Murdjito, 37 tahun memilih menggunakan bus untuk kembali ke Jakarta setelah berlebaran di kampung halamannya, PurwoÂkerÂto, Jawa Tengah. Bersama istri dan dua anaknya, Mur tiba di TerÂminal Pulo Gadung, Jakarta TiÂmur sekitar pukul 1 siang kemarin.
Sambil menggendong anak lelakinya yang berusia 9 tahun, Mur berdesakan dengan peÂnumÂpang lain saat hendak turun dari bus Sinar Jaya yang ditumÂpaÂngiÂnya. Tangan kirinya meÂngÂganÂdeng anak perempuannya yang berjalan di depan.
Keluar dari pintu depan bus, Mur lalu mencari tempat teduh. Tak jauh dari tempat bus parkir. Setelah memerintahkan istri dan anaknya menunggu di sini, dia lalu kembali ke bus.
Bersama puluhan penumpang lainnya, Mur menunggu konÂdekÂtur bus mengeluarkan barang-baÂrang bawaan yang ada di bagasi sebelah kiri. Dua tas besar dan satu kardus ukuran sedang berÂpindah ke tangan Mur setelah meÂngantre sekitar 10 menit.
“Kami baru tiba dari rumah orang tua saya di daerah PurÂwoÂkerto. Biasanya kalau mudik, kami selalu naik kereta untuk berangkat dan pulang. Tapi kaÂreÂna tiket kereta sudah habis, terÂpaksa kami naik bus,†katanya saat ditemui Rakyat Merdeka di Terminal Pulo Gadung, kemarin.
Sebenarnya, kata Mur, ia ingin balik ke rumah kontrakannya di daerah Cempaka Putih, Jakarta Pusat sejak Jumat lalu (24/8). Ia pun berupaya mencari tiket juÂruÂsan Jakarta di Stasiun PurÂwoÂkerto. Kasak-kusuk selama enam jam tak satupun tiket diperoleh.
“Kata petugas loket di sana, tiket kereta sudah habis sejak jauh-jauh hari. Bahkan untuk keÂlas bisnis dan eksekutif, tiket juga sudah habis,†tutur Mur sambil meÂrapikan barang bawaannya.
“Kami khawatir tidak bisa pulang ke Jakarta, terpaksa saya naik bus yang harga tiketnya jauh lebih mahal. Habisnya besok (hari ini-red) anak-anak suÂdah harus masuk sekolah. Dan saya sendiri sudah harus kembali jualan,†tegas pria yang sehari-hari berjualan makanan ini.
Hal yang sama dialami Yanto 41 tahun, pria asal Tegal, Jawa Tengah. Keinginannya untuk heÂmat ongkos saat kembali ke JaÂkarta pupus. Dia juga tak keÂbaÂgian tiket kereta. Selama ini tiket kereta lebih murah dibanding tiket bus.
“Naik kereta ekonomi itu tiketnya sekitar Rp 38 ribu untuk satu orang. Tapi kalau naik bus, apalagi suasana lebaran ini, satu orang harus bayar sekitar Rp 80 ribuan,†jelasnya.
Tahun ini, kata Yanto, dirinya mudik bersama enam orang keÂluarganya. Terdiri dari istri, anak dan saudara sepupunya. Karena jumlah orang yang harus balik ke Jakarta 7 orang termasuk dirinya, tentu Yanto harus merogoh kocek lebih dari Rp 300 ribu.
“Bagi kami yang orang kecil ini, uang Rp 300 ribu cukup beÂsar. Apalagi, selama mudik keÂmarin sudah banyak uang yang keluar selama berada di kamÂpung,†kata pria yang bekerja seÂbagai buruh pabrik ini.
Sebenarnya Yanto tidak kaget bila tak bisa kembali ke Jakarta dengan menumpang kereta. Sejak Juli lalu ia sudah mencari tiket kereta untuk perjalanan pulang pergi dari Tegal ke Jakarta. NaÂmun dia hanya bisa memperoleh tiket keberangkatannya saja.
Ia mengaku telat mengantre di Stasiun Senen, Jakarta Pusat seÂhingga hanya bisa mendapat tiket untuk ke Tegal saja. “Awalnya saya beli untuk satu kali jalan saja. Tapi teman saya memberi tahu agar belinya sekalian untuk pulang juga. Ketika saya kembali lagi dan ikut antrean, tiket yang balik ke Jakarta sudah habis,†jelasnya.
Kendati demikian, Jumat maÂlam (24/8), Yanto tetap nekat daÂtang ke Stasiun Tegal meskipun tidak memiliki tiket kereta untuk pulang. Menurut pengalamannya bila tidak memiliki tiket, untuk pulang masih bisa memanfaatkan kereta sapu jagat.
“Ternyata tahun ini sudah tidak ada lagi kereta sapu jagat. Bahkan untuk naik saja, tempat duduk kita harus sesuai dengan nomor tiket,†bebernya.
Untuk diketahui, puncak arus balik lebaran tahun ini sudah terÂlihat sejak dua hari lalu. Jutaaan warga yang sebelumnya meÂraÂyaÂkan Idul Fitri di berbagai wilayah di tanah air dipastikan sudah kemÂbali pulang ke Jakarta. SoalÂnya, hari ini para pelajar mulai kembali masuk sekolah.
Sejak Sabtu hingga Minggu kemarin, puluhan ribu pemudik mulai berdatangan di beberapa terminal bus yang ada di Jakarta. Seperti di Terminal Pulogadung, Terminal Kampung Rambutan dan Terimal Lebak Bulus.
Di Terminal Pulogadung, JaÂkarÂta Timur, sekitar 30 ribu peÂnumpang yang menggunakan seÂbanyak 700 bus diperkirakan tiba dari berbagai kota di pulau Jawa. Keramaian penumpang yang tuÂrun terjadi di jalur kedatangan bus luar kota sejak pukul 1 siang. KonÂdisi kepadatan ini jauh berÂbeda dengan hari-hari sebÂeÂlumÂnya di mana arus kedatangan meskipun ramai namun tetap lancar.
Dari data terminal, sepanjang Minggu pukul 08.00-14.00 telah tiba 10.869 penumpang yang menggunakan 247 bus. “Jika arus kedatangan terus berlangsung seperti ini, hingga malam (kedaÂtaÂngan) bisa mencapai lebih dari 30.000 penumpang,†kata Kepala Terminal Pulogadung, M Nur.
Pada puncak arus balik LebaÂran tahun 2011 di Terminal PuÂloÂgadung, jumlah penumpang menÂcapai 24.597 yang diangkut meÂlalui 634 bus. Para penumpang mengatakan perjalanan terhadang kemacetan, baik di jalur pantai utara maupun jalur tengah. AkiÂbatnya, waktu tempuh jadi molor berjam-jam.
5 Ribu Tiket Kereta Arus Balik Hangus
Diduga Dibeli Lewat Calo
Aturan baru PT KAI untuk melakukan system boarding pass pada 1 September mendatang suÂdah memakan banyak “korbanâ€. Ribuan tiket kereta api dari berÂbagai daerah dengan tujuan JaÂkarÂta dinyatakan hangus.
Hangusnya ribuan tiket terseÂbut karena identitas yang ada di tiket tidak sesuai dengan penÂumÂpang yang memegangnya. AkiÂbatnya, banyak penumpang yang mengalami kerugian karena tiket yang sudah dipegang ternyata tiÂdak bisa digunakan.
Di Stasiun Purwokerto, tercatat ada sebanyak 2.189 tiket KA diÂnyatakan tidak berlaku (hangus) karena nama yang tercantum pada tiket tidak sesuai kartu idenÂtitas penumpang. Hal ini bisa diÂketahui, ketika petugas memeÂriksa tiket di pintu masuk peron. TerÂnyata identitas calon peÂnumÂpang tidak sesuai dengan nama yang tertera dalam tiket.
Hal yang sama juga terjadi di Stasiun Tegal, Jawa Tengah. Sebanyak 700 tiket kereta untuk kelas ekonomi dinyatakan haÂngus. Tiket terpaksa dibatalkan kaÂrena tidak sesuai dengan idenÂtitas pada KTP tanda identitas lainnya seÂperti SIM atau kartu pelajar.
Tak hanya Purwokerto dan TeÂgal, kejadian serupa juga terjadi di beberapa stasiun lainnya. MiÂsalnya di Bojonegoro, Semarang, YogyaÂkarta dan beberapa daerah lainnya. Dari semua tiket yang hangus, PT KAI mencatat hampir 5.000 tiket yang sudah dinyaÂtaÂkan hangus sepanjang perjalanan arus balik ini.
Kendati ada 5 ribu tiket yang haÂngus, Direktur Utama PT KeÂreta Api Indonesia (Persero) IgÂnasius Jonan menganggap keÂjaÂdian ini tergolong kecil. Menurut Jonan, tidak sampai 0,5 persen dari total tiket yang terjual.
Menurut Jonan, penyebab utama tiket yang hangus karena nama tidak sesuai identitas. Tidak hanya berbeda sama sekali, tapi juga karena calon penumpang sering menuliskan nama pangÂgilan atau nama julukan. “Jadinya memang tidak sesuai identitas,†ujarnya.
Jonan mengatakan tidak ada larangan membelikan tiket untuk orang lain. Asalkan nama yang tertera adalah nama penumpang yang akan berangkat. “Karena pasti ada pemeriksaan di peron dan di atas kereta,†ujarnya.
Menurut dia, ada kemungkinan masih ada masyarakat yang beÂlum tahu tentang kebijakan ini. Sehingga masih terjadi nama di tiket tidak sesuai identitas. NaÂmun dia meyakini ke depan maÂsyarakat akan semakin tahu dan bisa mengikuti aturan baru di atas. “Kami terus melakukan soÂsialisasi. Misalnya penempelan stiker di stasiun untuk mengiÂngatkan agar nama di tiket sesuai identitas,†katanya
Humas PT KAI (Persero) SuÂgeng Priyono secara tegas meÂnyatakan 5 ribu tiket yang hangus tersebut karena masyarakat memÂbelinya di calo.
Pantau Pendatang Baru Lewat Kamera CCTV
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI JaÂkarta, Purba Hutapea optimistis jumlah pendatang baru tahun ini mengalami penurunan.
Kalau lebaran tahun lalu penÂdatang baru berjumlah hingga 52.000 ribu orang, tahun ini diÂperÂkirakan hanya berkisar 45.000 hingga 48.000 pendatang.
Purba mengatakan, untuk menÂdata warga Jakarta yang muÂdik, pihaknya koordinasi dengan Dinas Perhubungan DKI dan Badan Pusat Statistik DKI.
Pendataan para pendatang baru itu dilakukan melalui banÂdara, terminal, stasiun kereta, jaÂlan tol dan jalan nontol. TemÂpat-tempat tersebut dapat menÂcatat pengendara yang melintas melalui pos-pos pengamanan LeÂbaran karena telah mengÂguÂnaÂkan kamera CCTV.
Biasanya mereka dari daerah mana saja? “Paling banyak dari Jawa Barat, kedua dari Jawa Tengah, ketiga dari Jawa Timur. Jawa Barat kan daerah tetangga. Sementara luar Jawa tidak seÂbesar Jawa,†jelasnya.
Purba mengatakan berdaÂsarÂkan catatan sementara DuÂkÂcaÂpil, jumlah pemudik pendatang mengalami penurunan. “Tahun lalu 52 ribu. Sekarang dipreÂdiksi bisa mencapai 45-48 ribu, Ini kan masih berproses. PerÂkiraan angka itu untuk jumlah pendaÂtang dalam 7 hari,†kata Purba
Guna mencegah terjadinya urbanisasi besar-besaran ke JaÂkarta, Purba mengatakan pihakÂnya berkerja sama dengan peÂmeÂrintah daerah lain.
“Seluruh provinsi di pulau Jawa ditambah Bali, Lampung, NTB, NTT dan setelah itu seleÂsai semua, kita akan menunggu beberapa pendatang baru yang balik baru akan dilakukan evaÂluasi,†ujarnya.
Purba mengatakan untuk penÂdatang baru ini jika mereka sudah melapor dan telah meÂmenuhi persyaratan, operasi yuÂsitisi tidak perlu dilakukan. “TeÂtapi nantinya jika masih banyak laporan dari ketua RT atau RW, nanti pendatang baru yang tidak mengindahkan peraturan, deÂngan terpaksa kita operasi yuÂsÂtisi,†tutur Purba.
Adapun tata cara pelaporan Purba menjelaskan pendatang baru yang ingin menjadi penÂduÂÂduk tetap harus membawa surat keterangan pindah dari daerahÂnya yang otomatis bawa NIK (Nomor Induk Kependudukan).
“Karena NIK sekarang sudah nasional. Setelah melapor ingin pindah pendatang harus menunÂjukan ada jaminan tempat tingÂgal dan pekerjaan di Jakarta, kaÂrena kita tidak mengharapkan orang datang ke Jakarta tanpa peÂkerjaan sebab bisa menimÂbulÂkan masalah sosial,†jelasnya.
Selain itu Purba mengatakan ada opsi kedua jika pendatang hanya ingin 1 bulan berada di JaÂkarta. Yakni memiliki persyaÂratan yang sama, hanya tidak perlu bawa surat keterangan pindah.
“Hanya surat keterangan jalan dan tidak perlu isi form biodata nantinya akan diterbitkan surat keterangan domisili sementara dan bisa diperpanjang tiap tahun. Jaminan bekerja jangan dianggap harus dari PT atau CV, dari warteg pun kita terima, jadi pembantu pun asal ada keteraÂngan dari kepala rumah tangga, itu juga berlaku,†tandasnya.
Lebih jauh, dia mengatakan pencegahan penduduk datang ke Jakarta harus melalui langÂkah-langkah yang paripurna atau terpadu. Sehingga, tindaÂkanÂnya tidak hanya sebatas operasi yusÂtisi. Operasi yustisi yang dilaÂkuÂkan Pemprov DKI Jakarta hanya sebagai pelengkap.
“Daerah pengirim kaum urÂban juga memakmurkan rakÂyatÂnya ,†kata Purba. ‘’Selain itu, pembangunan tersebar dan meÂrata di berbagai daerah seÂhingga menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan penÂdaÂpaÂtan per kapita.’’
Sementara itu, PT KAI mengÂkÂlaim bila sistem boarding pass yang diterapkan pada peÂnumÂpang kereta mampu memÂbantu program pemerintah meÂneÂkan angka urbanisasi ke JaÂkarta. Dengan sistem ini, orang yang tidak memiliki kartu idenÂtitas yang jelas tentu tidak bisa mengÂgunakan kereta api ke Jakarta.
“Boarding pass juga salah satu bentuk partisipasi perusaÂhaÂan kereta untuk menekan laju urbanisasi ke Jakarta, walaupun bukan itu tujuan utamanya. TuÂjuÂan utama kami untuk meÂningkatkan keamanan dan keÂnyamanan angkutan Lebaran pada tahun ini,†kata Kepala Humas PT Kereta Api Daerah Operasi I Mateta Rizalulhaq. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.