RMOL. Tender sebuah proyek di kementerian ternyata prosesnya tidak gampang. Seluruh personil pelaksananya wajib melalui semacam uji kompetensi. Mereka harus lulus ujian, baru boleh menyelenggarakan tender.
Kalau buah dari uji komÂpetensi ini dijalankan dengan beÂnar oleh para pelaksana proyek, sebetulnya, tak mungkin ada peÂlanggaran dalam proyek tender. Apalagi korupsi.
Siapa badan penyelenggara “uji kompetensi†pelaksana tenÂder itu? Namanya, LKPP atau Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. KanÂtorÂnya ada di Gedung Smesco UKM, Lantai 8, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
Lembaga ini sudah berdiri emÂpat tahun. Tetapi tak banyak orang tahu. Pegawai yang bekerja di sini ada lebih 100-an orang, dengan anggaran Rp 150-an miÂliar per tahun. Lembaga ini langÂsung berada di bawah tangÂgungÂjawab Presiden, dan dikoorÂdiÂnaÂsikan Bappenas.
Kantor ini “memproduksi†serÂtifikat, yang isinya menyatakan kelulusan seorang pelaksana tenÂder. Sertifikat itulah yang jadi tanda kelayakan, apakah seorang pejabat di pemerintahan bisa meÂnyelenggarakan tender atau tidak. Kalau tidak punya sertifikat, jaÂngan harap seorang pegawai diÂizinÂkan menyelenggarakan tender.
Kemarin, Rakyat Merdeka berÂkunjung ke lembaga itu. Hanya dua tempat yang boleh dilihat. Ruang lobi, dan ruang tempat ujian. Areal lobi tidak terlalu luas. Hanya sebuah meja panjang temÂpat dua resepsionis menerima tamu. Peserta ujian -pejabat di pemerintahan-bisa mendaftar secara online jika ingin mengikuti tes. Sehingga, datang ke tempat ini, hanya perlu registrasi ulang. SamÂbil menunggu persiapan tes, peserta diminta duduk di sofa, lalu beberapa menit kemudian akan dipanggil masuk ruang ujian.
Pantauan Rakyat Merdeka, tiga hari lalu, suasana di sana tidak terÂlalu ramai. Ada beberapa pegaÂwai hilir mudik. Kelihatannya tidak terlalu sibuk. Seorang staf di situ berÂcerita, rata-rata mereka meneÂrima 40an kunjungan tiap harinya.
Atau berarti dalam sebulan ada 800-an pegawai pemerintahan yang mengikuti tes uji komÂpeÂtensi pelaksana tender.
Hm, ini sebenarnya bisa jadi seÂbuah indikasi penting, betapa baÂnyaknya atau mungkin betapa seÂringnya, orang pemerintahan meÂlaÂkukan tender. Kalaupun, 10 perÂsennya tidak lulus, itu artinya ada kemungkinan, tiap bulannya, ada sekitar 700-an orang pegawai pemeÂrintahan melakukan proses tender.
Rakyat Merdeka sempat diizinÂkan masuk ke salah satu ruang ujian. Totalnya ada dua ruangan. Masing-masing ukurannya 40-an meter persegi. Hanya satu yang terpakai. “Di ruangan ujian, peÂsertanya full,†kata dia. Itu berarti ada sekitar 20-an orang yang ujiÂan hari itu. Sebab, jumlah kurÂsiÂnya ada segitu.
Pelaksanaan dilaÂkuÂkan secara online. Peserta duduk manis di daÂlam bilik-bilik dengan komÂpuÂter di depannya. Lalu mereka meÂngerjakan soal yang sudah terÂsedia. Ada dua jenis, tes tertulis dan tes online. Di deretan paling deÂpan, ada sebuah komputer unÂtuk petugas kontrol. Ada juga sebuah proyektor.
Proses tes tidak lama. Sekitar dua jam. Tak seorang pun yang mau membocorkan isi soal-soal ujiannya. Kata Staf Hubungan Masyarakat Gigih Pribadi, itu sifatnya rahasia. Bahkan ruangan ujian pun steril.
Hasil ujian diumumkan dua jam kemudian. Peserta boleh meÂnÂunggu saat menantikan haÂsilÂnya. Kalau lulus, langsung keluar sertifikat. Kalau tidak lulus? “Ya, sertifikat tetap keluar, tapi haÂsilÂnya: tidak lulus,†kata Gigih.
Tapi tidak perlu kecil hati. SeÂbab, lembaga ini masih memberi kesempatan untuk yang peserta gagal mengulang ujian. Mereka memberi waktu sebulan untuk belajar lagi, sebelum mengikuti ujian ulangan.
Sertifikat berlaku selama dua tahun dan harus diperpanjang lagi. “Bila tidak diperpanjang maka dia tidak bisa meÂnyeÂlengÂgarakan tender lagi,†katanya.
Selain penerbitan sertifikat, lemÂbaga ini juga membuka pintu untuk “whistle blower†tender yang meÂnyimpang. Pelapor akan diÂlinÂduÂngi, dan laporannya -jika diÂnilai laÂyak dan telah dianalisis- akan diÂteÂruskan kepada aparat keamanan.
“Kami melindungi sang pelaÂpor, bahkan dia punya hak meÂnolak dijadikan saksi di peÂngaÂdilan,†katanya. Saat ini, sudah ada beberapa orang yang meÂlaÂkukan itu. Sayangnya dia lupa jumlah persisnya.
Apakah sudah ada yang diÂteruskan ke aparat hukum? TerÂnyata belum. Gigih tidak meÂnÂjeÂlasÂkan alasannya.
DPR Evaluasi LKPP
Anggota Komisi XI DPR, Maruarar Sirait mengaku akan secepatnya mengevaluasi peran dari Lembaga Kebijakan PeÂngaÂdaan Barang dan Jasa PemeÂrinÂtah (LKPP) karena hingga kini masih banyak praktek korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa yang diadakan pemerintah.
“Dalam waktu dekat ini akan kita panggil lembaga tersebut unÂtuk mengetahui sejauh diÂmana perannya dalam pengaÂdaÂan barang dan jasa,†kata politisi PDIP ini.
Ia mengatakan, evaluasi harus dilakukan secara obyektif untuk mengetahui dimana letak keÂleÂmahannya.“ Apakah di sumber daya manusianya, lembaganya atau dikewenangannya,†katanya.
Maruarar menilai, sejauh ini langkah-langkah LKPP dalam pengadaan barang dan jasa terÂmasuk sistem pengadaan barang dan jasa secara elektronik belum efektif mencegah korupsi. “BukÂtinya masih terjadi praktek korupsi hingga saat ini,†katanya.
Untuk itu, Ia tidak mau gegaÂbah termasuk menghilangkan lembaga ini. “Semua harus diÂevaluasi secara menyeluruh dan harus dicarikan solusi yang teÂpat,†katanya.
Transaksi Elektronik Hemat Rp 4,2 Triliun
Ketua Lembaga Kebijakan PeÂngadaan Barang dan Jasa PeÂmerintah (LKPP) Agus RaÂharÂdjo mengatakan, transaksi leÂlang elektronik di seluruh insÂtanÂsi pemerintah, baik pemeÂrinÂtah pusat maupun daerah hingga pertengahan Juni 2012 menÂcaÂpai Rp 64 triliun.
Angka ini meningkat pesat dibanding transaksi keseluruhan tahun 2011 yang hanya menÂcapai Rp 53 trilun. Namun deÂmiÂkian, angka ini masih sangat kurang jika dibandingkan deÂngan porsi pengadaan barang atau jasa pemerintah dalam APBN 2012 yang jumlahnya mencapai Rp 400 triliun.
Ia merinci, nilai pagu yang teÂlah selesai dilelangkan berÂjumÂlÂah Rp 38 triliun, sementara nilai hasil lelangnya adalah Rp 33,8 triliun dan diperoleh selisih seÂbaÂnyak Rp 4,2 triliun. “Jadi ada penghematan sekitar 12 persen. Bisa dibayangkan dengan jumÂlah Rp 4,2 triliun tentunya baÂnyak yang bisa dilakukan oleh neÂgara,†katanya.
Sudah menjadi rahasia umum pengadaan barang/jasa pemeÂrinÂtah di Indonesia masih belum diÂterapkan dengan baik secara efektif, efisien dan akuntabel. Data terakhir menyebutkan, KaÂsus di KPK yang terbanyak maÂsih terkait dengan pengadaan baÂrang dan jasa, sementara hasil survey yang dilakukan oleh InÂdoÂnesian Procurement Watch (IPW) di tahun 2011 menyebut jika 89 persen dari penyedia meÂlakukan suap, setali tiga uang, baru-baru ini Menteri BUMN, Dahlan Iskan menyebut jika †70 persen perusahaan kontraktor BUMN melakukan suap.
Direktur Electronic ProcuÂreÂment Lembaga Kebijakan PeÂngaÂdaan Barang dan Jasa PeÂmeÂrintah (LKPP) Ikak G PatÂriasÂtoÂmo mengatakan, selama emÂpat tahun sejak berlakunya atuÂran pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-prÂoÂcuÂreÂment) pada 2008, telah mengÂhemat anggaran negara sebesar Rp 9,16 triliun. Dari jumlah terÂsebut, Rp 2,77 triliun dianÂtaraÂnya merupakan penghematan selama bulan Mei 2012.
Ia mencatat sejak e-proÂcuÂreÂment berlaku 2008, dari 45.087 proyek tender pengadaan barang dan jasa pemerintah senilai Rp 78,11 triliun, setelah dilakukan pengadaan secara e-procuÂrement, nilai proyeknya hanya Rp 68,94 triliun.
Menurutnya, nilai pengÂheÂmatan anggaran negara akan leÂbih besar lagi jika seluruh peÂngadaan barang dan jasa peÂmeÂrintah pusat dan daerah, mengÂgunakan cara e-procurement. “SeÂharusnya, pada tahun ini (2012) seluruh pengadaan mengÂgunakan e-procurement tetapi karena tidak adanya punishment, masih ada yang belum memakai e-procurement,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.