Bekas Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu tak menghadiri upaÂcara penerimaan taruna baru Akpol di Semarang. Lazimnya, upacara dipimpin gubernur. Kali ini Wakil Gubernur Brigjen BamÂbang Usadi yang jadi inspektur upacara. Kata Bambang, Djoko pergi ke Jakarta karena ada uruÂsan penting.
Ke mana Djoko? Rakyat MerÂdeka pun menyambangi rumah Djoko di Leuwinanggung, Tapos, DeÂpok. Kediaman jenderal binÂtang dua itu terletak di Jalan LeuwiÂnanggung Nomor 69 RT 01 RW 08.
Pagar setinggi dua meter yang menghiasi batu membentengi “istana†Djoko. Pagar itu meÂmiÂliki panjang sekitar 30 meter. GerÂbangnya selebar empat meter terbuat dari besi yang dicat coÂkelat tua.
Gerbang diapit dua pilar berÂbenÂtuk bersegi. Di atas pilar sebeÂlah kanan dipasang lampu model klasik. Di pilar ini pula dipasang seÂbuah kamera CCTV. Kamera diÂarahkan ke bawah untuk meÂmanÂtau situasi di depan gerbang.
Rakyat Merdeka mencoba meÂngetuk gerbang tiga kali. Tidak ada respons dari dalam. Hanya ada sedikit celah di gerbang ini. Dari celah ini bisa terlihat kondisi di dalam.
Di dalam terdapat bangunan kecil berwarna krem. Bentuknya memanjang. Selebihnya hanya terlihat pekarangan yang ditutupi cone block. Neri yang tinggal di seÂberang jalan membenarkan ruÂmah itu milik Djoko Susilo. SeÂpeÂngetahuannya si empunya ruÂmah jarang nongol.
“Selama puluhan tahun tinggal di sini, saya nggak pernah lihat ada aktifitas di rumah ini,†kata pria yang membuka usaha bengkel ini.
Neri mengungkapkan, rumah besar itu sepasang suami-istri. Keduanya adalah pembantu di ruÂmah itu. “Mereka hanya keluar saat belanja dan setelah itu langÂsung kembali ke dalam rumah dan tidak pernah mengobrol deÂngan tetangga,†katanya.
Djoko juga tertutup dengan warÂga sekitar. “Kalau jendral poÂlisi yang di sampingnya sering memberikan bantuan kepada teÂtangganya termasuk memberikan uang santunan bila mendekati LeÂbaran. Saya juga dapat,†kata Neri. Rumah milik salah satu peÂtinggi Polri itu juga megah.
Sejak Djoko ditetapkan sebaÂgai tersangka, banyak wartawan yang datang ke sini. Sepasang suami-istri pembantu di rumah Djoko pun tak pernah terlihat lagi.
“Saya nggak tahu keberadaan mereka, biasanya tiap pagi atau sore keluar. Mungkin takut sama wartawan,†kata Neri.
Kediaman Djoko berdiri di atas tanah seluas 1.000 meter persegi. “Saat ini tanah di sini harganya sudah mencapai Rp 2 juta per meternya,†kata Neri. Bila dihitung, nilai tanah itu mencapai Rp 2 miliar
Sangken, Ketua RW 08 meÂngungkapkan, tanah yang kini berÂdiri rumah bernomor 69 itu dibeli atas nama Suratmi, istri DjoÂko. Wanita kelahiran Solo taÂhun 1969 ini membeli secara berÂtahap. “Tahun belinya 2001,†katanya.
Sangken mengaku tak kenal secara pribadi dengan Djoko. BeÂgitu pula warga di sekitar ruÂmahÂnya. Untuk mengurus izin lingÂkuÂngan, biasanya Djoko mengiÂrim orang. “Nggak pernah datang Pak Djoko. Paling yang ngurus suÂrat itu orang suruhannya doang,†ujarnya. Orang suruhan Djoko masih warga di sini.
Sangken mengungkapkan pemÂbangunan rumah di tanah yang dibeli istri Djoko masih berÂlangsung. Ini bisa dilihat dari baÂgian depan rumah yang belum diÂtutupi cone block. Ada gundukan tanah untuk meratakan lahan yang akan ditutupi cone block.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang disetor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Djoko mengaku memiliki harga senilai Rp 5,62 miliar.
Rinciannya, harta tak berÂgeÂrak Rp 4,6 miliar. Harga berÂgeÂrak Rp 775 juta. Giro atau setara kas Rp 237 juta. Di antaranya harÂga yang dilaporkan Djoko adaÂlah tanah dan bangunan di biÂlangan Jakarta Selatan dan moÂbil Toyota Innova yang diÂbeli tahun 2005. Kemudian loÂgam mulia, batu mulia, barang antik senilai Rp 500 juta.
Laporan kekayaan ini disamÂpaiÂkan pada 20 Juli 2010 saat Djoko masih menjabat KakorÂlantas Polri. Setelah dicopot dari posisi orang nomor satu di Korps Lantas itu, Djoko tak pernah lagi melaÂporkan kekayaannya kepada KPK.
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), BoÂyamin Saiman menduga Djoko juga memiliki tanah dan baÂnguÂnan yang terletak di Jalan Perintis Kemerdekaan, Sondakan LaweÂyan, Solo. Luas tanahnya menÂcaÂpai 5 ribu meter persegi.
Masih menurut Boyamin, taÂnah itu dibeli pada 2009. PemÂbaÂngunan rumah dimulai 2010 hingga 2011. Ia lalu mencoba menghitung nilai aset itu.
“Taksiran harga tanah tiga tahun lalu Rp 25 miliar. Nilai bangunannya Rp 10 miliar. Nilai mebeler dan barang antik Rp 5 miliar. Jadi kalau dijumlahkan nilai keseluruhannya sekitar Rp 40 miliar,†katanya.
Di depan rumah itu dipasang papan nama berinisial CC. BoÂyamin mengatakan, kepemilikan tanah itu bisa ditelusuri lewat notaris di Solo berinisial SN. “NoÂtaris tersebut melakukan proÂses jual beli dan balik nama terhadap tanah tersebut di kantor BPN, Surakarta,†katanya.
MAKI, kata Boyamin, telah melaporkan temuan itu ke KPK. Ia pun siap membantu KPK untuk bertemu dengan orang-orang yang mengetahui asal-usul tanah itu.
Juru Bicara KPK berjanji akan menelusuri laporan ini. Kata dia, laporan sedang ditelaah di bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas). Pengacara Hotma Sitompul yang mengaku telah ditunjuk sebagai kuasa hukum Djoko, meminta agar harta yang dimiliki kliennya jangan disangkutpautkan dengan kasus korupsi pengadaan simuÂlator mengemudi di Korlantas.
Ia pun menantang untuk meÂnelusuri asal-usul harta kliennya. “Ya silakan dibuktikan. Jangan orang kaya terus (dikira) jahat,†kata Hotma.
Kuasa Hukum Protes Soal Penggeledahan
Kuasa hukum Djoko Susilo, Hotma Sitompul membantah tuduhan KPK yang menyebut kliennya menerima suap dari pengadaan alat simulasi peÂngemudi.
“Tidak ada penyuapan yang diÂterima oleh klien kami. SeÂmua tender telah dilakukan seÂcara transparan dan sesuai keÂtentuan hukum yang berlaku,†katanya.
Menurut Hotma, satu-satunya keterangan yang menyatakan telah terjadi penggelembungan harga dan penyuapan hanya dari Bambang Sukotjo. Itu pun, kata dia, tanpa didukung bukti-bukti lain. Bambang yang jadi saksi utama itu ternyata juga terdakÂwa kasus penipuan.
Walaupun hanya ditunjuk jadi kuasa hukum Djoko, Hotma mempersoalkan penggeledahan yang dilakukan KPK di Markas Korps Lantas. Kata dia, pengÂgeledahan itu tanpa koordinasi dengan Polri.
“Seharusnya jika salah satu suÂdah menangani dari awal samÂpai akhir, harus dia yang meÂnangani. Kenyataannya KPK tanpa koordinasi telah melakuÂkan penggeledahan,†katanya.
Hotma menyayangkan KPK kesepakatan yang dibuat deÂngan Polri dan Kejaksaan Agung. “KPK seharusnya berÂkoordinasi dengan kepolisian dalam tindak pidana korupsi yang melibatkan Polri,†ujarnya.
Fokus Ke Saksi, Djoko Susilo Belum Digarap
Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengatakan, pihaknya beÂlum akan memeriksa Djoko SuÂsilo yang telah ditetapkan seÂbaÂgai tersangka kasus korupsi peÂngadaan simulator mengemudi.
KPK, kata dia, masih meÂngumÂpulkan keterangan dari saksi. “Kami akan lebih fokus kepada pemeriksaan saksi-saksi untuk yang bersangkutan terleÂbih dahulu,†katanya.
Mengenai pemeriksaan DjoÂko, Johan tak bisa memasÂtiÂkanÂnya waktunya. “Kami pasÂtiÂkan yang bersangkutan akan diÂpeÂriksa,†katanya. Selain Djoko, KPK juga menetapkan Wakil Kepala Korps Lalu Lantas (Waka Korlantas) Brigjen Didik Purnomo sebagai tersangka kasus yang sama.
Didik pun telah dicekal pergi ke luar negeri. Wakil Menteri HuÂkum dan HAM Denny IndraÂyana membenarkan pihaknya sudah menerima permintaan pencegahan atas nama Didik.
Surat permintaan pencegahan dari KPK diterima Rabu lalu (1/8). “Berdasarkan surat perÂminÂtaan KPK perihal pencegahan atas nama Djoko Susilo dan kaÂwan-kawan, tanggal 1 Agustus 2012, dan skep pimpinan KPK guna kepentingan penyidikan terkait pengadaan driving siÂmulator roda dua dan roda emÂpat pada Korlantas Mabes Polri 2011,†jelasnya.
Selain Didik dan Djoko, penÂceÂgahan dilakukan terhadap Teddy Rusmawan, dan Budi Santoso. Teddy yang berÂpangÂkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) ini diketahui seÂbaÂgai Ketua Panitia Pengadaan ProÂyek Simulator SIM 2011. Dia juga diberitakan pernah meÂmuÂkul Direktur PT Inovasi TekÂnologi Indonesia Bambang SuÂkotjo yang jadi saksi penting dalam kasus ini.
Adapun Budi Santoso dikeÂtahui sebagai bos PT Citra ManÂdiri Metalindo Abadi (PT CMMA), perusahaan yang menÂjadi pemenang tender proÂyek simulator senilai Rp 198 miÂliar tersebut. Surat permoÂhoÂnan pencegahan atas nama Budi, kata Denny, diterima Imigrasi lebih dulu yakni pada Senin 30 Juli 2012.
Dalam kasus korupsi pengaÂdaan simulator SIM tahun angÂgaran 2011, KPK menetapkan empat tersangka. Yakni bekas Korlantas Irjen Djoko Susilo, Waka Korlantas Brigjen Didik Purnomo, Direktur Utama PT ITI Bambang Sukotjo dan Dirut CMMA Budi Susanto.
Djoko dijerat dengan pasal penyalahgunaan wewenang dan upaya memperkaya diri sendiri dengan merugikan negara. KaÂsus ini diduga menyebabkan keÂrugian hingga Rp 100 milliar. Tiga tersangka lainnya diÂangÂgap turut terlibat dalam upaya “meÂnilep†uang negara ini. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.