Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Staf Mondok di Kantor, Tidak Ada Hari Libur

Ngintip Kesibukan Wasit Pilgub DKI

Senin, 28 Mei 2012, 08:50 WIB
Staf Mondok di Kantor, Tidak Ada Hari Libur
ilustrasi/ist
RMOL.Kesibukan karyawan dan staf Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta terlihat jelas

di lantai 6 gedung yang terletak di Jalan Budi Kemulyaan, Jakarta Pusat. Maklum saja, karena pemilihan gubernur dan wakil gubernur tinggal 40 hari lagi.

Jam di dinding gedung menun­jukkan pukul 02.15 WIB, para staf yang mayoritas memakai baju batik lengan pendek ber­bagai corak dan warna berbeda su­dah terlihat nongkrong di de­pan kom­puter masing-masing yang terjejer rapi di ruang sekretariat.

Sebagian ada yang sibuk me­ngetik dan ada juga yang tengah mengumpulkan tumpukan kertas yang telah dicetak. Ketika keluar dari lift lantai 6, pemandangan ruang kantor sekretariat sudah disuguhkan dengan tumpukan kardus coklat yang menjungjung tinggi hingga ke langit-langit atas lantai tersebut. Tumpukan kardus itu ada sisi kanan dan kiri lift.

Di kardus ukuran kecil itu ber­tuliskan berbagai kelurahan dan kecamatan yang ada di Jakarta. “Oh itu berkas dukungan dua ca­lon independen yakni Pak Hen­dardji dan Pak Faisal,” jawab pe­tu­gas yang berada persis di depan lift saat ditanya Rakyat Merdeka.

Melangkah lebih dalam, ter­da­pat ruang pertemuan yang cu­kup luas di dinding terhadap ba­liho besar bertuliskan media cen­ter. Di da­lam ruang itu, tertata rapi meja ber­bentuk segi empat yang dileng­kapi kursi-kursi ber­warna hitam. Para karyawan juga tengah sibuk merapikan meja dan bangku.

Di dinding depan lift juga ter­pasang foto-foto kegiatan KPUD yang ditampilkan seperti mading. Reza, staf sekretariat KPUD sam­bil duduk di sofa bercerita kepada mengenai kegiatan karyawan dan staf yang ada di lantai 6.

Kata dia, menjelang pilgub semua staf terus bekerja hampir 24 jam. “Setiap hari kita rapat dari Senin sampai Sabtu. Minggu juga kadang harus masuk,” ujar Reza yang pada saat itu me­nge­nakan batik lengan pendek ber­warna biru.

Dia juga mengungkapkan sis­tem kerja PNS di KPUD berbeda dengan PNS di instansi yang lain. Kalau PNS yang lain, jika hari libur semua kegiatannya libur juga. Tetapi di KPUD tidak bisa berleha-leha. “Kita tidak sama sama PNS yang lain, kalau masuk tahapan. Kita all out.”

Mengenai masalah apa saja yang sudah dikerjakan oleh KPUD selama ini, Reza enggan menjelaskan. Dia mengaku bu­kan domainnya. “Takut salah saya, biar di lantai 4 saja yang menjelaskan,” kilahnya.

Meski kantor KPUD rawan, Reza mengungkapkan kalau ke­amanan selalu koordinasi dengan Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Pusat. Tetapi kalau hari biasa keamaan hanya dijaga sama dua satpam.

Asyik ngobrol, waktu me­nun­jukkan pukul 15.30 wib, para pe­ga­wai negeri sipil biasanya sudah sibuk beres-beres untuk pulang ke rumah. Tetapi pegawai KPUD masih terlihat sibuk mengutak-atik komputer yang jumlahnya puluhan. Sejumlah pegawai pe­rem­puan masih asyik berbincang dengan pegawai perempuan yang lain. Bahkan dari luar terdengar suara candaan dan tawa dari ibu-ibu paruh baya tersebut.

Sekretaris KPUD, Ahmadi tiba-tiba keluar dari ruangannya. De­ngan membawa berkas di ta­ngan kanannya ia masuk ke ruang media center mengecek segala hal untuk rapat besok. “Ini (sound) udah bunyi?” tanya Ahmadi sam­bil menekan-nekan tombol on/off microphone.

Dia menjelaskan, kerja pega­wai menjelang pemilihan me­mang cukup sibuk. Kadang ada ada staf yang harus pulang tengah malam. Bahkan ada juga yang sampai tidur di kantor hanya un­tuk menyelesaikan tugas yang be­lum selesai. “Memang buat PNS itu sudah luar biasalah, tapi buat staf KPUD itu biasa,” katanya.

Namun, ketika diajak ngobrol lebih dalam Ahmadi juga enggan buka-bukaan kepada Rakyat Mer­deka. “Tanya sama yang di lantai 4 saja ya,” ucapnya sambil buru-buru masuk lift.

Turun ke lantai 4, di depan lift cuma ada satu meja kecil tempat satpam menunggu. Satpam itu merangkap sebagai resepsionis. Di atas meja ada kertas kecil ber­tu­liskan tamu harap lapor. Tapi yang ada cuma meja, bangku ser­ta kertas kecil itu saja. Satpam yang berjaga tidak terlihat batang hidungnya.

Ketika melangkah suasana sangat berbeda, yang terlihat ha­nya lengang tanpa suara kesi­bu­kan. Yang terlihat digedung ber­warna kuning yang catnya sudah mulai memudar hanya wartawan yang sedang mengetik berita.

Di lantai 4 itu, para pengunjung akan disambut patung burung elang bondol yang menjadi mas­kot Pilkada 2012. Ketika di­pan­dangi, patung berkepala elang, bertangan dan berkaki yang mem­bawa kotak suara berputar-putar kekiri kekanan.

Suasana sepipun terlihat ketika memasuki pintu kaca warna hitam. Di dalam ruangan anggota KPUD itu tidak ada kegiatan halur mudik para karyawan yang ingin memfotokopy dan se­ba­gainya. Pun tidak terlihat anggota KPUD. “Semua anggota (KPUD) se­dang rapat di DPRD,” sebut kar­yawan yang memakai batik ungu lengan pendek. Tak sempat ngobrol lama, si pegawai yang tidak diketahui namanya pun langsung pergi.

Di sebelah kanan dalam rua­ngan para anggota KPUD ada me­bel warna orange memanjang. Sedangkan di kiri kursi sedang mo­tif kotak-kotak. Beberapa pin­tu anggota dewan juga terkunci. Ketika diintip memang tidak ada orang, yang terlihat hanya tum­pukan kertas di atas meja para wa­sit pilkada tersebut.

Masih di ruangan yang sama juga terlihat tumpukan boks ber­warna putih transparan dengan tu­tup bermacam warna. Ketika di­de­kati ternyata puluhan boks ter­sebut milik calon gubernur in­de­penden yang gagal yakni Mar­sekal Muda TNI (purn) H Pra­yit­no Ramelan dan Tedy Surat­ma­dji. Di samping boks itu ditempel pasa­ngan yang tidak bisa me­menuhi kuota per­sya­ratan calon independen.

Karena tidak ada kesibukan, Rakyat Mer­deka menelusuri lebih dalam gedung KPUD di lantai 4 yang biasanya anggota KPUD bekerja. Di pojok ruangan terliaht ada ruangan press room indoor. Dari dalam terlihat bangku ber­war­na cokelat muda dengan ku­sen warna senada yang tertata cu­kup rapi. Di depannya ada meja segi empat beralaskan kaca be­ning berukuran sekitar dua senti.

Di pojok-pojok ruangan juga terlihat pot-pot bunga berukuran sedang berbentuk kotak dengan tanaman yang batang dan daun­nya mulai mengering.

Ketika membuka pintu kaca ber­warna hitam, semriwing angin sepoy-sepoy langsung me­nyam­but ditambah dengan pe­man­dangan pucuk pohon yang ge­mu­lai diterpa tiupan angin. Di depan terlihat begitu kokoh dan me­ga­nya gedung Bank Indonesia dan kubah masjid di kompleks per­kan­toran bank sentral itu.

Namun, ketika hendak duduk kursi yang tertata rapi tersebut ti­dak sebanding dengan peng­liha­tan karena diatas meja maupun bangku banyak debunya. Bahkan tebalnya debu bisa membuat kata-kata yang diinginkan. Apa­lagi lan­tainya kotor seakan tidak terawat.

Selain itu, kesejukan ruang pressroom juga harus diganggu dengan suara AC berukuran be­sar yang sangat bising. Dari lan­tai ini juga masih terdengar suara klakson mobil dan motor dengan jelas.

Yah... Baliho Sosialisasi Banyak Yang Roboh

Baliho sosialisasi yang dipa­sang KPUD dinilai tidak efek­tif. Penyelenggara pemilukada pimpinan Dahliah Umar itu dituding hanya buang duit, karena kain putih berukuran sekitar 4x6 meter itu banyak yang ambruk.

Dari pantauan Rakyat Mer­deka baliho-baliho yang am­bruk lantaran penyangganya ti­dak kuat. Penyangganya ha­nya memakai bambu dan ka­so, itupun hanya diikat se­ke­nanya saja.

Ambruknya baliho KPUD yang terlihat di beberapa tempat seperti Pasar Puri Jakarta Barat. Baliho yang dipasang di sebuah taman itu tiang sebelah kirinya roboh. Alhasil tulisan yang ada di baliho besar tersebut tidak bisa terbaca.

Begitu juga di Jalan Panjang tepatnya dekat lampu merah Kedoya yang kondisi balihonya sudah miring dan hampir roboh. Lalu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan juga mengalami hal yang sama, bahkan dikawasan Cilandak baliho yang dikenal dengan nama Elang Bondol itu ambruk saat kena hujan.

“Baliho ini robohnya kema­rin. Padahal anginnya tidak be­sar, tapi karena bambunya ti­dak kuat jadi ambruk,” kata Junaidi pedagang yang biasa mangkal di kawasan Cilandak.

Melihat banyaknya baliho yang ambruk, membuat penga­mat politik Jakarta Adilsyah Lubis mengatakan kalau KPUD hanya buang-buang duit negara. Dia bilang, kalau KPUD serius seharusnya penyangga baliho tidak pakai bambu yang mudah ambruk. “Kalau beginikan bisa bikin bahaya warga,” ucapnya.

Ambruknya baliho terang Adilsyah bisa menimbulkan ke­curigaan publik. Kata dia, ja­ngan sampai gara-gara baliho yang dipasang asal-asalan bisa berdampak pada proses hukum.

“Anggaran KPUD untuk sosialisasi itu sangat besar. Ke­napa baliho-balihonya dibuat asal jadi hanya dari bambu yang mudah roboh. Dipasangnya juga disembarang tempat. Itu namanya bukan sosialisasi tapi merusak keindahan kota. Rek­lame atau baliho itukan sudah ada tempatnya, KPUD tidak mau rugi,” sindirnya.

Informasi yang diperoleh pagu anggaran baliho Rp 5,2 mi­liar untuk 389 titik dan lima te­ma. Setelah dilelang akhir­nya anggaran menciut menjadi Rp 3,8 miliar. Harusnya tema pertama sudah terpasang sejak 11 Maret-13 April. Namun baru satu tema yang terpasang. Sedangkan bahan penyangga baliho terbuat dari bambu atau kayu kaso ukuran kecil. [Harian Rakyat Merdeka]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA