RMOL. Johan menenteng buku tebal bersampul biru. Supervisor sebuah dealer sepeda motor di Pasar Minggu, Jakarta Selatan ini memeriksa kondisi motor-motor matic yang masih belum memiliki pelat nomor itu.
“Saya sedang mengecek YaÂmaÂha Mio yang akan dikirim ke konÂsumen,†katanya sambil menoÂrehkan catatan di buku. Johan lalu kembali ke meja kerjanya. Buku besar di depannya dibuka dengan tangan kanan. Dahinya kerkerut saat membaca halaman demi halaman di buku itu.
“Setiap hari penjualan meÂnurun. Ini benar-benar di bawah target. Penurunannya cukup signifikan dalam beberapa hari ini,†katanya saat ditemui Senin lalu (18/6).
Mulai 15 Juni 2012 tidak ada lagi uang muka (down payment/DP) kredit kendaraan bermotor (KKB) murah. Bank Indonesia (BI) membuat peraturan baru meÂngenai KKB lewat bank. Uang muka minimal 25 persen dari harÂga jual untuk kendaraan roda dua dan 30 persen untuk roda empat.
Menteri Keuangan juga meÂngeÂluarkan peraturan baru meÂngeÂnai uang muka KKB lewat peÂrusahaan pembiayaan (leasing). Uang muka minimal 20 persen unÂtuk kendaraan roda dua dan 25 persen untuk roda empat.
Menurut Johan, sejak peraturan itu diberlakukan penjualan sepeÂda motor di dealernya langsung anjlok lebih dari 50 persen. “PeÂnurunan penjualan sudah terasa sekali. Sebelum tanggal 15, kami masih menjual motor 10 sampai 11 unit sehari. Tapi sekarang tidak lebih dari 4 unit,†kata Johan samÂbil menunjukkan catatan penÂjualan. Semua pembelian dilaÂkuÂkan secara tunai (cash).
Sebelumnya, penjualan sepeda motor lumayan tinggi karena baÂnyak konsumen membeli secara kredit. Dealer bekerja sama deÂngan beberapa perusahaan leaÂsing untuk membantu konsumen membeli secara kredit.
“Biasanya konsumen yang daÂtang akan bertanya tipe kenÂdaÂraÂan dan uang muka serta cicilan per bulannya. Kalau tertarik, kami akan merekomendasikan leasing yang ada,†terangnya.
Sejak diberlakukan ketentuan uang muka kredit yang baru, baÂnyak konsumen yang membÂaÂtalÂkan niatnya untuk membeli seÂpeda motor.
“Dulu mungkin dengan uang Rp 500 ribu orang bisa memiliki sepeÂda motor walaupun kredit, menÂcicil. Tapi sekarang, untuk sepeda motor paling murah saja, harus ada uang muka minimal Rp 2,5 juta baru bisa kredit,†kata Johan.
Kenaikan uang muka kredit kendaraan bermotor ini juga meÂnurunkan omzet perusahaan leaÂsing. “Baru beberapa hari, voÂlume penjualan kami mengalami penurunan yang drastis. Padahal perusahaan kami turut membantu masyarakat untuk memiliki seÂpeda motor dengan cara kredit,†kata Imam, Manager Supervisor di Oto Finance cabang Pasar MingÂgu, Jakarta Selatan.
Imam belum bisa memastikan persentase penurunan kredit seÂpeda motor. Mei lalu pihaknya menjual 581 unit. “Bulan Juni ini meskipun baru masuk akhir buÂlan, penjualan kami belum meÂnemÂbus angka 400 unit. Saya preÂdiksi (penurunan) ini akan terus terjadi hingga beberapa waktu peÂkan ke depan,†katanya.
Ia berharap penjualan akan kemÂbali meningkat setelah rasa syok masyarakat terhadap ketenÂtuan baru uang muka kredit, hiÂlang. Ketua Umum Kamar DaÂgang dan Industri (Kadin) IndoÂnesia Suryo Bambang Sulistyo mengaÂtakan kebijakan menaikÂkan uang muka kredit sepeda motor akan berpengaruh pada miÂnat konÂsuÂmen untuk membeli kendaraan tersebut.
“Dampaknya pasti akan mengurangi kemudahan orang beli motor dan akan berdampak kepada penjualan sepeda motor. Rakyat kan beli motor untuk transÂportasi. Kalau nggak pake moÂtor, pakai apa sekarang?†ujarnya.
Dengan kenyataan itu, kata Suryo, sudah seharusnya pemeÂrinÂtah memperbaiki sistem inÂfraÂstruktur transportasi massal. Sehingga masyarakat yang tak bisa membeli kendaraan motor atau mobil bisa memanfaatkan fasilitas itu.
Sementara itu, Asosiasi IndusÂtri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menyayangkan kenaikan uang muka kredit motor. Menghambat penjualan motor dengan menaikÂkan uang muka kredit untuk mengurangi kemacetan dianggap langkah tak tepat.
“Kemacetan itu terjadi akibat pengaturan lalu lintas yang tidak benar. Banyaknya pelanggaran, parkir sembarangan, infrasÂtrukÂtur, disiplin pengendara dan seÂmua yang menyebabkan kemaceÂtan,†ujar Ketua AISI Gunadi Sinduwinata.
Gunadi juga menyampaikan, bagaimana bisa pertumbuhan perÂekonomian dengan meningÂkatnya penjualan roda dua bisa disalahkan menjadi penyebab kemacetan.
Menurut dia, kendaraan roda dua sudah menjadi kebutuhan maÂsyarakat karena tidak ada saÂrana transportasi massal yang memadai.
Produksi Turun, PHK Mengancam
Kalangan DPR mengÂkhaÂwaÂtirkan kenaikan uang muka kredit kendaraan bermotor (KKB) akan menciptakan efek domino yang berujung pemutuÂsan hubungan kerja (PHK).
Rudianto Tjen, anggota KoÂmisi IX yang membidangi maÂsalah ketenagakerjaan mengaÂtakan, baÂnyak vendor yang terÂlibat dalam produksi kendaraan bermotor.
Kenaikan uang muka akan meÂnyebabkan penjualan kendÂaÂraan bermotor menurun. ProÂduÂsen pun mengurangi produksi dan peÂmeÂsanan komponen. “Saya sudah menÂdengar pemeÂsaÂnan ke pabrik komponen suÂdah dikuÂrangi,†kata politisi PDIP ini.
Lantaran order berkurang, peÂruÂsahaan komponen turut meÂnguÂrangi produksi. Shift kerja dipoÂtong. Lembur ditiadakan. “PenÂdapatan pekerja jadi berÂkurang,†kata Rudi.
Ia mengkhawatirkan peruÂsaÂhaÂan akan mengurangi jumlah peÂkerÂjanya jika order makin susut. “KaÂlau ini terjadi jumlah pengÂganguran baÂkal bertambah,†ujarnya.
Untuk itu, Rudi menyarankan agar Bank Indonesia maupun MenÂteri Keuangan meninjau ulang ketentuan mengenai uang muka kredit kendaraan berÂmoÂtor. “Sebaiknya diberlakukan seÂcara bertahap. Naik lima persen setiap enam bulan sambil mÂeÂlihat konÂdisi perekonomian,†cetusnya.
Purbaya Yudhi Sadewa, KeÂpala Ekonom Danareksa ReÂsearch Institute juga mengÂkhaÂwatirkan PHK besar-besaran.
“Hal itu bisa saja terjadi kareÂna kemungkinan penjualan kenÂdaÂraan bermotor yang melambat akiÂbat tingginya ketentuan pemÂbayaran uang muka,â€
Menurutnya, keputusan Bank Indonesia dan pemerintah meÂnaikÂÂkan batas minimal uang muka pembelian kendaraan berÂmotor dilaksanakan pada waktu yang kurang tepat. Apalagi peÂmeÂrintah yang tengah mengÂgoÂdok rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
“Ini akan menghambat sigÂnifiÂÂkan pertumbuhan industri motor. SeÂharusnya tidak setinggi itu (baÂtas miÂnimal uang muka) karena ekoÂnomi akan melamÂbat,†kata Purbaya.
Idealnya, pengenaan ketenÂtuan baru batas minimal uang muka kredit kendaraan bermotor dilaÂkukan secara bertahap. Langkah ini diharapkan bisa mencegah dampak yang lebih besar pada perÂÂekonomian nasional. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.