Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Tak Dikasih Jalur Mobil, Pagar Pembatas Dijebol

Warga Meruya Ancam Duduki Proyek JORR W2

Selasa, 12 Juni 2012, 09:59 WIB
Tak Dikasih Jalur Mobil, Pagar Pembatas Dijebol
Proyek JORR W2

RMOL. Royani duduk santai di kursi kayu di depan rumahnya yang berada di RT 4, RW 11 Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat. Sambil ditemani dua anaknya, perempuan setengah baya ini memandangi  puluhan pekerja yang menyelesaikan proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road West Two (JORR W2)

“Sudah dikerjakan sejak akhir tahun lalu, tapi sampai sekarang belum selesai juga,” kata dia. Jalan ini akan menghubungkan jalan tol Jakarta-Merak dengan jalan tol BSD-Jakarta.

Royani merasa pembangunan jalan ini telah mengganggu kehi­dup­annya.  “Sekarang jadi panas. Debu bertebaran. Bising. Padahal dulu di sini banyak pohon jadi agak adem,” katanya.

Walaupun pembangunannya baru dimulai Desember 2011, me­nurut dia, pembebasan la­han­nya sudah dilakukan sejak 1985.  “Tanah saya dibebaskan 1.000 meter persegi seharga Rp 30 ribu per meternya,” tuturnya.

Tanah yang sudah dibebaskan itu ternyata ditelantarkan. Warga lalu memanfaatkan lahan kosong itu dengan menanam pohon un­tuk kayu bakar.

Namun setelah  besar, pelak­sa­na proyek datang dan meratakan ratusan pohon. Warga diberi uang ke­rohiman sebesar Rp 200 ribu. “Padahal kalau dipanen harganya bisa mencapai puluhan jutaan ru­piah,” kata wanita yang ditinggal mati suaminya dua tahun lalu itu.

Tidak hanya itu, pelaksana pro­yek jalan tol itu juga mengeruk tanah sedalam satu meter. Lahan yang dikeruk itu berbatasan de­ngan rumahnya. “Sekarang ru­mah saya jadi menggantung. Ka­lau hujan besar saya takut am­bruk,” kata Royani sambil mene­tes­kan air mata.

Sejak pembangunan jalan tol, akses dari Jalan Meruya Utara Raya menuju pemukiman jadi sempit. Akses jalan yang dibikin kontraktor itu hanya bisa dilalui sepeda motor. “Kalau misalnya ada mobil septic tank, masuknya lewat mana? Kalau kebakaran gimana?” keluhnya.

Ia meminta pelaksana proyek bisa menyediakan akses jalan yang layak. Yang bisa dilalui ken­daraan roda empat. “Kami siap bila tanah kami digunakan untuk pem­bangunan jalan alternatif. Yang penting ganti ruginya se­banding. Dua juta rupiah per meter,” kata Royani.

Edi Zamroni, koordinator war­ga Meruya Utara menutur PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ) se­la­ku pelaksaan proyek JORR W2 memperhatikan keluhan warga mengenai akses jalan ke pe­mukiman. “Kita ingin pelebaran menjadi empat meter. Lebar sebe­lum­nya hanya 1,75 meter,” katanya.

Menurut dia, warga di RT 2 sam­pai RT 5 RW 11 Meruya Utara bakal menduduki proyek jalan tol bila tuntutan mereka tak dipenuhi. Edi mengatakan, jalan utama ke pemukiman warga ter­tutup akibat proyek jalan tol JORR W2.

Warga, lanjut Edi, sebenarnya tidak memprotes pembangunan tol. Namun warga kesulitan aki­bat pelaksana proyek  tidak me­nyediakan jalan alternatif peng­ganti dari pemukiman warga ke Jalan Meruya Utara.

Sebelum pembangunan jalan tol dimulai, pihak kontraktor ber­janji akan menyediakan akses jalan ke pemukiman warga se­le­bar 10 meter. Tapi kenyataannya lebarnya hanya 1,75 meter. “Saat ini kami tagih janji tersebut,” katan­ya.

Warga yang mempunyai ken­da­raan roda dua bisa melalui jalan itu dengan mudah untuk menuju ke jalan besar. Sedangkan warga yang memiliki mobil terpaksa me­mutar. Jaraknya cukup jauh. “Kondisi ekonomi warga sini juga terganggu. Kami hanya me­nuntut adanya jalan alternatif pengganti,” katanya.

Selain mengancam menduduki jalan tol, warga juga akan meng­gelar aksi di Wali Kota Jakarta Barat. “Warga dijanjikan Senin depan (18/6) akan dipertemukan dengan Dinas Pertamanan dan Pemakaman, dari Jasa Marga dan pi­hak-pihak terkait untuk mem­bahas pelebaran jalan itu,” katanya.

Edi menegaskan, bila tuntutan tidak juga dipenuhi beton warga akan membongkar pagar pembatas proyek jalan tol dengan pemukiman warga.

Jalan tol JORR W2 (Kebun Je­ruk-Ulujami) akan dibangun se­pan­jang 7,67 kilometer. Kawasan RT 02 sampai RT 05 RW 11 Me­ru­ya Utara dilalui proyek pem­ba­ngunan seksi I (Kebon Jeruk-Jog­lo). Seksi ini sepanjang dua kilo­me­­ter. Pengerjaannya masih 30 persen.

Jalan bebas hambatan ini akan mempunyai lebar 80 meter. Yakni 40 meter untuk jalan tol, sisanya jalan arteri di sisi kanan dan kiri tol. Masing-masing selebar 20 meter.

Proses perataan lahan dan pe­ma­datan lahan di Seksi I sudah se­panjang satu kilometer. Namun yang sudah dibeton baru 300 meter. Jalan yang sudah dibeton se­lebar 20 meter di sisi kanan. Ter­lihat pu­luhan pekerja sibuk mengerjakan pembetonan jalan. Di pinggir jalan tol sebelah kanan beberapa backhoe terlihat menge­ruk tanah untuk membuat saluran air.

Pagar beton setinggi dua meter menjadi pembatas antara proyek jalan tol dengan pemukiman. Ja­lan akses ke pemukiman diba­ngun persis di pinggir pagar beton.

Pengendaraan sepeda motor bisa leluasa melewati jalan ini. Namun pengemudi roda empat harus ekstra hati-hati karena lebar jalan ini pas-pasan. Bila tidak bisa ter­perosok ke got di sebelah ka­nan jalan. Saluran air itu sedalam satu meter.

Warga menjebol pagar beton yang menjadi pembatas lokasi proyek dengan pemukiman. Pa­gar dijebol agar bisa dilalui kendaraan roda empat maupun sepeda motor yang hendak ke Jalan Meruya Ilir.

Kendaraan itu melintas di lokasi proyek. Terkadang pe­ngen­dara berpapasan dengan back­hoe dan storm yang mondar-mon­dar di lokasi proyek.

Masih Banyak Tanah Belum Dibebaskan, Proyek Bisa Molor

Direktur Utama PT Marga Lingkar Jakarta (MLJ) Sonhadji Surahman menargetkan proyek jalan tol Jakarta Outer Ring Road West Two (JORR W2) se­le­­sai pertengahan 2013. Saat ini masih berlangsung pembebasan lahan untuk jalan tol yang menghubungkan Kebon Jeruk-Ulujami itu.

Ia mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dana untuk pem­bebasan lahan hingga Rp 610 miliar rupiah. Hanya saja, dana tersebut belum mampu ter­se­rap keseluruhan karena ken­dala proses pelepasan hak tanah.  

“Untuk pembebasan lahan kami siapkan 610 miliar rupiah untuk 42 hektar lahan yang di­bebaskan, dan sampai saat ini baru terserap 400 miliar rupiah dan tambahan dari land capping pemerintah sebesar 200 miliar rupiah lebih,” katanya.

PT MLJ sahamnya dimiliki 65 persen PT Jasa Marga Tbk dan 35 persen PT Jakarta Marga Jaya, anak usaha PT Jakarta Pro­pertindo.

Sonhadji berharap peme­rin­tah dan pihak terkait benar-benar komitmen untuk men­du­kung proses pembebasan lahan proyek JORR W2 ini. Ke­ber­adaan tol ini mengurangi beban kendaraan di tol Dalam Kota. “Ji­ka semuanya mendukung ka­mi optimis proyek ini bisa di­percepat dari 18 bulan menjadi 15 bulan,” katanya.

Sonhadji menjelaskan, belum tuntasnya pembebasan lahan ber­dampak kepada proses per­ce­patan operasi JORR W2.. “Ki­ta targetnya Mei (2003). Ta­pi kalau sampai sekarang belum bebas bagaimana dan tentu ka­mi akan tandatangani ulang de­ngan pemerintah terkait pem­bebasan tanah,” katanya.

Ia menambahkan, dari renca­na empat paket yang akan diker­jakan masih ada kendala pem­be­basan lahan di Seksi I hingga III. Sedangkan paket tiga di Ulu­jami baru sedikit lahan yang di­bebas­kan. Ia meng­kha­watir­kan target penyelesaian proyek ini molor.

“Target para pihak soal lahan di Jakarta Selatan dan Barat tuntas Desember 2011. Lalu diper­panjang lagi April 2012. Tetapi Januari-April baru empat dari 190 bidang di Jaksel yang Bebas,” katanya.

Sonhadji mengakui, kendala tanah merupakan bagian tersulit dalam pembangunan jalan tol. Lahan proyek milik pengem­bang Intercon seluas 4 hektare sudah bisa dibebaskan.

PT MLJ adalah pemegang kon­sesi ruas tol JORR W2 se­panjang 7,67 km dari Kebun Je­ruk-Ulujami dengan total inves­tasi sebesar Rp 2,23 triliun. MLJ bakal memulai konstruksi pro­yek JORR W2 tahun ini dan diope­rasikan pada Mei 2013.

Menteri Djoko: Seharusnya Itu Urusan Pemda DKI

Pembebasan Lahan

Pemerintah ingin pemba­ngun­an proyek JORR W2 cepat selesai. Untuk itu, pemerintah mengalokasikan dana untuk pem­bebasan lahannya.

“Kami sudah lakukan pem­ba­hasan dan menyepakati pem­be­basan tanah bakal kami danai. Itu bertujuan agar proses pe­nger­jaan proyek tol menjadi le­bih cepat karena kebutuhan m­asyarakat terhadap jalan tol tersebut mendesak,” kata Men­teri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto  Djoko mengatakan, proses pembebasan tanah seha­rus­nya dilakukan Pemerintah Pro­vinsi DKI Jakarta. Namun, kata dia, pemerintah pusat tetap turun tangan menyediakan da­na, karena proses pembebasan lahan berjalan alot.

Ketua Umum Asosiasi Jalan Tol Indonesia (ATI) Fathuroh­man mengatakan,  negara me­rugi hingga Rp 8 triliun per ta­hun akibat lambatnya pem­ba­ngunan jalan tol. Sampai saat ini total panjang jalan tol di Indo­ne­sia hanya mencapai 762 kilo­me­ter.  “Kerugian bisa men­ca­pai Rp 8 Triliun per tahun kare­na kemacetan yang sema­kin pa­rah dan karena kurangnya infrastruktur jalan tol,” katanya.

Ia menjelaskan alasan keru­gi­an tersebut disebabkan adanya kemacetan yang hampir tiap hari dan tiap jam terjadi. Se­lain itu kurangnya kesiapan in­frastruktur dalam pem­ba­ngunan jalan tol.

Fathur tidak yakin dengan target pemerintah dalam me­ning­katkan infrastruktur ruas tol sepanjang 1.500 km pada tahun 2015. “Terakhir saja target sudah dikurangi 950 kilometer, jangankan 2015, pada 2014 saja saya nggak yakin,” katanya.

Selain itu, Fathur mendesak pe­merintah untuk serius dalam me­ngatasi lambannya proses pem­bebasan lahan untuk ke­pentingan umum, terutama pembangunan jalan tol.

Hingga tahun 2014, target pem­bangunan 24 ruas jalan tol sepanjang 908 kilometer di­pre­diksi tidak akan tercapai. In­ves­tasi sekitar Rp 120 triliun juga tidak akan pernah terwujud, jika pe­nerbitan peraturan presiden tidak menyentuh kepentingan para pemangku kepentingan.

Ia menyebutkan, adanya ma­salah serius dengan perangkat peraturan perundangan menge­nai pembebasan tanah untuk pem­bangunan jalan tol, Se­belumnya ada Peraturan Pre­si­den Nomor 36 Tahun 2005. Ke­mu­dian diganti dengan Perpres No­mor 65 Tahun 2006. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA