Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Iring-iringan Naik Motor, Masuk Tol Nggak Bayar

Buruh Daerah Geruduk Jakarta

Jumat, 13 Juli 2012, 10:55 WIB
Iring-iringan Naik Motor, Masuk Tol Nggak Bayar
ilustrasi, demo buruh

RMOL. Agus dan rekan-rekannya berteduh di taman dekat pintu masuk Monas dari arah stasiun Gambir. Minuman mineral dingin, kopi hitam serta makanan-makanan kecil berada di tengah-tengah mereka yang mengaku dari FSMPI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia).

Tak lama, seorang pria yang membawa pengeras suara segera memberi aba-aba kepada ratusan buruh yang ada di sekitar Agus un­tuk segera bersiap-siap. Tanpa di­komando dua kali, Agus lang­sung berlari ke arah sepeda motor Honda yang terparkir tidak jauh dari tempatnya duduk.

Menggunakan helm warna hi­tam yang sebelumnya digantung pada gagang stang sebelah kanan, Agus pun mulai men-starter ken­daraan roda duanya. Selain Agus, ribuan buruh lainnya juga sudah bersiap di atas sepeda motornya masing-masing.

“Kami hendak ke Ke­mena­ker­trans (Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi). Tadi kita su­dah sampaikan orasi di depan Is­tana Negara dan Kantor Ke­men­te­rian Perekonomian,” tutur Agus.

Menurut Agus, ribuan buruh yang melakukan aksi demonstrasi kemarin berasal dari beberapa wilayah berbeda. Agus dan rom­bongannya berasal Garda Metal di kawasan industri EJIP di Ci­karang Bekasi.

Selain dari Cikarang, beberapa kawasan industri di daerah Kabu­paten Bekasi seperti Delta Si­li­cone, Hyundai, Jababeka, dan MM2100 juga ikut memadatkan ibu kota. Bahkan daerah lain di luar Bekasi, yakni Purwakarta, Tangerang, Serang, Cilegon serta kawasan lain di Banten juga hadir dalam demo kemarin.

“Jumlah kami hari ini (ke­marin) ada sekitar delapan ribuan buruh yang berasal dari Jabo­detabek dan Banten. Ini akan bisa bertambah seiring perkembangan dari tuntutan yang kami sam­pai­kan,” tegas Agus.

Berangkat jam berapa? Agus mengatakan rombongannya berangkat dari Cikarang sekitar pu­kul 8 pagi. Saat berangkat, pe­serta aksi terdiri dari dua rom­bo­ngan. Yakni rombongan yang menggunakan kendaraan roda empat seperi bus, mobil pribadi dan pick up. Rombongan kedua menggunakan sepeda motor ma­sing-masing secara berboncengan.

Sebenarnya, kata Heri, aksi ke­marin mayoritas demonstran ingin berangkat dengan  bus dan mo­bil. Selain efektif dalam wa­k­tu, para demonstran juga tidak akan terkuras tenaganya karena mengendarai motor.

“Mereka yang cuti, biasanya mengganti jadwal kerja sekarang pada hari yang lain. Tapi ada juga yang memang masuk kerja pada shift malam. Saya sendiri ke­betulan masuk malam. Jadi habis ini langsung kerja,” bebernya.

Lantas kenapa tidak naik bus, menurut Agus itu baru diketahui beberapa hari sebelum aksi ini dilakukan. Pihak bus yang sudah di-booking tiba-tiba saja mem­batalkan perjanjian sewa yang su­dah disepakati.

“Padahal, jauh-jauh hari kami sudah men-carter bus-bus besar un­tuk dipakai pada saat aksi. Ka­lau bus-bus umum masih boleh disewa untuk demo, kami tidak akan naik motor. Makanya aksi sebagian dialihkan dengan naik sepeda motor,” terangnya.

Untuk harga sewa bus, kisaran biaya yang harus dibayar oleh bu­ruh itu beragam. Sebab, jenis bus yang disewa pun memang ber­be­da-beda. Ada HIBA Utama, Pa­rah­yangan dan beberapa ken­da­ra­an yang dipakai untuk berwisata

Tapi umumnya bus yang di­sewa itu merupakan kendaraan yang memang biasa dipakai untuk antar jemput karyawan.  “Untuk sewa satu bus HIBA uku­ran besar dengan kapasitas bang­ku sekitar 60 orang, kami me­nyewanya dengan harga antara Rp 1 juta-1,2 juta,” beber Agus.

Nah, agar bisa sampai ke Istana Negara secara bersamaan, me­nu­rut Heri, koordinator aksi me­minta agar para pengguna sepeda motor mengikuti kendaraan roda empat. Padahal, untuk hindari macet dan bisa sampai lebih cepat haruslah lewat jalan tol.

“Maka tadi pagi, kami yang menggunakan sepeda motor pun ikut rombongan bus dan mobil lewat jalan tol dari gerbang Cika­rang Barat. Tapi kami diarahkan oleh polisi untuk keluar di ger­bang tol Grand Wisata Tambun,” tutur Heri, rekan Agus yang mem­bawa bendera putih ber­tuliskan FSMPI ini.

“Akhirnya antara sepeda motor dan bus pun terpisah saat menuju Jakarta. Mereka yang naik bus terus lewat jalan tol, sementara kami melakukan perjalanan me­lalui jalur Kalimalang, Bekasi,” tambahnya.

Menurut Heri, konvoi rom­bo­ngan­nya yang nekat meng­gu­na­kan jalur tol untuk dilalui sepeda motor tidak dadakan. Beberapa hari sebelum melakukan aksi, skenario kalau motor nanti akan lewat tol bersama rombongan bus dan mobil sudah direncanakan.

Pihaknya pun mengaku juga su­dah berkoordinasi dengan Pol­res Kabupaten Bekasi dan Polda Metro Jaya untuk izin melintasi tol dengan sepeda motor. “Ma­ka­nya saat di jalan tol, kami pun di kawal oleh pihak kepolisian,” te­rang pria yang mengenakan jaket warna biru gelap.

Masuk tol dikenakan biaya? “Untuk motor jelas tidak, kan me­mang tidak ada tarifnya buat roda dua di jalan tol. Tapi kalau bus dan rombongan mobil, setahu saya me­reka tetap bayar,” terangnya.

Gaji Dipotong, Duitnya Dipakai Demonstrasi

Menggelar aksi yang me­ngerahkan ribuan orang tentu menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Mulai untuk sewa bus hingga konsumsi.

Darimana uangnya? Agus, pe­serta aksi dari FSMPI (Fe­d­e­ra­si Serikat Pekerja Metal In­do­nesia) mengatakan, semua biaya ditanggung organisasi. Karena itu, para buruh tidak perlu me­ngumpulkan dana setiap saat akan melakukan aksi.

“Kami memiliki iuran yang wa­jib dibayar oleh seluruh ang­gota organisasi. Satu orang pe­kerja, diwajibkan membayar iu­ran sebesar 1 persen dari UMK tempatnya bekerja,” terangnya.

Karena patokannya adalah UMK (upah minimum kota/ka­bupaten), lanjut Agus, tak heran ka­lau besarnya duit yang di­se­tor­kan itu berbeda-beda. Sebab un­tuk UMK sendiri, memang se­tiap daerah itu berbeda be­sarannya.

“Ada yang hanya bayar Rp 18 ribu sebulan karena memang UMK yang diterimanya kecil. Tapi ada juga yang bayarnya pada angka 20 ribu-an bahkan ada mencapai Rp 50 ribuan,” terangnya.

Uang hasil iuran tersebut, kata dia, kelak akan menjadi kas bagi organisasi dalam me­lak­sa­na­kan kegiatan-kegiatan. Salah satunya untuk aksi demonstrasi ini. Semua harga sewa bus dan biaya lainnya seperti konsumsi dan akomodasi, akan diambil dari uang kas organisasi.

“Jadi tidak ada uang yang ha­rus dikeluarkan oleh para pe­serta saat aksi. Apalagi kalau ada yang bilang, aksi kami ini ada yang sponsori, jelas itu sa­lah besar. Terkadang kami pun tetap keluar uang untuk beli se­suatu yang tidak ditanggung organisasi,” jelasnya.

Sistem pembayaran iuran gi­mana? Kata Agus, setiap pabrik yang ada di sebuah kawasan in­dustri pasti memiliki serikat pe­kerja yang menjadi wadah bagi para buruhnya. Melalui serikat pe­kerja atau organisasi buruh itu­lah, pihak pemilik akan ber­koor­dinasi dengan para pengurus.

“Karena memang sudah ada ke­sepatan antara buruh, pe­ngurus dan pemilik pembayaran iuran tidak terlalu repot. Gaji se­tiap buruh akan dipotong lang­sung sebesar 1 persen oleh pe­ng­urus dan masuk kas or­gani­sasi,” bebernya. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA