Perempuan asal Sumatera Utara ini tak hanya menunggu pembeli. Ia pun naik turun bus antar kota untuk menawarkan uang receh kepada para peÂnumÂpang. “Belum ada yang mau,†kata ibu seorang anak ini.
Menjelang lebaran banyak orang yang membutuhkan uang reÂceh. Uang itu untuk dibagi-bagikan kepada sanak saudara maupun kerabat saat hari raya.
Melihat peluang ini, memasuki minggu kedua Ramadhan marak bermunculan pedagang uang receh seperti Rosi. Untungnya pun lumayan.
Rosi mengaku setiap hari bisa menjual uang receh sampai Rp 5 juta. Mulai dari pecahan Rp 1.000, Rp 2 ribu, Rp 5 ribu, Rp 10 ribu sampai Rp 20 ribu.
Setiap kali transaksi uang reÂceh, ia mengutip keuntungan seÂbesar Rp 10 ribu. Misalnya, satu geÂpok atau 100 lembar uang peÂcaÂhan Rp 1.000 dijualnya seharÂganya Rp 110 ribu. “Tapi kalau ada yang nawar Rp 5 ribu, juga saya kasih,†katanya.
Uang receh diperoleh Rosi dari seorang “bandar†di Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Bandar itu siap menyediakan berapa pun uang receh yang dibutuhkan. “BiaÂsanya bandar mengambil unÂtung Rp 3.500 untuk setiap paket uang pecahan,†katanya.
Berjualan uang receh baru dilaÂkoni Rosi pada musim Lebaran tahun ini. Sebelumnya dia kerja di kantoran. Belakangan perusaÂhaÂaÂnnya gulung tikar. Ia pun keÂhiÂlangan pekerjaan dan penghasilan.
Rosi akhirnya jadi penjaja uang receh. “Yang penting saya berÂjuaÂlan secara halal untuk mengÂhiÂdupi anak semata wayangnya,†kata perempuan bertubuh gemuk ini.
Jika sedang mujur dia bisa mengantongi keuntungan bersih sampai Rp 300 ribu. “Tapi sering kali tidak dapat untung. Malah tekor buat ongkos makan dan minum,†katanya.
Rosi sudah nongkrong di TerÂminal Lebak Bulus sejak pukul 9 pagi. Ia baru pulang ke rumah pada 6 sore. Di sini, dia tak sendirian menÂjajakan uang receh. Sedikitnya ada 20 perempuan yang juga menÂcari nafkah dengan cara sama.
Pengamatan Rakyat Merdeka di Terminal Lebak Bulus Jumat lalu hanya segelintir orang yang memanfaatkan jasa penukaran uang receh yang ditawarkan Rosi dan rekan-rekannya.
Beberapa tahun terakhir, seÂjumÂlah bank menyediakan jasa layanan bergerak penukaran uang receh. Layanan ini untuk memÂperÂmudah masyarakat memÂperÂoleh uang receh jelang Lebaran.
Beberapa bank membuka layaÂnan penukaran uang receh di laÂpangan parkir Monas mulai 23 Juli sampai 16 Agustus 2012.
Putra (40) rela datang jauh-jauh dari Pamulang, Tangerang Selatan ke sini untuk memperoleh uang receh. “Setelah mendapat info ada penukaran uang gratis saya langsung datang ke sini, karena bisa ditukar berapa saja,†katanya.
Ia merasa uang yang diperoleh dari loket resmi terjamin keÂasÂliÂanÂnya. Tak akan ditemukan uang palsu yang terselip di antara uang receh yang ditukarkan.
Putra perlu banyak uang receh untuk dibagi-bagikan saat LeÂbaran. Ia menukarkan uang Rp 2 juta dengan pecahan Rp 10 ribu. “Uang ini akan saya kasih ke keponakan dan tetangga di dekat rumah,†katanya.
Pria yang mengenakan kemeja warna biru ini tak memÂperÂsoalÂkan antrean yang panjang yang harus dilaluinya untuk memÂperÂoleh uang receh. “Yang penting uangnya terjamin keasliannya dan tidak ada selisih harga,†katanya.
Sejumlah pedagang ternyata juga memanfaatkan loket yang diÂbuka bank di Monas untuk memperoleh uang receh yang bakal dijual. Salah satunya Wati.
Uang Rp 5 juta miliknya ditukar jadi pecahan Rp 1.000, Rp 5 ribu dan Rp 10 ribu. “Uang pecahan ini yang paling laku,†katanya.
Perempuan berusia 45 tahun ini mengaku lebih menguntungkan memperoleh uang receh dari bank ketimbang dari bandar. Sebab, uang receh yang diteriÂmanya sama dengan jumlah uang dibayarkan.
Wati pun bisa menjual uang receh dengan harga lebih rendah dibanding pedagang lainnya. Ia hanya mengambil untung Rp 5 ribu dari setiap gepok uang receh yang dijualnya. Contohnya, 100 lembar pecahan Rp 1.000 dijual Rp 105 ribu.
Asisten Direktur Divisi PeÂngeÂlolaan Uang Keluar Bank IndÂoÂneÂsia (BI), Hikmah Rinaldi meÂngatakan pihaknya bekerja sama dengan sembilan bank memÂbuka layanan penukaran uang receh di Monas hingga H-3 Lebaran.
“Kegiatan ini untuk memÂpeÂrÂmudah masyarakat memenuhi keÂbutuhan uang pecahan kecil saat Lebaran. Bila menukarkan uang di tempat yang sudah kami sediakan ini, dijamin keamanan dan keaslian uangnya,†katanya.
Kegiatan ini sudah berlangÂsung tiga tahun terakhir. Tahun lalu pesertanya hanya enam bank. Kali ini diikuti Bank Mandiri, BCA, BNI, BRI, Bank DKI, BJB, BTN, Bank Permata, dan CIMB Niaga.
Uang receh yang disediakan yakni pecahan Rp1.000, Rp 2.000, Rp 5.000, Rp 10.000, dan Rp 20.000. Loket penukaran uang buka sejak jam 9 pagi sampai 2 siang.
Rata-rata terjadi 400 transaksi penukaran uang receh setiap hari. “Setiap tahun transaksi ini juga selalu mengalami peningkatan,†ujar Hikmah. Ia memperkirakan, transaksi akan sangat tinggi pada seminggu menjelang Lebaran.
Pengamatan Rakyat Merdeka ada sembilan tenda putih yang berdiri di lapangan parkir Monas. Tenda ini merupakan tempat peÂnuÂkaran uang receh yang diÂseÂdiakan bank.
Puluhan orang antre di bawah tenda berukuran 4x3 meter ini. Kursi-kursi disediakan untuk warga yang hendak menukarkan uang receh. Di ujung tenda terÂdaÂpat sebuah mobil. Mobil ini suÂdah dimoÂdifiÂkasi untuk melaÂyani penukaran uang receh.
Layanan mulai dibuka pukul 9 pagi. Sebelum menukarkan uang perlu mengambil nomor urut. PeÂtugas lalu memanggil berdaÂsarÂkan nomor urut. Orang yang noÂmor urutnya dipanggil bisa meÂnuÂkarkan uang ke mobil. JumÂlahÂnya tidak dibatasi.
Untuk menjaga keamanan peÂnuÂkaran uang, sejumlah personil Brimob Polri ditempatkan di sini. Mereka dilengkapi senjata laras panjang. Selain di Monas, laÂyanan penukaran uang receh juga dibuka di sejumlah pasar. Ada mobil layanan yang keliling Jabodetabek.
Peredaran Uang Palsu Marak Jelang Lebaran
Kepala Biro Humas Bank Indonesia (BI) Difi Johansyah mengimbau masyarakat agar menukarkan uang receh di tempat resmi seperti kas keliling atau kantor bank.
Difi mengatakan penukaran uang di outlet resmi bisa mengÂhindari risiko mendapat uang palsu. “Kita sediakan kas keliling saat puasa, jadi masyarakat bisa menukar di sana. Kalau di calo memang berisiko,†katanya.
Selain itu, Difi menyarankan maÂsyarakat lebih memilih tranÂsaksi melalui electronic money alias e-money. Transaksi model ini jauh lebih aman daripada mengÂgunakan uang tunai.
“Sekarang serba canggih. MiÂsalÂkan kirim uang dengan nomiÂnal yang lumayan besar melalui ATM makin gampang,†katanya.
Transaksi elektronik ini juga bisa dilakukan lewat internet banking. Ini salah satu cara untuk menekan beredarnya uang palsu yang biasanya marak saat puasa dan menjelang Lebaran.
Difi mengaku pihaknya telah melakukan sosialisasi mengenai penggunaan e-money ke berbagai daerah. Hasilnya peredaran uang palsu pun berkurang.
“Kalau secara umum yang maÂsih dalam batas normal. Yaitu yaÂitu enam lembar hingga sembilan lembar uang palsu per Rp 1 juta. Kalau yang bahaya itu ya uang palsunya sudah 100 lembar per Rp 1 juta,†katanya.
Deputi Gubernur BI Ronald Waas mengatakan, pihaknya meÂnyediakan uang tunai menjelang lebaran 2012 mencapai Rp 89,38 triliun. Naik 11,3 persen dibanÂdingkan lebaran tahun lalu.
Jumlah ini dianggap cukup untuk memenuhi kebutuhan maÂsyarakat yang merayakan LebaÂran. “Baik dari sisi jumlah keÂseÂluruhan maupun jumlah per peÂcahan,†katanya.
Kebutuhan uang pecahan besar di atas Rp 20.000, diperkirakan menÂcapai Rp 81,12 triliun. Sedangkan uang pecahan kecil Rp 8,26 triliun.
Dari Rp 89,3 triliun yang diseÂdiakan BI untuk Lebaran ini, Rp 56,4 triliun di antaranya meÂruÂpakan uang cetakan baru.
Angka tersebut sudah hampir 30 persen dari rata-rata cetak uang baru selama satu tahun yang mencapai sekitar Rp 160 triliun.
Uang tunai ini juga untuk mencukupi ketersediaan uang di setiap mesin anjungan tunai mandiri (ATM), terutama pada enam hari libur nasional.
Ulama Haramkan Jasa Penukaran Uang Receh
Fenomena kemunculan peÂdagang uang receh musiman suÂdah berlangsung lama. Baru beÂberapa tahun terakhir belaÂkaÂngan jasa penukaran uang receh ini dipersoalkan. Sejumlah ulaÂma Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkannya prakÂtik ini lantaran dianggap riba.
Ketua MUI Jawa Barat BiÂdang Komisi Fatwa Salim Umar menegaskan transaksi penuÂkaÂran uang receh yang marak menÂjelang hari raya Lebaran terÂmaÂsuk kegiatan jual-beli yang diÂharamkan. “Itu termasuk riba yang mengambil keuntungan dari perdagangan yang tidak sah,†ujarnya.
Uang menurut ajaran Islam, kata Salim, adalah alat tukar dan bukan komoditi yang boleh diÂperdagangkan. Transaksi penuÂkaran uang receh dalam mata uang rupiah tidak bisa disamaÂkan dengan transaksi penukaran uang ke dalam mata uang negara lain.
“Jelas transaksi penukaran uang receh termasuk riba, kareÂna misalnya satu lembar peÂcaÂhan 10 ribu ditukar hanya deÂngan sembilan lembar pecahan 1.000,†katanya.
Walaupun demikian, Salim mengatakan, MUI sampai saat ini belum mengeluarkan fatwa yang menegaskan bahwa tranÂsaksi penukaran uang receh adaÂlah haram.
“Kami tidak meÂngeluarkan fatwa karena beranggapan masyarakat sudah tahu bahwa transaksi tersebut termasuk riba yang diharamkan,†katanya.
Sutoyo, Ketua MUI Kota MaÂdiun, Jawa Timur juga mengÂhaÂramÂkan jasa penukaran uang receh. Sebab ada ada kelebihan uang yang dibayarkan masyaÂraÂkat kepada jasa penukaran uang.
“Misalnya, Anda mÂenuÂkarÂkan uang Rp 100 ribu dengan lembaran uang pecahan berapa pun, Anda diharuskan meÂmÂbaÂyar uang Rp 110 ribu. Ini yang termasuk dalam kategori riba,†katanya.
Sutoyo juga menengarai ada permainan oknum perbankan dengan bandar jasa penukaran uang. Kecurigaannya muncul kaÂrena masyarakat sulit memÂperoleh uang receh menjelang Lebaran.
“Namun di lapangan, jasa peÂnÂÂuÂkaran uang seolah gampang mendapatkan uang receh terÂsebut dalam jumlah sebesar seÂkali pun,†katanya.
Ketua MUI Jombang Jawa TiÂmur, Cholil Dahlan juga mengÂharamkan praktik jasa penuÂkaran uang. “Seseorang yang ingin mendapatkan uang Rp 100 ribu dalam bentuk pecahan Rp 10 ribuan, maka yang harus membayar sebesar Rp 110 ribu. Nah, dari situ terdapat selisih Rp 10 ribu. Itulah yang dinamakan riba dan haram hukumnya,†katanya.
Menurut dia, kelebihan uang dalam tukar menukar barang yang nilainya sama adalah riba dan hukumnya haram.
Cholil mengimbau masyaraÂkat tidak menukarkan uangnya kepada jasa penukaran uang. Jika tetap ingin menukarkan uang, bisa langsung ke bank. Pasalnya, tidak ada kelebihan nilai yang harus dibayarkan.
“Pada prinsipnya, praktik tuÂkar menukar uang boleh-boleh saja dilakukan, asalkan nomiÂnalnya sama dan tidak dilebihÂkan,†katanya.
Rosi, pedagang uang receh di Terminal Lebak Bulus, Jakart Selatan tak ambil pusing dengan sikap ulama yang mengÂhaÂramÂkan pekerjaannya.
“Seharusnya yang menjadi perhatian ulama itu orang yang korupsi dan mencuri uang neÂgaÂra dalam jumlah besar. BuÂkan orang kecil kayak kita ini,†katanya.
Rosi beralasan masyarakat justru terbantu dengan keberaÂdaan jasa penukaran uang receh. Orang tak perlu antre di bank untuk memperoleh uang receÂhan. “Malahan kami yang menÂdatangi pembeli,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.