya langsung kabur dan pindah ke majikan lain­­nya,” kata Masyitoh sambil me­nunjukkan bekas luka me­le­puh di wajahnya.  

Walaupun pindah ke majikan baru, nasib Masyitoh tak berubah. Bahkan makin buruk. Jam kerja­nya lebih panjang. “Saya hanya bisa tidur dua jam sehari selama setahun. Bahkan tidur pun sambil duduk karena letak rumahnya di pegunungan yang banyak sekali binatang buas,” tuturnya.

Tak tahan dengan kondisi kerja seperti itu, dia memutuskan mela­por ke KBRI untuk minta di­pu­langkan. Dari hasil kerjanya dia bisa mengumpulkan 1.000 riyal. Tapi uang itu sudah terpakai un­tuk makan dan minum selama me­nunggu dipulangkan. Mas­yi­toh perlu menunggu dua minggu se­belum dipulangkan.

Uang hasil jerih payahnya ak­hirnya habis karena dibelikan beli oleh-oleh sajadah dan kurma. “Saya pulang nggak bawa uang sama sekali. Hanya bawa oleh-oleh untuk tetangga,” kata Ma­syitoh sedih.

Cerita pilu juga dituturkan Nu­rul, perempuan asal Cianjur, Jawa Barat. Perempuan yang juga be­kerja sebagai pembantu rumah tangga di Arab ini lari dari m­a­ji­kannya di Madinah karena men­dapatkan perlakukan buruk. “Saya sering kali ditelanjangi majikan karena dicurigai mencuri barangnya,” katanya.

Tidak hanya itu, dalam sehari ia hanya bisa tidur selama dua jam karena pekerjaannya sangat ba­nyak. Mulai mengepel lantai, men­cuci piring hingga merawat anak.

Untuk semua pekerjaan itu dia hanya digaji 600 riyal atau Rp 1,4 juta setiap bulannya. “Gaji saya ti­dak selalu dibayar setiap bulan. Se­ring lima bulan sekali baru dibayar. Itu pun sering dipinjam lagi,” kata perempuan berumur 27 tahun ini.

Karena masih banyak gajinya yang ditahan majikan, Nurul ha­nya sedikit membawa saat pu­lang. “Saya hanya membawa se­di­kit uang untuk memperbaiki ru­mah,” kata wanita berkulit putih ini.

Mendapat pengalaman tak mengenakkan itu, Nurul kapok be­kerja di luar negeri. Ia mencoba mengais rezeki di negeri sendiri saja dengan membuka usaha kecil-kecilan. “Saya sudah nggak mau kerja di Arab lagi karena banyak tidak enaknya dibanding enaknya,” katanya.

Kepala Perlindungan WNI Ke­menterian Luar Negeri Dino Nur­wahyudin mengatakan, rom­bo­ngan pertama yang dipulangkan ke Indonesia terdiri dari pe­rem­puan dan anak-anak.

WNI perempuan dan anak-anak ini memang diprioritaskan untuk dipulangkan segera. “Me­reka adalah pihak yang sangat ren­tan terhadap tindak ke­ke­ra­san,” katanya.

Ia menjelaskan, WNI over stay yang akan dipulangkan sebanyak 2.468 orang. Mereka dibagi da­lam tujuh kelompok terbang (klo­ter). Pemulangan mulai 17 sam­pai 20 Oktober 2012.

Untuk pemulangan ini, Ke­menterian Luar Negeri me­ngang­gar­kan dana Rp 5 miliar untuk penerbangan Jeddah-Jakarta dan Rp 1 miliar untuk akomodasi WNI selama menunggu kepu­la­ngannya di Jeddah.

Sesampainya di Jakarta akan didata terlebih dahulu di Terminal IV untuk selanjutnya akan dipu­langkan ke daerah asal mereka masing-masing. “Kami telah sediakan beberapa bus yang akan mengangkut mereka ke daerah asal,” kata Dino.

Selain diantar pulang, mereka juga dikawal personel kepolisian selama perjalanan ke kampung halaman masing-masing.

WNI yang dideportasi ini, kata Dino, tidak diperbolehkan lagi datang ke Arab Saudi untuk masa lima tahun ke depan. Mereka bisa masuk ke Arab Saudi hanya untuk ibadah haji.

Kementerian Luar Negeri dan pi­hak Imigrasi sudah sepakat un­tuk tidak menerbitkan paspor un­tuk WNI yang dipulangkan ini se­lama lima tahun. “Jadi mereka ti­dak bisa ke Arab Saudi saja, tapi juga ke negara lain,” katanya.

Pemulangan WNI Bermasalah Tak Ganggu Keberangkatan Haji

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, pemulangan WNI over stay dari Arab Saudi dengan menggunakan pesawat angkutan haji tidak mengganggu proses keberangkatan jamaah haji. Sebab, para WNI itu tidak diturunkan di embarkasi haji.

“Jadi, jika ada TKI asal Sura­baya tetapi pulang dengan meng­gu­nakan pesawat embarkasi Ban­jar­masin, TKI tersebut turun di Ban­jarmasin, selanjutnya men­jadi tanggung jawab Kementerian Tenaga Kerja,” katanya.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menje­laskan pada Kementerian Agama membantu pemulangan TKI bermasalah hingga ke tanah air. Tapi untuk urusan transportasi agar WNI itu sampai ke kampung halaman menjadi tanggung jawab kementerian lain.

Suryadharma juga menje­las­kan bahwa pemulangan TKI ber­masalah dengan pesawat haji me­ru­pakan untuk kedua kalinya. Tahun sebelumnya, pesawat haji juga digunakan untuk me­ngang­kut TKI bermasalah dari Arab Saudi.

Menteri Tenaga Kerja dan Trans­migrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar mengatakan, pemerintah telah melarang bagi jamaah haji maupun umroh untuk menjadi tenaga kerja di Arab Sau­di. Sebab, pemerintah masih mem­berlakukan penghentian se­mentara (moratorium) pengi­ri­man TKI ke negara tersebut.

“Kami mengingatkan bahwa TKI atau terutama TKW tidak boleh bekerja di Arab Saudi, sam­pai kita benar-benar membuka mo­ratorium. Oleh karena itu pe­lak­sa­na­an ibadah haji dan umroh dila­rang keras digunakan untuk tinggal secara ilegal di sana,” katanya.

Pemerintah juga menargetkan untuk menuntaskan pemulangan TKI/WNI ilegal di Arab Saudi pada tahun 2012, dengan meng­gunakan penerbangan haji yang kosong pada saat kembali ke Indonesia.

“Sebelumnya kita targetkan agar WNI overstayer itu pemu­la­ngan­nya selesai tahun lalu. Tapi ternyata masih ada. Moga-moga ini pemu­langan yang terakhir kali,” kata Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.

Batal Dipulangkan Karena Melahirkan

Untuk mengangkut lebih dari dua ribuan WNI yang telah habis masa tinggalnya (over stay) di Arab Saudi, Ke­men­te­rian Luar Negeri me­man­faatkan tujuh pesawat Garuda telah selesai mengangkut jamaah haji Indonesia.

Para WNI dipulangkan se­cara bertahap. Direktur Infor­masi dan Media Kementerian Luar Negeri, PLE Priatna me­ngat­akan, Kloter pertama seba­nyak 336 orang dibe­rang­kat­kan dari Jeddah pukul satu di­nihari hari Rabu dengan pe­sa­wat Garuda 5119.

Kloter ini terdiri dari 302 wa­nita dewasa, 15 anak-anak, dan 19 bayi. Awalnya, kloter ini berjumlah 337 orang. Namun satu orang batal dipulangkan karena melahirkan bayi sehari sebelum keberangkatan.

Priatna mengatakan, pe­mu­langan WNI ini merupakan rea­lisasi dari serangkaian hasil perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Arab Saudi yang terakhir berlangsung di Jeddah, 1 Oktober lalu.

Perundingan tersebut antara lain, menyepakati penggunaan pesawat Garuda yang kosong setelah mengantar jamaah haji Indonesia untuk memulangkan WNI over stay.

Menurutnya, proses pemu­la­ngan WNI dalam jumlah yang besar ini tidak sederhana. Pe­tugas KJRI Jeddah yang didu­kung tenaga perbantuan dari KBRI Riyadh dan tim dari Ke­menlu, harus bekerja ekstra me­la­kukan verifikasi dan penda­ta­an untuk pembuatan Surat Per­jalanan Laksana Paspor (SPLP), pengurusan exit permit dari Pe­m­erintah Saudi hingga penyia­pan boarding pass dan imig­ration card.

Untuk mendapatkan exit per­mit, WNI harus menjalani pro­ses investigasi di Pusat De­por­tasi Imigrasi (Tarhil) karena me­reka telah melakukan pe­lang­garan. Yakni pelanggaran terhadap peraturan dan keten­tuan keimigrasian dan ke­te­na­ga­kerjaan setempat.

Berdasarkan hasil pendataan, sebagian besar WNI masuk ke Arab Saudi menggunakan visa kerja dan kemudian kabur dari majikannya.

Lainnya menggunakan visa umrah, kemudian bekerja secara illegal. Bahkan ada yang me­ne­tap bertahun-tahun dan menikah di sana dan kembali ke In­do­ne­sia dengan membawa anak-anak hasil pernikahan mereka.

Pemulangan WNI meng­gu­na­kan pesawat haji ini meru­pa­kan yang kedua kalinya. Per­tama kali pada 2011 lalu. Saat itu Kementerian Luar Negeri memulangkan 1.572 WNI.

Pada Februari sampai Maret tahun yang sama, Kemenlu juga memulangkan 2.078 WNI d­e­ngan pesawat regular. Mereka dibagi dalam enam kloter.

Sedangkan akhir April 2011, dipulangkan 2.349 WNI de­ngan KM Labobar milik PT Pelni. Hingga saat ini, diperkirakan masih terdapat puluhan ribu WNI overstayers di Arab Saudi.

Selama periode 1 Januari-15 Oktober 2012, KJRI Jeddah telah menerbitkan 8.631 buah SPLP untuk keperluan deportasi WNI ke Indonesia.

Karena melanggar izin ting­gal dan keimigrasian, mereka ti­dak diperbolehkan masuk kem­bali ke Arab Saudi untuk lima tahun ke depan. Kecuali untuk ibadah haji.

TKI Ilegal Masuk Ke Arab Saudi Pakai Visa Umroh

Masih banyak tenaga kerja Indonesia (TKI) yang berminat bekerja di Arab Saudi. Mereka berharap bakal memperoleh gaji besar bekerja di negeri petro dollar itu.

Lantaran Indonesia belum men­cabut kebijakan morato­rium pengiriman TKI ke Arab Saudi, para tenaga kerja itu ma­suk ke negara di Timur Tengah itu dengan cara ilegal. Misalnya menggunakan visa umroh. Se­lesai umroh mereka tak kembali ke Tanah Air, melainkan bekerja di negara itu.

Untuk mencegah ber­bo­ndong-bondongnya TKI masuk ke Arab dengan modus ini, pe­me­rintah tengah mengkaji ke­mungkinan pencabutan mo­ra­to­rium. Pencabutan dilakukan bila Pemerintah Arab bersedia menerima perjanjian yang di­ajukan Pemerintah Indonesia.

Dirjen Pembinaan dan Pe­nempatan Tenaga Kerja (Bi­na­penta) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Reyna Usman mengatakan, se­jauh ini pemerintah Arab Sau­di mau me­nerima beragai ma­cam usulan yang diajukan In­donesia me­ngenai pengiriman dan per­lindungan TKI di di ne­gara itu.

Ia mengapreasiasi sikap Pe­me­rintah Arab Saudi yang me­mu­dahkan proses pemulangan TKI overstayers tahun ini.

“Pe­me­rintah Arab Saudi saat ini kerap bersedia untuk menden­gar­kan berbagai macam usulan pemerintah Indonesia me­ngenai pengiriman TKI. Ka­lau hubu­ngan ini semakin mem­baik, maka tidak menutup ke­mung­kinan Pemerintah Indo­nesia akan mencabut mora­to­rium,” katanya.

Reyna menjelaskan, para WNI overstayers yang sebagian besar merupakan TKI ilegal ma­suk Arab Saudi dengan meng­gunakan visa umroh. Pihaknya sempat khawatir TNI itu tak bisa dipulangkan karena me­langgar peraturan keimigrasian di negara itu.

“Semua berjalan lancar, ber­kat kerjasama sama peme­rintah Arab Saudi. Tahun lalu, pe­me­rintah sudah memulangkan 1.560 TKI overstayer dari Arab Saudi,” katanya.

Para WNI overstayers yang tiba di tanah air harus didata le­bih di Balai Kepulangan TKI di Se­lapajang, Kota Tangerang, Banten sebelum dipulangkan ke daerahnya masing-masing.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA