di lantai 6 gedung yang terletak di Jalan Budi Kemulyaan, Jakarta Pusat. Maklum saja, karena pemilihan gubernur dan wakil gubernur tinggal 40 hari lagi.
Jam di dinding gedung menunÂjukkan pukul 02.15 WIB, para staf yang mayoritas memakai baju batik lengan pendek berÂbagai corak dan warna berbeda suÂdah terlihat nongkrong di deÂpan komÂputer masing-masing yang terjejer rapi di ruang sekretariat.
Sebagian ada yang sibuk meÂngetik dan ada juga yang tengah mengumpulkan tumpukan kertas yang telah dicetak. Ketika keluar dari lift lantai 6, pemandangan ruang kantor sekretariat sudah disuguhkan dengan tumpukan kardus coklat yang menjungjung tinggi hingga ke langit-langit atas lantai tersebut. Tumpukan kardus itu ada sisi kanan dan kiri lift.
Di kardus ukuran kecil itu berÂtuliskan berbagai kelurahan dan kecamatan yang ada di Jakarta. “Oh itu berkas dukungan dua caÂlon independen yakni Pak HenÂdardji dan Pak Faisal,†jawab peÂtuÂgas yang berada persis di depan lift saat ditanya Rakyat Merdeka.
Melangkah lebih dalam, terÂdaÂpat ruang pertemuan yang cuÂkup luas di dinding terhadap baÂliho besar bertuliskan media cenÂter. Di daÂlam ruang itu, tertata rapi meja berÂbentuk segi empat yang dilengÂkapi kursi-kursi berÂwarna hitam. Para karyawan juga tengah sibuk merapikan meja dan bangku.
Di dinding depan lift juga terÂpasang foto-foto kegiatan KPUD yang ditampilkan seperti mading. Reza, staf sekretariat KPUD samÂbil duduk di sofa bercerita kepada mengenai kegiatan karyawan dan staf yang ada di lantai 6.
Kata dia, menjelang pilgub semua staf terus bekerja hampir 24 jam. “Setiap hari kita rapat dari Senin sampai Sabtu. Minggu juga kadang harus masuk,†ujar Reza yang pada saat itu meÂngeÂnakan batik lengan pendek berÂwarna biru.
Dia juga mengungkapkan sisÂtem kerja PNS di KPUD berbeda dengan PNS di instansi yang lain. Kalau PNS yang lain, jika hari libur semua kegiatannya libur juga. Tetapi di KPUD tidak bisa berleha-leha. “Kita tidak sama sama PNS yang lain, kalau masuk tahapan. Kita all out.â€
Mengenai masalah apa saja yang sudah dikerjakan oleh KPUD selama ini, Reza enggan menjelaskan. Dia mengaku buÂkan domainnya. “Takut salah saya, biar di lantai 4 saja yang menjelaskan,†kilahnya.
Meski kantor KPUD rawan, Reza mengungkapkan kalau keÂamanan selalu koordinasi dengan Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat. Tetapi kalau hari biasa keamaan hanya dijaga sama dua satpam.
Asyik ngobrol, waktu meÂnunÂjukkan pukul 15.30 wib, para peÂgaÂwai negeri sipil biasanya sudah sibuk beres-beres untuk pulang ke rumah. Tetapi pegawai KPUD masih terlihat sibuk mengutak-atik komputer yang jumlahnya puluhan. Sejumlah pegawai peÂremÂpuan masih asyik berbincang dengan pegawai perempuan yang lain. Bahkan dari luar terdengar suara candaan dan tawa dari ibu-ibu paruh baya tersebut.
Sekretaris KPUD, Ahmadi tiba-tiba keluar dari ruangannya. DeÂngan membawa berkas di taÂngan kanannya ia masuk ke ruang media center mengecek segala hal untuk rapat besok. “Ini (sound) udah bunyi?†tanya Ahmadi samÂbil menekan-nekan tombol on/off microphone.
Dia menjelaskan, kerja pegaÂwai menjelang pemilihan meÂmang cukup sibuk. Kadang ada ada staf yang harus pulang tengah malam. Bahkan ada juga yang sampai tidur di kantor hanya unÂtuk menyelesaikan tugas yang beÂlum selesai. “Memang buat PNS itu sudah luar biasalah, tapi buat staf KPUD itu biasa,†katanya.
Namun, ketika diajak ngobrol lebih dalam Ahmadi juga enggan buka-bukaan kepada Rakyat MerÂdeka. “Tanya sama yang di lantai 4 saja ya,†ucapnya sambil buru-buru masuk lift.
Turun ke lantai 4, di depan lift cuma ada satu meja kecil tempat satpam menunggu. Satpam itu merangkap sebagai resepsionis. Di atas meja ada kertas kecil berÂtuÂliskan tamu harap lapor. Tapi yang ada cuma meja, bangku serÂta kertas kecil itu saja. Satpam yang berjaga tidak terlihat batang hidungnya.
Ketika melangkah suasana sangat berbeda, yang terlihat haÂnya lengang tanpa suara kesiÂbuÂkan. Yang terlihat digedung berÂwarna kuning yang catnya sudah mulai memudar hanya wartawan yang sedang mengetik berita.
Di lantai 4 itu, para pengunjung akan disambut patung burung elang bondol yang menjadi masÂkot Pilkada 2012. Ketika diÂpanÂdangi, patung berkepala elang, bertangan dan berkaki yang memÂbawa kotak suara berputar-putar kekiri kekanan.
Suasana sepipun terlihat ketika memasuki pintu kaca warna hitam. Di dalam ruangan anggota KPUD itu tidak ada kegiatan halur mudik para karyawan yang ingin memfotokopy dan seÂbaÂgainya. Pun tidak terlihat anggota KPUD. “Semua anggota (KPUD) seÂdang rapat di DPRD,†sebut karÂyawan yang memakai batik ungu lengan pendek. Tak sempat ngobrol lama, si pegawai yang tidak diketahui namanya pun langsung pergi.
Di sebelah kanan dalam ruaÂngan para anggota KPUD ada meÂbel warna orange memanjang. Sedangkan di kiri kursi sedang moÂtif kotak-kotak. Beberapa pinÂtu anggota dewan juga terkunci. Ketika diintip memang tidak ada orang, yang terlihat hanya tumÂpukan kertas di atas meja para waÂsit pilkada tersebut.
Masih di ruangan yang sama juga terlihat tumpukan boks berÂwarna putih transparan dengan tuÂtup bermacam warna. Ketika diÂdeÂkati ternyata puluhan boks terÂsebut milik calon gubernur inÂdeÂpenden yang gagal yakni MarÂsekal Muda TNI (purn) H PraÂyitÂno Ramelan dan Tedy SuratÂmaÂdji. Di samping boks itu ditempel pasaÂngan yang tidak bisa meÂmenuhi kuota perÂsyaÂratan calon independen.
Karena tidak ada kesibukan, Rakyat MerÂdeka menelusuri lebih dalam gedung KPUD di lantai 4 yang biasanya anggota KPUD bekerja. Di pojok ruangan terliaht ada ruangan press room indoor. Dari dalam terlihat bangku berÂwarÂna cokelat muda dengan kuÂsen warna senada yang tertata cuÂkup rapi. Di depannya ada meja segi empat beralaskan kaca beÂning berukuran sekitar dua senti.
Di pojok-pojok ruangan juga terlihat pot-pot bunga berukuran sedang berbentuk kotak dengan tanaman yang batang dan daunÂnya mulai mengering.
Ketika membuka pintu kaca berÂwarna hitam, semriwing angin sepoy-sepoy langsung meÂnyamÂbut ditambah dengan peÂmanÂdangan pucuk pohon yang geÂmuÂlai diterpa tiupan angin. Di depan terlihat begitu kokoh dan meÂgaÂnya gedung Bank Indonesia dan kubah masjid di kompleks perÂkanÂtoran bank sentral itu.
Namun, ketika hendak duduk kursi yang tertata rapi tersebut tiÂdak sebanding dengan pengÂlihaÂtan karena diatas meja maupun bangku banyak debunya. Bahkan tebalnya debu bisa membuat kata-kata yang diinginkan. ApaÂlagi lanÂtainya kotor seakan tidak terawat.
Selain itu, kesejukan ruang pressroom juga harus diganggu dengan suara AC berukuran beÂsar yang sangat bising. Dari lanÂtai ini juga masih terdengar suara klakson mobil dan motor dengan jelas.
Yah... Baliho Sosialisasi Banyak Yang Roboh
Baliho sosialisasi yang dipaÂsang KPUD dinilai tidak efekÂtif. Penyelenggara pemilukada pimpinan Dahliah Umar itu dituding hanya buang duit, karena kain putih berukuran sekitar 4x6 meter itu banyak yang ambruk.
Dari pantauan Rakyat MerÂdeka baliho-baliho yang amÂbruk lantaran penyangganya tiÂdak kuat. Penyangganya haÂnya memakai bambu dan kaÂso, itupun hanya diikat seÂkeÂnanya saja.
Ambruknya baliho KPUD yang terlihat di beberapa tempat seperti Pasar Puri Jakarta Barat. Baliho yang dipasang di sebuah taman itu tiang sebelah kirinya roboh. Alhasil tulisan yang ada di baliho besar tersebut tidak bisa terbaca.
Begitu juga di Jalan Panjang tepatnya dekat lampu merah Kedoya yang kondisi balihonya sudah miring dan hampir roboh. Lalu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan juga mengalami hal yang sama, bahkan dikawasan Cilandak baliho yang dikenal dengan nama Elang Bondol itu ambruk saat kena hujan.
“Baliho ini robohnya kemaÂrin. Padahal anginnya tidak beÂsar, tapi karena bambunya tiÂdak kuat jadi ambruk,†kata Junaidi pedagang yang biasa mangkal di kawasan Cilandak.
Melihat banyaknya baliho yang ambruk, membuat pengaÂmat politik Jakarta Adilsyah Lubis mengatakan kalau KPUD hanya buang-buang duit negara. Dia bilang, kalau KPUD serius seharusnya penyangga baliho tidak pakai bambu yang mudah ambruk. “Kalau beginikan bisa bikin bahaya warga,†ucapnya.
Ambruknya baliho terang Adilsyah bisa menimbulkan keÂcurigaan publik. Kata dia, jaÂngan sampai gara-gara baliho yang dipasang asal-asalan bisa berdampak pada proses hukum.
“Anggaran KPUD untuk sosialisasi itu sangat besar. KeÂnapa baliho-balihonya dibuat asal jadi hanya dari bambu yang mudah roboh. Dipasangnya juga disembarang tempat. Itu namanya bukan sosialisasi tapi merusak keindahan kota. RekÂlame atau baliho itukan sudah ada tempatnya, KPUD tidak mau rugi,†sindirnya.
Informasi yang diperoleh pagu anggaran baliho Rp 5,2 miÂliar untuk 389 titik dan lima teÂma. Setelah dilelang akhirÂnya anggaran menciut menjadi Rp 3,8 miliar. Harusnya tema pertama sudah terpasang sejak 11 Maret-13 April. Namun baru satu tema yang terpasang. Sedangkan bahan penyangga baliho terbuat dari bambu atau kayu kaso ukuran kecil. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.