Waktu baru menunjukkan pukul 09.30 pagi, Selasa (2/10). Hendra Singkaru berjalan santai menuju ruang rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berada di lantai tiga Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta.
Langkahnya terhenti sejÂeÂnak di depan pintu masuk. Satu petugas dari Sekretaris Jenderal DPR lantas membimbing politisi PAN ini untuk mengisi absen elektronik. Mereka meminta BenÂdahara Umum Fraksi PAN ini meletakkan jempol sebelah kanan ke finger print dilanjutkan deÂngan empat jari lainnya.
Usai meletakkan semua jariÂnya, petugas meminta anggota KoÂmisi IV DPR ini kembali meÂleÂtakkan jempol sebelah kanan ke mesin absensi elektronik ini.
Setelah merekam sidik jari, peÂtugas meminta Hendra meÂmaÂsukÂkan nomor anggota ke mesin seÂbeÂsar dua kali telapak tangan orang dewasa ini. “Alhamdulilah telah selesai direkam. Prosesnya cepat,†kata pria asal Poliwali Mandar, Sulawasi Barat ini.
Hendra mendukung diteÂrapÂkanÂnya absensi elektronik di siÂdang paripurna untuk meÂningÂkatÂkan tingkat kehadiran anggota deÂwan. “Semoga dengan cara ini baÂnyak anggota DPR yang mengÂhadiri rapat,†katanya.
Ia meminta penerapan absensi elektronik ini tidak hanya di rapat paÂripurna akan tetapi di setiap raÂpat komisi. “Idealnya disetiap raÂpat komisi juga diadakan untuk leÂbih mendisiplinkan anggota deÂwan,†katanya
Pria kelahiran 1959 ini meÂngaÂku selalu datang saat rapat pariÂpurÂna dan rapat komisi, tidak pernah sekalipun bolos. “Saya baru bolos bila ada agenda lain yang sangat mendesak dan tidak bisa ditinggalkan,†katanya.
Pendapat serupa juga diÂutaÂraÂkan Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ruhut Sitompul. Ia kaget melihat konÂdisi ruang rapat paripurna yang lebih ramai dari biasanya, bahkan kondisi halaman parkir macet lantaran antrean kendaraan angÂgota Dewan. “Takut mereka deÂngan mesin,†katanya.
Politisi Partai Demokrat ini meÂnÂilai, anggota DPR hanya taÂkut kepada mesin, namun tak taÂkut kepada rakyat yang memilih. “Rupanya lembaga yang memÂbawa nama rakyat yaitu DPR dan MPR bukan takut dengan rakyat, tapi takut dengan mesin,†katanya.
Ia meminta, nantinya harus diÂumumkan siapa saja anggota DeÂwan yang malas hadir. “Itu harus diumumkan. Harus ada budaya malu. Rusak negara ini karena tiÂdak ada budaya malu,†katanya.
Tidak semua anggota DPR seÂtuju, salah satunya Politisi Partai Hanura Akbar Faisal yang memÂperÂtanyakan parlemen di negara mana yang menerapkan sistem presensi dengan finger print. BahÂkan, ia mengkaitkan pemasangan finger print itu dengan kondisi di pabrik.
“Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada para pekerja di Karawang sana atau di kanÂtong-kantong pabrik di seluruh InÂdoÂneÂsia, saya tiba-tiba merasa sama saja dengan mereka,†katanya.
Selain itu, Akbar meminta agar sistem presensi finger print juga diÂpasang di seluruh kantor peÂnyeÂlenggara negara. Dia menyebut harus terpasang di Istana Negara dan kementerian/lembaga lain.
“Saya tidak protes pekerjaan saya diawasi. Tapi masih banyak teÂman-teman di sini yang rajin maÂÂsuk rapat paripurna. Kalau mau ini dikatakan langkah maju, perlakukan semua sama,†kata anggota Komisi II DPR itu.
Anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah menilai absensi sidik jari ini tidak efektif. MeÂnurutnya, DPR merupakan lemÂbaga politik yang berbeda dengan perusahaan.
“Saya lihat tidak efektif, karena DPR itu kan lembaga politik, bukan karyawan perusahaan yang office hour, masuk jam 8 pulang jam 5 sore. Sehingga penetapan sistim finger print justru menuÂrunkan kelas para anggota dewan DPR,†katanya.
Staf bagian gedung dan perÂtaÂmaÂnan DPR, Sumbodo meÂngaÂtakan, semua finger print dan satu unit hands key mulai digunakan untuk memasukan data sidik jari para anggota dewan.
“Ini untuk perekaman atau input data sidik jari. Jadi abÂsennya belum. Setelah semuanya diinput akan disinÂkronisasi,†katanya.
Ke-15 unit finger print dileÂtakkan di semua pintu masuk ruang sidang Paripurna DPR. “Ini memang untuk PaÂripurna. Seluruhnya ada 15 unit. Biayanya Rp 279 juta,†katanya.
Namun Sumbodo mengaku tak begitu tahu secara pasti mengenai tujuan penggunaan finger print di ruang Sidang Paripurna. “TuÂjuanÂnya saya kurang tahu pasti, kami hanya memasang,†katanya.
Ia menambahkan, hands key berbeda dengan finger print. Hands key digunakan untuk meÂrekam lima sidik jari sekaligus. “Jadi kalau finger print tidak berÂhasil, maka menggunakan ini (hands key). Tapi ini untuk cadangan saja,†katanya.
Agenda rapat paripurna keÂmarin membahas pengesahan RanÂcaÂngan Undang-Undang VeÂteran dan Rancangan Undang-Undang Industri Pertahanan. KeÂduanya selesai dibahas di Komisi I DPR.
Seperti biasa sebelum masuk ke ruang rapat paripurna seluruh anggota DPR harus mengisi absen terlebih dahulu.
Namun hari ini (kemarin-red) lain dari biaÂsanya karena mereka harus meÂlakukan absensi secara elekÂtronik, padahal sebelumnya haÂnya cukup dengan menanÂdaÂtaÂngi daftar absensi yang telah terÂsedia di atas meja di depan ruang rapat paripurna.
Finger print diletakkan diÂbeÂlaÂkang pintu masuk ruang rapat paÂriÂpurna. Ada tiga pintu yang bisa diÂgunakan anggota dewan unÂtuk meÂmasuki ruang rapat. Pintu utaÂma di bagian depan, seÂdangkan dua pintu selanjutnya beÂrada di samÂping kanan dan kiri ruang rapat.
Masing-masing pintu disÂeÂdiaÂkan tiga finger print yang ditemÂpatÂkan di atas meja. Satu per satu anggota Dewan yang hadir secara bergantian merekam sidik jari diÂpandu petugas Setjen DPR. AwalÂnya, dilakukan perekaman beÂbeÂrapa jari. Setelah itu, perekaman terÂhadap jari dan telapak tangan. Mereka juga memasukkan nomor anggota ke mesin.
Namun rupanya pemasangan finger print tidak cukup signiÂfiÂkan dalam meningkatkan daftar kehadiran anggota DPR.
Berdasarkan data dari SekÂreÂtariat Jenderal ketika rapat dibuka sekitar pukul 10.30 WIB, daftar hadir anggota ditandatangani oleh 327 dari 560 anggota DeÂwan. Berarti masih ada 200-an lebih anggota dewan yang tidak hadir. Bagi yang tak hadir, Setjen DPR akan menghampiri anggota tersebut.
Finger Print Hanya Dipasang Di Ruang Rapat Paripurna
Ketua Badan Kehormatan DPR, M Prakosa mengatakan, pihaknya belum akan memÂberÂlaÂkukan absensi elektronik beÂrupa finger print kepada para angÂgota dewan.
“Hari ini (keÂmarin-red) piÂhakÂnya baru meÂlakukan rekam jejak sidik jari kepada seluruh anggota DPR,†katanya.
Ia mengatakan, sebelum siÂdang Paripurna dimulai, piÂhakÂnya akan melakukan rekam jeÂjak sidik jari kepada seluruh angÂgota dewan.
Sedangkan pemberlakuan absensi elektronik dengan mengÂÂgunakan finger print ini rencananya baru akan mulai diÂberlakukan pada masa sidang anggota dewan berikutnya, yaitu November mendatang.
Politisi Partai Demokrasi InÂdoÂnesia Perjuangan ini menÂjeÂlasÂkan, terdapat 14 alat absensi finger print yang akan dipasang disekitar ruang Paripurna di Nusantara II Gedung DPR, SeÂnaÂyan, Jakarta. Seluruh alat terÂseÂbut dipasang di dalam ruaÂngan yang tersebar di seluruh pintu masuk ruang Paripurna.
Selain ke 14 alat absensi fiÂnger print itu, BK DPR juga akan menyiapkan dua alat abÂsensi finger print cadangan. SeÂluruh mesin absen finger print, lanjutnya dipasang di dalam ruangan, termasuk dua alat caÂdaÂngan. “Kami pasang di daÂlam, untuk memudahkan angÂgoÂta melakukan absen. Kalau di luar nanti susah, karena akan meÂngantre terlalu panjang,†katanya.
Wakil Ketua BK Siswono Yudo Husodo mengatakan, peÂneÂrapan finger print itu sudah diÂatur dalam Undang Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) yang berbunyi, keÂhaÂdiran anggota DPR dibukÂtiÂkan dari tanda tangan dan finger print. Oleh karena itu, diteÂrapÂkannya finger print dapat meÂneÂkan angka ketidakhadiran angÂgota dewan.
Finger print ini bagus karena selama ini banyak anggota DPR yang tanda tangannya ada tapi orangnya tidak hadir, bahkan tiÂdak pernah datang ke Gedung DPR. “Banyak anggota DPR yang tidak hadir tapi diabsenkan oleh tenaga ahlinya jadi seolah-olah dia hadir,†jelas politisi Golkar itu.
Penerapan finger print ini, lanÂjut Siswono, hanya berlaku unÂtuk rapat paripurna, bukan abÂsensi harian. Selanjutnya unÂtuk anggota dewan yang memÂbolos sebanyak 6 kali pada paÂriÂpurna, maka akan dipecat. Hal ini seperti tercantum dalam Pasal 127 UU MD3, BK baru bisa memberikan sanksi angÂgota Dewan setelah 6 kali beÂrÂtuÂrut-turut tak hadir tanpa alasan yang sah
“Setiap bulan akan ada laÂpoÂran kepada fraksi masing-maÂsing berapa kali anggotanya haÂdir. Bagi anggota yang tidak haÂdir akan diberi peringatan, dan jika 6 kali tidak hadir akan diÂpecat,†ujarnya.
Mengenai adanya penolakan dari beberapa anggota DPR atas aturan baru tersebut, Siswono memakluminya. “Mungkin meÂreka belum tahu aturan di UU MD3,†kata dia.
Finger Print Bisa Di-Hack
Harga 14 unit mesin finger print dan satu hands key yang digunakan untuk daftar keÂhaÂdiÂran secara otomatis para angÂÂgota DPR sebesar Rp279 juta diÂnilai tidak wajar atau terÂlalu maÂhal.
Anggota Komisi IX PoemÂpida Hidayatulloh mengaÂtakan, angka Rp279 juta untuk 15 unit alat finger print memang terlalu mahal. Namun, harga itu akan wajar jika termasuk mainÂtenance dan software.
“Kalau itu termasuk, dari peÂrawatan, sistem, masih masuk akal. Sebab Kalau mendesain software mungkin enggak samÂpai Rp 20 juta, karena saya orang IT. Tapi untuk yang ini, saya enggak tahu detailnya. Agak enggak masuk akal kalau 15 unit harga segitu, tapi kalau dengan maintanance ke server itu masuk akal,†kata politisi Partai Golkar ini.
Biaya maintenance, lanjutÂnya, tergolong mahal dan teÂnaÂga ahlinya juga harus digaji. “Itu mungkin paket service ya, buka paket pengadaan,†katanya.
Pada awalnya ia mengaku kaget karena ada pemberlakuan sistem daftar hadir dengan fiÂnger print dalam Sidang PariÂpurna. Padahal, data sidik jariÂnya belum pernah dimasukkan. Namun, dia mengerti jika hari ini baru diberlakukan penÂdaÂtaan dan belum mulai pemÂberÂlaÂkuan alat untuk mendeteksi kehadiÂran anggota dewan daÂlam SÂidang Paripurna.
“Paling tidak saya apresiasi untuk memperbaiki kinerja anggota dewan, 98 persen bagus. Tapi, bisa saja di-hack, sebab sistem seperti ini terganÂtung dari operatornya. Segala sistem didesain untuk memÂperbaiki dan kalau ada oknum bisa memecahkan atau meÂmaÂnipulasi daftar hadir,†jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Pramono Anung meÂngaÂtaÂkan, DPR telah memilih peÂmeÂnang tender alat absensi elekÂtrik. Untuk pengadaan finger print ini, DPR merogoh kocek sebesar Rp 240-Rp 270 juta. PeÂmeÂnang tender finger print itu, seperti dikutip dari situs DPR, adalah CV Galung Brothers.
“Sudah ada pemenang tenÂdernya dan harganya cukup murah sekitar Rp 240 juta atau Rp 270 juta. Sekarang pemenaÂngannya sudah diumumkan, dan sudah masuk tahap perÂsiaÂpan pemasangan,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.