Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

BNPB Beli Tanah Di Pramuka, Mau Bangun Kantor 14 Lantai

Personelnya Terpencar-pencar Di Tiga Gedung

Senin, 09 Juli 2012, 09:31 WIB
BNPB Beli Tanah Di Pramuka, Mau Bangun Kantor 14 Lantai
Badan Nasional Penang­gu­la­ngan Bencana (BNPB)

RMOL. Tahun ini beberapa lembaga negara dan pemerintah berencana membangun gedung. Umumnya beralasan kantor yang ditempati saat ini sudah tak muat.

Anggaran pembangunan pun diajukan. Rata-rata meminta dana ratusan miliar untuk keperluan itu. Ada lembaga yang meminta dana beli tanah sekaligus pem­ba­ngunan gedungnya. Ada yang mengajukan dana beli tanah dulu. Sementara dana pembangunan ge­dung diminta belakangan, se­telah lahan tersedia.

Badan Nasional Penang­gu­la­ngan Bencana (BNPB) termasuk lembaga yang akan membangun ge­dung tahun ini. Badan yang di­pimpin Syamsul Maarif itu sudah membeli tanah. Letaknya di Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Persis di sebelah Lembaga Bahasa dan Pen­didikan Profesional LIA.

“Tanah Milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).” Tulisan itu tertera di plang putih yang ditancapkan di balik pagar. Logo BNPB juga dicantumkan di plang itu. Rum­put-rumput liar tumbuh subur di depan pagar. Menutupi tembok pagar berwarna putih yang dihiasi sejumlah ornamen itu.

Tanah seluas 1.000 meter per­segi milik BNPB itu memiliki gerbang berbentuk gapura. Dari ger­bang tersedia jalan beraspal untuk masuk ke dalam.

Semak belukar memenuhi se­tiap jengkal tanah di situ. Pohon-pohon besar juga tumbuh subur di tanah ini. Di bagian belakang la­han kosong ini teronggok puing-puing bekas bongkaran bangunan.

 â€œTanah itu memang sudah lama sekali kosong. Dulunya ada dua rumah milik seorang anggota TNI. Lantas dijual ke seseorang selama beberapa lama. Terakhir di­beli BNPB,” kata seorang sat­pam yang berjaga di LIA.

Dulu, kata dia, ada dua rumah di situ. Kondisinya tak terawat. Be­lakangan rumah itu dirubuh­kan setelah terdengar kabar bah­wa tanah itu sudah dibeli.

 â€œYang saya dengar, katanya akan dibangun kantor. Tapi ka­pan, saya tidak tahu persisnya. Yang pasti, tanah itu kosong sama seperti tahun-tahun sebelumnya,” kata satpam muda itu.

Sekretaris Utama BNPB Fatc­hul Hadi mengakui pihaknya te­lah membeli tanah di Jalan Pra­muka. “Nantinya kita akan ba­ngun kantor di situ,” katanya.

Ia mengungkapkan BNPB akan membangun gedung kantor se­tinggi 14 lantai. Gedung senga­ja dibangun belasan lantai karena Badan akan menambah personel.

Saat ini, personel BNPB terpi­sah-pisah. Mereka ditempatkan di tiga gedung. Yakni, bekas ge­dung Komisi Pemberantasan Ko­rupsi (KPK) di Jalan Ir Juanda, ge­dung ITC Harmoni dan gedung di kawasan Tanah Abang. Ke­tiganya terletak di Jakarta Pusat.

“Bisa dibayangkan, kami me­miliki tugas besar mengatasi ben­cana di seluruh Indonesia. Tapi kantor pusatnya ada tiga. Itu pun tidak ada satu pun yang kami mi­liki. Di sini kami dipinjamkan. Dua lagi menyewa,” kata Fatchul yang ditemui di kantor BNPB di Jalan Juanda.

Kantor di Jalan Juanda yang ber­sebelahan dengan Komisi Pe­ngawas Persaingan Usaha (KPPU) dijadikan sekretariat BNPB. Kantor di ITC Harmoni ditempati bidang pembangunan pasca-ben­cana. Personel yang membidangi pencegahan dan persiapan bencana berkantor di Tanah Abang.

Fatchul beralasan pihaknya perlu membangun gedung sendiri karena kantor yang ditempati personel BNPB saat ini sudah tak muat. Rakyat Merdeka sempat me­lihat-lihat kondisi kantor BNPB di Jalan Juanda. Di sini ada dua plang nama, BNPB dan KPPU. Gedung yang ditempati dua instansi itu berlantai lima. BNPB menempati bagian depan. KPPU di belakang

Seorang petugas keamanan tam­pak berjaga di depan pintu ge­dung di bagian depan. Di balik pin­tu itu terdapat lobby. Ruangan di sini disekat-sekat untuk tempat kerja. Di bagian kiri ditempatkan meja resepsionis. Petugas di meja ini akan menanyakan setiap orang yang datang: hendak bertemu siapa dan apa keperluannya. Di lobby ini juga disediakan ruang tunggu tamu.

Untuk naik ke lantai atas disediakan lift dan tangga. Hanya ada satu lift yang menghantarkan orang ke atas. Lift bergerak lam­bat karena berhenti di setiap lan­tai. Kapasitasnya pun sedikit. Hanya muat enam orang. Bagi yang sedang tergesa-gesa sebaik­nya naik lewat tangga yang terletak di kanan lobby.

Fatchul mengaku sering naik tu­run lewat tangga agar cepat sam­pai ke ruang kerjanya mau­pun ke ruang rapat di lantai empat.

 â€œBeginilah kantor kami yang penuh dengan keterbatasan. Saya lebih sering menggunakan tang­ga, ketimbang lift untuk ber­ak­ti­fitas ke berbagai lantai,” katanya.

“Dulu waktu tahun 2001, jum­lah karyawan kita sesuai dengan kapasitas gedung ini yang hanya bisa menampung 60-70 orang. Tapi sekarang, karyawan kita su­dah 350 orang dan akan terus bertambah,” kata dia.

Biaya Bangun Gedung Sampai Rp 300 Miliar?

Tahun lalu BNPB menga­ju­kan anggaran rutin sebesar Rp 668,8 miliar untuk tahun 2012. Badan yang dipimpin Syamsul Maarif kemudian mengajukan tambahan anggaran Rp 1,42 triliun.

Dana itu akan dipakai untuk membangun gudang Rp 50 mi­liar, sarana dan prasarana pe­ngu­rangan risiko bencana (shelter, jalan evaluasi dan lain-lain) Rp 100 miliar, dan dana on call alias siap pakai Rp 500 miliar.

Kemudian penguatan kelem­ba­gaan Rp 500 miliar, pe­nga­wasan dan peningkatan akun­ta­bilitas aparatur Rp 2,5 miliar, dan anggaran untuk prasarana gedung BNPB Rp 300 miliar.

Apa pembangunan gedung akan menghabiskan dana Rp 300 miliar itu? Sekretaris Utama BNPB Fatchul Hadi enggan menjelaskan. Ia beralasan masih dalam proses.

Kepala Bagian Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pihak­nya butuh gedung baru. Ia me­minta pembangunan gedung ini jangan dilihat dari uang yang di­habiskan. Tapi perlu mem­per­lihat kebutuhan Badan di masa mendatang.

BNPB, kata dia, akan menam­bah personel. Tanggung jawab Ba­dan ini juga semakin besar. Ti­dak hanya menangani saat dan pas­ca-bencana. Tapi juga pe­n­cega­han dan pemantauan  pra-bencana.

 â€œBNPB perlu punya gedung yang didalamnya juga terdapat Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) yang bekerja 24 jam 7 hari dalam seminggu. Artinya tidak ada libur bagi kami, karena bencana dapat terjadi kapan saja,” kata Sutopo beralasan.

Menurut dia, saat ini fasilitas yang dimiliki BNPB sangat mi­nim. Padahal, kawasan Indo­ne­sia termasuk rawan bencana.

“Coba bayangkan 220 ribu orang meninggal saat tsunami Aceh 2004 hanya terjadi dalam waktu 8 menit. Tsunami di Mau­mere, NTT ada 2.500 orang me­ninggal hanya dalam waktu 5 menit,” ucap Sutopo.

Total kerugian bencana-ben­cana itu mencapai Rp 200 tri­liun. “Apakah (kerugian) ini se­banding dengan kebutuhan ge­dung yang dapat digunakan un­tuk memonitor semua potensi ben­cana?” katanya.  [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA