Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

30 Persen Penghasilan Untuk Advokasi Publik

Di Balik Aksi David Tobing Sering Gugat Pelayanan Publik

Jumat, 24 Agustus 2012, 09:11 WIB
30 Persen Penghasilan Untuk Advokasi Publik
David Lumbang Tobing
rmol news logo David Lumbang Tobing menyatakan sering melakukan gugatan hukum membela hak konsumen bukan karena kurang kerjaan. Itu dilakukan sebagai tanggung jawab sosial sebagai seorang advokat.  Dia menyisihkan 30 persen penghasilan untuk melakukan kegiatan tersebut.

Rakyat Merdeka pernah men­jumpai David Tobing, sepekan sebelum hari Raya Idul Fitri. Kegiatan David yang padat men­ja­uhkan pandangan miring ten­tang­nya yang dianggap sebagian ka­langan sebagai orang kurang kerjaan karena sering melakukan gugatan hukum mempersoalkan yang dinilai orang sebagai ma­salah kecil.

Siang itu, David terlihat jalan tergesa-gesa menuju lantai dua kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Penampilanya cukup rapih. Dia mengenakan ke­meja batik dipadu dengan celana bahan berwarna hitam sambil menenteng tas kecil di tangan ka­nannya. “Saya mau diskusi sama teman-teman LBH Jakarta,” kata David menjawab sapaan kami.

Sebelum meja diskusi digelar, di kantor bantuan hukum itu, David menceritakan latar be­lakang dan alasannya sering melakukan gu­gatan membela hak konsumen.

David mengatakan, sering melakukan gugatan hukum bu­kan karena tidak memiliki pe­kerjaan. Dia bekerja sebagai advokat di kantor pengacara Adams & Co, Counsellors at Law sejak tahun 1999. Kegiatan ter­sebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya se­bagai pengacara. Dia ingin keluar dari pakem dan pandangan ba­nyak orang kalau kebanyakan pengacara ogah menangani kasus kecil karena tidak menghasilkan keuntungan materi. David ingin menunjukkan tidak semua pe­nga­cara selalu melakukan pembelaan hukum karena ingin memcari keuntungan pribadi. Masih ba­nyak pengacara yang mau me­m­perhatikan hal-hal kecil.

Kasus perdana ditangani David yakni perkara hilangnya mobil Toyota Kijang Super B 255 SD milik Anny R. Goeltom di pe­lataran parkir supermarket Con­tinent (sekarang Carrefour), Cempaka Mas, Desember 2000.

Dia mengetahui kasus ke­hilangan mobil itu kebetulan, putra Anny, Hontas Tambunan, adalah kawan baik David. Ke­duanya bergabung dalam ke­lom­pok paduan suara Oratorio. Di­ung­kapkannya, mobil tersebut sa­ngat berarti bagi Anny dan Hon­tas karena sering dipakai un­tuk mengangkut jemaat ke gereja.

David tergugah melakukan gugatan hukum karena melihat dalam kasus ini pemilik mobil tidak mendapatkan pertanggung jawaban atas kehilangan ken­daraan tersebut. Padahal bukti-buk­ti kepemilikan dan tanda par­kir masih ada di tangan Hontas.

Semangatnya melakukan gu­gatan hukum semakin meng­ge­buh ketika melihat fenomena dimana selama ini banyak kon­sumen yang kehilangan ken­daraan hanya bisa pasrah.

Konsumen hanya bisa curhat lewat surat pembaca di media cetak. Sementara, pengelola jasa perparkiran nyaris selalu cuci tangan dan lepas tanggung jawab. Yang membuatnya kesal, para pengelola terang-terangan meng­gunakan klausul baku yang umum­nya tertulis dalam tiket parkir yang menyatakan pengelola tidak bertanggung jawab atas ke­hi­langan kendaraan. Padahal,  lepas tanggung jawab itu berlawanan dengan Undang-Undang Per­lindungan Konsumen.

Dalam kasus ini, David ber­hasil memenangkan gugatan. Sejak pengadilan tingkat per­tama, banding, hingga Mah­kamah Agung, para hakim meng­abulkan gugatannya.

PT Secure Parking diwajibkan membayar ganti rugi Rp 60 juta.  Sejak kasus ini dia kemudian melakukan sejumlah kasus gu­gatan hukum lain, terkait pem­belaan hak konsumen. Namanya pun popular.

David menuturkan, tidak mu­dah melakukan advokasi hukum membela publik. Cobaannya banyak. Banyak orang mema­dang sebelah mata karena di­anggap kurang kerjaan meng­urusi perkara yang dipandang orang perkara kecil.

Selain itu, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengurus per­kara tidak sebanding dengan nilai ganti rugi yang akan diperoleh atas memenangkan perkara di Pengadilan.

Apa ketenaran anda mem­pengaruhi bertambahnya klien? David menjawab,  tidak mau aji mumpung memanfaat popu­laritasnya seiring banyak me­menangkan kasus membela hak konsumen.

Ditegaskannya, tetap selektif di dalam menangani perkara. David  pantangan membela kasus ko­rupsi. “Pernah ada yang sese­orang menawari saya menangani kasus korupsi dengan nilai uang yang mengiurkan, tetapi maaf saya tidak tergoda,” katanya.

Namun demikian, David tidak menafikkan ingin hidup layak dan sejahtera sebagaimana ma­nusia pada umumnya.  Karena itu dia juga membagi waktunya secara khusus untuk menangani klien yang membayar jasanya dengan profesional.

Dari kegiatan professional itu menurutnya tidak sepenuh pen­dapatan masuk ke kantongnya. Dia  menyisihkan  30 persen ke­untun­gannya un­tuk modal mem­bela hak konsumen. “Isti­lahnya subsidi silang. Dengan cara ini, kliennya saya malah bertambah banyak dan antri untuk men­dapatkan jasa hu­kumnya,” k­a­tanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA