RMOL. Tahun ini beberapa lembaga negara dan pemerintah berencana membangun gedung. Umumnya beralasan kantor yang ditempati saat ini sudah tak muat.
Anggaran pembangunan pun diajukan. Rata-rata meminta dana ratusan miliar untuk keperluan itu. Ada lembaga yang meminta dana beli tanah sekaligus pemÂbaÂngunan gedungnya. Ada yang mengajukan dana beli tanah dulu. Sementara dana pembangunan geÂdung diminta belakangan, seÂtelah lahan tersedia.
Badan Nasional PenangÂguÂlaÂngan Bencana (BNPB) termasuk lembaga yang akan membangun geÂdung tahun ini. Badan yang diÂpimpin Syamsul Maarif itu sudah membeli tanah. Letaknya di Jalan Pramuka, Jakarta Timur. Persis di sebelah Lembaga Bahasa dan PenÂdidikan Profesional LIA.
“Tanah Milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).†Tulisan itu tertera di plang putih yang ditancapkan di balik pagar. Logo BNPB juga dicantumkan di plang itu. RumÂput-rumput liar tumbuh subur di depan pagar. Menutupi tembok pagar berwarna putih yang dihiasi sejumlah ornamen itu.
Tanah seluas 1.000 meter perÂsegi milik BNPB itu memiliki gerbang berbentuk gapura. Dari gerÂbang tersedia jalan beraspal untuk masuk ke dalam.
Semak belukar memenuhi seÂtiap jengkal tanah di situ. Pohon-pohon besar juga tumbuh subur di tanah ini. Di bagian belakang laÂhan kosong ini teronggok puing-puing bekas bongkaran bangunan.
“Tanah itu memang sudah lama sekali kosong. Dulunya ada dua rumah milik seorang anggota TNI. Lantas dijual ke seseorang selama beberapa lama. Terakhir diÂbeli BNPB,†kata seorang satÂpam yang berjaga di LIA.
Dulu, kata dia, ada dua rumah di situ. Kondisinya tak terawat. BeÂlakangan rumah itu dirubuhÂkan setelah terdengar kabar bahÂwa tanah itu sudah dibeli.
“Yang saya dengar, katanya akan dibangun kantor. Tapi kaÂpan, saya tidak tahu persisnya. Yang pasti, tanah itu kosong sama seperti tahun-tahun sebelumnya,†kata satpam muda itu.
Sekretaris Utama BNPB FatcÂhul Hadi mengakui pihaknya teÂlah membeli tanah di Jalan PraÂmuka. “Nantinya kita akan baÂngun kantor di situ,†katanya.
Ia mengungkapkan BNPB akan membangun gedung kantor seÂtinggi 14 lantai. Gedung sengaÂja dibangun belasan lantai karena Badan akan menambah personel.
Saat ini, personel BNPB terpiÂsah-pisah. Mereka ditempatkan di tiga gedung. Yakni, bekas geÂdung Komisi Pemberantasan KoÂrupsi (KPK) di Jalan Ir Juanda, geÂdung ITC Harmoni dan gedung di kawasan Tanah Abang. KeÂtiganya terletak di Jakarta Pusat.
“Bisa dibayangkan, kami meÂmiliki tugas besar mengatasi benÂcana di seluruh Indonesia. Tapi kantor pusatnya ada tiga. Itu pun tidak ada satu pun yang kami miÂliki. Di sini kami dipinjamkan. Dua lagi menyewa,†kata Fatchul yang ditemui di kantor BNPB di Jalan Juanda.
Kantor di Jalan Juanda yang berÂsebelahan dengan Komisi PeÂngawas Persaingan Usaha (KPPU) dijadikan sekretariat BNPB. Kantor di ITC Harmoni ditempati bidang pembangunan pasca-benÂcana. Personel yang membidangi pencegahan dan persiapan bencana berkantor di Tanah Abang.
Fatchul beralasan pihaknya perlu membangun gedung sendiri karena kantor yang ditempati personel BNPB saat ini sudah tak muat. Rakyat Merdeka sempat meÂlihat-lihat kondisi kantor BNPB di Jalan Juanda. Di sini ada dua plang nama, BNPB dan KPPU. Gedung yang ditempati dua instansi itu berlantai lima. BNPB menempati bagian depan. KPPU di belakang
Seorang petugas keamanan tamÂpak berjaga di depan pintu geÂdung di bagian depan. Di balik pinÂtu itu terdapat lobby. Ruangan di sini disekat-sekat untuk tempat kerja. Di bagian kiri ditempatkan meja resepsionis. Petugas di meja ini akan menanyakan setiap orang yang datang: hendak bertemu siapa dan apa keperluannya. Di lobby ini juga disediakan ruang tunggu tamu.
Untuk naik ke lantai atas disediakan lift dan tangga. Hanya ada satu lift yang menghantarkan orang ke atas. Lift bergerak lamÂbat karena berhenti di setiap lanÂtai. Kapasitasnya pun sedikit. Hanya muat enam orang. Bagi yang sedang tergesa-gesa sebaikÂnya naik lewat tangga yang terletak di kanan lobby.
Fatchul mengaku sering naik tuÂrun lewat tangga agar cepat samÂpai ke ruang kerjanya mauÂpun ke ruang rapat di lantai empat.
“Beginilah kantor kami yang penuh dengan keterbatasan. Saya lebih sering menggunakan tangÂga, ketimbang lift untuk berÂakÂtiÂfitas ke berbagai lantai,†katanya.
“Dulu waktu tahun 2001, jumÂlah karyawan kita sesuai dengan kapasitas gedung ini yang hanya bisa menampung 60-70 orang. Tapi sekarang, karyawan kita suÂdah 350 orang dan akan terus bertambah,†kata dia.
Biaya Bangun Gedung Sampai Rp 300 Miliar?
Tahun lalu BNPB mengaÂjuÂkan anggaran rutin sebesar Rp 668,8 miliar untuk tahun 2012. Badan yang dipimpin Syamsul Maarif kemudian mengajukan tambahan anggaran Rp 1,42 triliun.
Dana itu akan dipakai untuk membangun gudang Rp 50 miÂliar, sarana dan prasarana peÂnguÂrangan risiko bencana (shelter, jalan evaluasi dan lain-lain) Rp 100 miliar, dan dana on call alias siap pakai Rp 500 miliar.
Kemudian penguatan kelemÂbaÂgaan Rp 500 miliar, peÂngaÂwasan dan peningkatan akunÂtaÂbilitas aparatur Rp 2,5 miliar, dan anggaran untuk prasarana gedung BNPB Rp 300 miliar.
Apa pembangunan gedung akan menghabiskan dana Rp 300 miliar itu? Sekretaris Utama BNPB Fatchul Hadi enggan menjelaskan. Ia beralasan masih dalam proses.
Kepala Bagian Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho pihakÂnya butuh gedung baru. Ia meÂminta pembangunan gedung ini jangan dilihat dari uang yang diÂhabiskan. Tapi perlu memÂperÂlihat kebutuhan Badan di masa mendatang.
BNPB, kata dia, akan menamÂbah personel. Tanggung jawab BaÂdan ini juga semakin besar. TiÂdak hanya menangani saat dan pasÂca-bencana. Tapi juga peÂnÂcegaÂhan dan pemantauan pra-bencana.
“BNPB perlu punya gedung yang didalamnya juga terdapat Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalops) yang bekerja 24 jam 7 hari dalam seminggu. Artinya tidak ada libur bagi kami, karena bencana dapat terjadi kapan saja,†kata Sutopo beralasan.
Menurut dia, saat ini fasilitas yang dimiliki BNPB sangat miÂnim. Padahal, kawasan IndoÂneÂsia termasuk rawan bencana.
“Coba bayangkan 220 ribu orang meninggal saat tsunami Aceh 2004 hanya terjadi dalam waktu 8 menit. Tsunami di MauÂmere, NTT ada 2.500 orang meÂninggal hanya dalam waktu 5 menit,†ucap Sutopo.
Total kerugian bencana-benÂcana itu mencapai Rp 200 triÂliun. “Apakah (kerugian) ini seÂbanding dengan kebutuhan geÂdung yang dapat digunakan unÂtuk memonitor semua potensi benÂcana?†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.