Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Buka Puasa Gratis, Sediakan 2 Ribu Nasi Kotak Setiap Hari

Ngintip Kegiatan Ramadhan Di Masjid Istiqlal

Minggu, 29 Juli 2012, 08:56 WIB
Buka Puasa Gratis, Sediakan 2 Ribu Nasi Kotak Setiap Hari
ilustrasi, Buka Puasa
rmol news logo Hasan terlihat serius memantau rekan-rekannya yang tengah sibuk mengepak makanan matang ke dalam  boks putih. Koordinator Persiapan Takjil Masjid Istiqlal Jakarta berhenti mondar-mandir ketika speaker masjid mengumandangkan adzan Ashar.

“Ayo cepat dikit, sudah masuk waktu Ashar. Makanan ini harus sudah selesai dikemas sebelum jam 4 sore,” kata Hasan setelah suara adzan tidak lagi terdengar.

Hasan dan rekan-rekan me­nyiapkan makanan buka puasa di salah satu ruangan yang terletak di pinggir Jalan Juanda, Jakarta Pusat.  Dua puluh empat orang be­kerja di ruangan berukuran 4x4 meter ini. Mereka berdesak-de­sa­kan dengan peralatan dan ma­ka­nan yang telah matang.

Tim pengemas makanan ini, kata Hasan,  mulai bekerja sele­pas  Dzuhur. Targetnya sebelum jam 4 sore, makanan sudah se­lesai dikemas ke dalam boks. Mu­lai jam 5 makanan itu akan dibawa ke masjid untuk dibagi-bagikan ke masyarakat yang berbuka di situ.

“Kalau tahun-tahun sebe­lum­nya, kita bekerja kurang ada rit­menya. Sehingga target pe­nye­lesaiannya, cenderung meleset. Pernah sebentar lagi buka, ma­ka­nan belum siap dimasukkan ke boks,” ungkapnya.

Berada tidak jauh dari tempat pengemasan makanan, terdapat ruangan terbuka yang hanya d­itu­tup kain bekas spanduk. Ruangan ini merupakan dapur umum Masjid Istiqlal. Di tempat inilah bahan makanan untuk berbuka puasa diolah.

Menurut Hasan, setiap tahun di bulan Ramadhan, Badan Pelak­sa­na Pengelola Masjid Istiqlal (BPPMI) selalu menyiapkan menu berbuka puasa. Dalam se­hari, kata dia, disiapkan  2 ribu sam­pai 2.500 boks.

“Senin sampai Kamis, kami siapkan makanan berbuka seba­nyak 2 ribu boks. Tapi kalau Ju­mat-Minggu, jumlahnya kami tambah menjadi 2.500 boks. Ka­rena memang Jumat-Minggu yang berbuka di sini lebih ba­nyak,” jelas Hasan. Menu ma­ka­nan di dalam boks seharga Rp 8 ribu.

“Menunya ganti-ganti. Ada te­lor, daging, ayam atau ikan. Tapi harganya tetap, yakni di­kisaran Rp 8 ribu,” katanya.

Umumnya, peserta buka puasa adalah orang-orang jauh yang memang sedang dalam per­ja­la­nan. Tapi tidak sedikit juga warga sekitar yang sengaja datang memang untuk ikut buka bersama di Istiqlal.

“Bahkan kalau hari libur, ada warga yang rumahnya sangat jauh misalnya dari Bekasi atau Depok sengaja datang ke sini. Se­lain untuk buka puasa, mereka juga sekalian ingin tarawih di­sini,” bebernya.

Kata Hasan, pihak Masjid Is­tiqlal sama sekali tidak me­mu­ngut biaya sepeser pun kepada peserta buka bersama. Semua makanan yang disediakan adalah gratis. Karena memang anggaran yang dipakai untuk membuat makanan juga berasal dari masyarakat.

“Selama Ramadhan, banyak donatur yang datang kesini untuk memberikan sumbangan pada panitia buka puasa. Sumbangan itulah yang nantinya dipakai untuk biayai makanan berbuka selama Ramadhan,” kata pria berkacamata ini.

Ketua Takmir Masjid Istiqlal KH Adnan Harahap mengatakan tidak ada persiapan khusus yang berbeda dari penyelenggaraan acara serupa di bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya.

Pria yang sudah menjabat tiga periode ini mengatakan, kegiatan ini sudah berjalan sejak ia belum menjabat sebagai Ketua Takmir. Namun baru terorganisir dengan baik lima tahun terakhir.

“Kalaupun ada yang berbeda, kami mengharapkan ada pe­ning­katan. Peningkatannya ya dari kualitas makanannya, sebisa mungkin tetap kami tingkatkan dengan menyesuaikan dana yang ada,” katanya.

Perihal pendanaan, Adnan me­ngatakan, kegiatan yang ber­uru­san dengan masalah ibadah di­biayai kas pendapatan uang sum­bangan dan kotak amal. Tahun lalu, sepanjang bulan Ramadhan kotak amal harian di Masjid Is­tiqlal bisa mengumpulkan sekitar Rp 385 juta. Sementara untuk kotak amal yang hanya diedarkan pada saat pelaksanaan shalat Ju­mat pada bulan puasa men­capai Rp 383 juta.

Kas yang terkumpul itu biasa­nya masih tersisa sekitar Rp 60 juta hingga Rp 100 juta pada ak­hir Ramadhan. Dana ini lalu di­gu­nakan sebagai modal awal un­tuk pembiayaan kegiatan-ke­giatan Ramadhan berikutnya.

“Itu belum termasuk minum dan jajanannya, makanya kami masak sendiri kami kasih ke Ko­perasi Istiqlal, mereka kan sudah ada katering, tapi tetap bisa kami pantau. Yang jelas untuk biaya­nya jauh lebih murah ke­timbang ambil di luar, tinggal pe­la­ya­nan­nya saja,” kata pria yang berasal dari Medan itu.

Mengenai distribusi makanan, menurut Adnan, panitia memilih memberikan langsung teratur tanpa nomor antri ataupun kupon. “Masyarakat bisa langsung me­nempati tempat duduk yang su­dah disiapkan di koridor, dipi­sah­kan antara laki-laki dan perem­puan, lalu kami bagikan supaya bisa dimakan bersama ketika waktu berbuka tiba,” katanya.

Masjid Istiqlal mengerahkan 60 petugas untuk me­n­dis­tri­busikan minuman dan makanan berbuka puasa gratis ini. Mereka mengenakan seragam merah dan se­lendang kuning.

Di Depan Kompor Sejak Jam 7 Pagi, Diupah Rp 3 Juta

Sedikit membungkuk, Sur­yani mengambil sodet untuk membalik puluhan ikan yang se­dang dimasak dalam wajan berukuran besar. Bila sudah ma­tang, juru masak di dapur umum Masjid Istiqlal ini me­min­dah­ka­nnya ke baskom yang sudah disediakan. Selanjutnya dia menggoreng ikan yang mentah.

Hawa panas yang keluar dari tiga kompor membuat kening wanita paru baya itu tidak ber­henti mengucur keringat. Ce­lemek yang menutupi bajunya terkadang dipakai untuk me­ngusap keringat.

“Ini menu makanan untuk lusa. Kebetulan untuk besok su­dah selesai kami masak pada jam 2 siang tadi. Biar besok ti­dak repot, saya goreng dulu ikan-ikannya,” jelas Suryani sam­bil memindahkan ikan dari baskom plastik ke dalam wajan.

Selain sebagai juru masak, Sur­yani juga tercatat sebagai kar­yawan koperasi Masjid Is­tiqlal. Selama bulan Ramadhan, dia mendapatkan tugas menjadi koki di dapur umum bersama lima orang lainnya.

“Kalau untuk masak, di dapur jumlahnya ada enam orang termasuk saya. Sedangkan tim lain ada 24 orang yang tugasnya mengemas makanan ke dalam boks,” jelasnya.

Menjadi tukang masak di sini, kata Suryani, bukan per­kara yang mudah. Selain harus memasak dalam jumlah besar, ia juga berpuasa. Sehingga tak bisa mencicipi rasa makanan yang sedang dimasak. “Jadi kita kira-kira saja, kalau masaknya untuk jumlah segini seberapa banyak bumbunya,” jelasnya.

Suryani sendiri mengaku su­dah tiga tahun dipercaya panitia menjadi juru masak menu ber­buka puasa di Masjid Istiqlal. Sejak jam 7 pagi dirinya sudah nongkrong di depan kompor un­tuk mengolah makanan. “Se­dihnya saya jarang libur. Di sini boleh libur, tapi tidak boleh di akhir pekan seperti Sabtu dan Minggu,” bebernya.

Ketua Panitia Persiapan Tak­zil Masjid Istiqlal Hasanuddin mengatakan, pihaknya tidak mempekerjakan seseorang de­ngan gratis. Meskipun kegiatan ini dalam rangka ibadah, ada upah yang berhak diterima me­reka yang bekerja.

“Mereka yang bertugas men­jadi tim pengemas makanan, kami membayarnya sebesar Rp 1,2 juta sampai Rp 2 juta ru­piah per bulan. Ada dari me­reka yang karyawan koperasi, tapi ada juga yang freelance,” bebernya.

Untuk juru masak, kata Ha­san, upah yang disediakan se­dikit lebih besar dari tim pe­ngemas makanan. Setiap juru ma­sak, diupah Rp 3 juta.

“Lumayan Bisa Ngirit Biaya Makan...”

Berbagai alasan dilontarkan kaum muslimin yang berbuka puasa bersama di Masjid Is­tiqlal Jakarta selama bulan Ramadhan.

Asnen, 28 tahun, warga Pasar Baru Jakarta Pusat mengaku ham­pir setiap hari datang ke Masjid Istiqlal untuk berbuka puasa. Pria yang sehari-hari be­kerja di pusat perbelanjaan Pa­sar Baru ini sudah tiba di Istiqlal sekitar pukul 5 sore.

“Lumayan buat ngirit ongkos makan. Apalagi menu yang disajikan cukup baik dan pas untuk orang yang seharian be­kerja meski puasa seperti saya ini,” katanya sambil tersenyum.

Alasan berbeda disampaikan pasangan suami istri Saiful dan Nani. Mereka bergabung dalam buka bersama karena ingin me­rasakan suasana kebersamaan. “Enak dari pada maksa pulang ke rumah dulu, mendingan ba­reng-bareng sama banyak orang di sini,” ujar Saiful.

Ketua Panitia Persiapan Tak­zil Masjid Istiqlal Hasannudin mengatakan, suasana ramai ti­dak hanya saat acara berbuka puasa saja. Saat sahur masjid ini juga ramai didatangi orang yang ingin mendapatkan ma­kanan gratis.

 â€œSelain buka puasa, kami dari panitia juga sediakan sahur gratis bagi kaum muslimin yang mau datang ke Masjid Istiqlal. Tapi itu kami lakukan pada hari sepuluh terakhir bulan Ra­ma­dhan,” jelasnya.

Meskipun malam hari, sam­bung Hasan, antusias masya­rakat yang datang cukup besar. Apalagi, pada masa 10 hari terakhir juga banyak kegiatan yang digelar di Masjid Istiqlal.

Kata dia, beberapa tahun be­lakangan ini, ada kegiatan sahur on the road. Kegiatan ini me­rupakan bagi-bagi makanan yang dilakukan kelompok ke­pada warga miskin yang dite­mui di jalanan.

“Dengan gunakan mobil atau kendaraan lainnya, makanan yang mereka bawa itu akan di­bagi-bagikan pada pengemis yang memang sudah menunggu di pinggir jalan,” terangnya.

“Nah, biasanya penutup dari acara tersebut, mereka yang me­lakukan sahur on the road akan kumpul di Istiqlal untuk sahur dan shalat subuh bersama,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA