Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Petugas SPBU Pasrah Dijudesin & Digerutuin

Kendaraan Dinas Dilarang Nyeruput Premium

Senin, 04 Juni 2012, 09:19 WIB
Petugas SPBU Pasrah Dijudesin & Digerutuin
ilustrasi, Petugas SPBU
RMOL. Toyota Avanza hitam berpelat merah dengan nomor polisi B 8757 CO melaju pelan memasuki Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Jalan Cirendeu Raya, Ciputat, Jakarta Selatan, Jumat siang (1/5).

Setelah berhenti, dari pintu be­lakang mobil keluar wanita ber­umur 40 tahun. Ia meminta me­minta petugas SPBU mengisi­kan Premium. Namun petugas itu menolak. “Mulai hari ini mobil ber­­pelat merah harus mengisi Per­­tamax,” ujar Reza, petugas SPBU dengan ramah.

Wanita yang mengenakan baju warna hijau itu menurut. “Ya udah.  “Ya udah isi Pertamax Rp 160 ribu,” katanya. Belasan liter BBM non subsidi itu pun mengalir dari dispenser ke tanki mobil.

Presiden SBY meng­ins­truk­sikan mulai 1 Juni 2012 mobil dinas pemerintah, BUMN, dan BUMD termasuk TNI/Polri tidak menggunakan bensin bersubsidi. Kebijakan ini baru berlaku untuk kawasan Jabodetabek.

Seluruh kendaraan dinas milik kementerian, lembaga pemerinta­han, BUMN, BUMD, TNI, dan Polri yang tidak menggunakan pelat dinas akan ditempeli stiker warna oranye bertuliskan “Tidak Menggunakan BBM Bersubsidi”.

Penghematan BBM ini di­tuangkan dalam Peraturan Pre­si­den (Perpres) 15 tahun 2012. De­n­gan adanya instruksi ini di­ha­rap­kan konsumsi BBM bersubsidi bisa sedikit ditekan. Dari 47 juta kiloliter menjadi 44 juta kiloliter.

Menurut Reza, manajer telah memberikan arahan kepada diri­nya dan 25 petugas SPBU lain­nya agar menolak kendaraan di­nas yang meminta diisi Pre­mium. Lalu diarahkan untuk me­ngisi Pertamax yang bukan BBM ber­subsidi. “Biasanya me­reka rela dan tidak ada yang mem­bantah. Paling hanya meng­gerutu,” katanya.

Namun bila pengemudi ken­da­­ra­an dinas itu tetap memaksa me­ngisi premium, petugas SPBU pun tak bisa melarang. Yang bisa di­la­ku­kan adalah mencatat pelat no­mor kendaraan lalu dise­rah­kan ke manajer. Catatan itu lalu di­la­por­kan ke Pertamina. “Nanti Per­tami­na yang akan mene­gur­nya,” katanya.

Walaupun sudah diberi arahan, Reza mengaku sulit mengenali kendaraan dinas bila meng­gu­na­kan pelat hitam. Untuk menge­na­linya dia akan melihat kaca depan apakah ada stiker BBM non sub­sidi atau tidak. “Kalau ada lang­sung kita sarankan untuk mengisi Pertamax,” katanya.

Tapi bila tidak ada tanda, ia ha­n­ya bisa menyarankan kepada pe­ngendara untuk mengisi BBM non subsidi. Apalagi bila kenda­raannya masuk kategori mewah.

Reza mengungkapkan, ken­da­ra­an dinas yang banyak mengisi BBM di SPBU ini adalah milik Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Sebab, lokasinya memang dekat.  

Azis, Manager Operasional SPBU mengatakan, kantor pusat Pertamina telah memberi ins­truksi kepada seluruh SPBU yang berada di Jabodetabek untuk mela­rang kendaraan dinas milik pemerintah baik roda dua mau­pun lebih, kendaraan dengan sti­ker “BBM Non subsidi” dan ken­daraan dinas milik TNI/Polri me­ngisi premium mulai 1 Juni 2012.

Dengan adanya intruksi ter­sebut, seluruh petugas SPBU su­dah diberi arahan untuk mengisi mobil tersebut dengan Pertamax. “Bila mereka tidak mau kita tidak bisa berbuat apa-apa. Yang kita la­kukan hanya mencatat nomor kendaraan dan diserahkan ke Per­tamina Pusat,” katanya.

Ia menambahkan, larangan kendaraan dinas mengisi BBM bersubsidi ini juga ditempel di se­tiap mesin dispenser agar pengen­dara mengetahuinya.

Azis mengatakan, kebijakan ini tidak terlalu berpengaruh terha­dap konsumsi Pertamax. Sebab, setiap hari paling banyak 10 ken­daraan di­nas yang mengisi di sini. Setiap hari SPBU ini meng­ha­biskan 18 ribu liter Premium, 1.500 liter Pertamax dan 500 liter Pertamax Plus.

Berdasarkan pengamatan Rak­yat Merdeka di SPBU di Jalan Ci­rendeu harga Pertamax turun dari harga sebelumnya Rp 9.700 men­jadi Rp 9.250. Untuk Per­ta­max Plus turun menjadi Rp 9.850 per liter dari harga sebelumnya Rp 10.050. Sedangkan harga Per­tamina Dex dibanderol Rp 10.200 per liter alias tidak ada pe­nu­runan. Premium tetap Rp 4.500 per liter.

SPBU seluas 1000 meter per­segi ini memiliki delapan dis­pen­ser. Stasiun yang buka 24 jam ini menjual beraneka ragam bahan bakar minyak mulai dari Pre­mium, Pertamax, Pertamax Plus dan Bio solar.

Tempatnya berada di pinggir ja­lan besar sehingga mudah di­jang­kau kendaraan bermotor baik roda dua, empat ataupun lebih. Ma­suk ke dalam terham­par hala­man tempat pengisian yang lapang.

Di sisi kanan disediakan empat dispenser untuk kendaraan roda empat. Masing-masing dispenser berisi tiga selang di bagian depan dan tiga selang lagi dibela­kang­nya. Di sini dijual Pertamax Plus, Per­tamax, Premium dan Bio solar.

Di bagian tengah disediakan dua dispenser yang masing-ma­singnya berisi dua selang di ba­gian depan dan dua selang diba­gian belakang. Di tempat ini men­jual Premium dan Bio Solar yang dikhususkan bagikendaraan roda empat atau lebih.

Seluruh dispenser yang mel­a­yani kendaraan roda empat atau lebih ditempel kertas A4 yang ber­tuliskan ”Hanya tiga yang ti­dak boleh isi Premium per 1 Juni 2012, mobil/motor plat merah, mo­bil atau motor plat TNI/Polri, Mobil berstiker khusus. Sesuai dengan peraturan Menteri ESDM Nomor 12 tahun 2012”.

Di bagian paling kiri tersedia dua dispenser yang berisi Per­ta­max dan Premium. Setiap dis­pen­sernya memiliki empat selang di de­pan dan belang. Tempat ini di­per­untukkan untuk kendaraan roda dua. Terlihat lima penjaga SPBU mengisi bensin dengan me­ngenakan pakaian serba merah yang  dilengkapi dengan topi.

Selain fasilitas pengisian ben­sin, SPBU ini menyediakan fasi­litas mushola, minimarket dan me­sin pengisi angin ban.

Hemat BBM, Berangkat Bareng-bareng Satu Mobil

Kepala Dinas Komunikasi, In­formatika, dan Kehumasan Pem­prov DKI, Sugiyanta mengata­kan Sekretaris Daerah (Sekda) telah menginstruksikan kepada se­luruh jajaran yang ada ling­ku­ngan Pem­prov DKI untuk me­lakukan peng­hematan energi. Di antara­nya dengan tidak lagi men­­kon­sum­si bahan bakar ber­subsidi (Pre­mium) untuk ken­daraan dinas.

“Instruksi penghematan energi tersebut berlaku mulai hari Senin (4/6),” katanya.

Menurut Sugiyanta, pada Senin depan seluruh kendaraan opera­sional Pemprov DKI dilarang menggunakan Premium dan ber­alih mengkonsumsi bahan bakar non subsidi seperti Pertamax.

“Seluruh PNS di lingkungan Pemprov DKI Jakarta wajib me­matuhi instruksi. Bagi yang me­langgar akan dikenakan sanksi tegas sesuai dengan ketentuan hu­kum yang berlaku,” katanya

Selain itu, setiap pegawai wajib mematikan lampu dan alat-alat elektronik yang tidak digunakan. Kemudian bila akan menghadiri suatu acara atau rapat di luar kan­tor, PNS di­instruksikan berangkat bersama-sama dalam satu ken­daraan sehingga menghemat ba­han bakar.  

Sugiyanta menjelaskan Pem­prov DKI sudah menjalankan perilaku hemat energi. Misalnya menerapkan konsep green buil­ding untuk renovasi gedung Blok G Balai Kota.

Menurutnya, se­mua lampu yang dipasang di Blok G, sumber energinya telah menggunakan tenaga matahari (solar cell)

Ke depannya aksi hemat energi akan semakin digalak­kan dengan daur ulang air un­tuk kegiatan se­hari-hari di kan­tor, dan peng­gunaan 3.090 lam­pu hemat energi dengan tek­nologi Light Emmiting Diode (LED).

Kemudian ratusan bus Trans­jakarta mulai dari Koridor II hingga XI telah menggunakan ba­han bakar gas yang ramah ling­kungan.


Mobil Patroli Polisi Dijatah 30 Liter/Hari

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Saud Usman Nasution mengata­ka­n, seluruh mobil di­nas ke­po­li­si­an di wilayah Ja­bo­detabek di­la­rang meng­gunakan BBM bersubsidi.

Mobil dinas yang digunakan pejabat Polri mendapat jatah jatah 7,5 liter BBM nonsubsidi per hari. Mobil dinas di atas 2.000 cc dijatah 12,5 liter per hari. “Untuk mobil patroli ke­polisian, diberi jatah 30 liter per hari,” katanya.

Mobil patroli diberi jatah le­bih banyak karena harus keli­ling un­tuk memantau situasi ke­am­a­nan. Untuk kendaraan jenis bus diberi jatah 15 liter per hari. Se­dangkan sepeda motor diberi jatah 2 liter per hari.

“Jadi ini kebijakan Polri un­tuk mendukung kebijakan ope­­ra­sio­nal peghematan BBM di lapa­ngan. Bila ada pelang­garan, nan­ti akan kita proses, apakah itu pe­langgaran disiplin atau lain­­nya,” katanya.

“Aturan tersebut khusus di Ja­karta, Bekasi, Bogor, Tange­rang dan Depok, kendaraan dinas tidak diperkenankan untuk mem­beli Premium yang ber­subsidi,” kata be­kas Komandan Densus 88 ini.

Bahkan Saud menegaskan seluruh anggota Polri wajib me­ngisi BBM di SPBU milik Polri. “Atau SPBU yang telah kita titipkan minyak kita di situ. Jadi jika mau isi BBM di SPBU luar Polri, silahkan isi Pertamax atau BBM non subsidi,” katanya.

Saut menambahkan, pada 1 Juli 2012 kebijakan tentang pe­larangan menggunakan BBM bersubsidi untuk anggota Polri akan diberlakukan di seluruh Jawa dan Bali. “Sementara di luar Jawa dan Bali kebijakan soal BBM sedang dibi­ca­ra­kan,” katanya.

Saud mengatakan peng­hem­a­tan ini mengikuti instruksi Pre­si­den Susilo Bambang Yudho­yono (SBY). Sementara ins­truk­si untuk penghematan ener­gi akan mulai diberlakukan 1 Juli 2012.

Kapolda Metro Jaya Untung S Rajab mengatakan telah meng­instruksikan kepada jaja­ran­nya untuk menggunakan ba­han bakar Pertamax. Ini mulai berlaku 1 Juni.  Selain itu, satu unit Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Markas Polda Metro juga sudah mulai dikonversi men­jadi Pertamax.

Wakil Direktur Lalu Lintas Pol­da Metro AKBP Wahyono mengatakan penggunaan Perta­max sudah diterapkan di jaja­rannya. “Mulai tanggal 1 Juni ini kita sudah berlaku,’ katanya.

Wahyono menambahkan, peng­gunaan Pertamax dite­rap­kan untuk kendaraan dinas se­perti mobil patroli dan motor Pat­wal. Polda Metro Jaya me­miliki 60 unit mobil patroli.


Berharap Konsumsi Pertamax Melonjak

Vice President Communication Corporate Pertamina, Mocha­mad Ha­run mengatakan  penu­ru­nan harga Pertamax dapat men­do­rong penggunaan BBM non sub­sidi. “Mudah-mudahan ada ke­naikan konsumsi,” harap Harun.

Ia meyakinan pelarangan penggunaan BBM bersubsidi untuk kendaraan dinas milik pemerintah akan mendongkrak konsumsi Pertamax. “Sekarang ada kebijakan untuk mobil pelat merah, BUMN, BUMD, dan ins­tansi pemerintah harus me­makai Pertamax,” katanya.

Harun berharap kedua faktor itu bisa mendorong masyarakat mengonsumsi Pertamax lebih banyak dibanding periode sebelumnya.

Mengenai turunnya harga Per­tamax, menurut Harun, Per­ta­mina hanya mengikuti kondisi har­ga minyak di pasar dunia. Sebab, Pertamina tak bisa me­nentukan patokan harga BBM non subsidi itu.

“Kalau harga produk di Ron 92 (Pertamax) di periode ter­tentu di pasar turun, ya mesti kita turunkan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA