RMOL. Ini peringatan bagi semua orang agar berhati-hati mem-posting informasi ke internet. Apalagi jika ternyata informasi itu tidak benar dan membuat resah masyarakat. Pelakunya bisa dijerat hukum.
Itulah yang dialami Yogi Samtani. Mahasiswa asal LamÂpung ini ditetapkan sebagai terÂsangka kasus foto palsu korban jatuhnya pesawat Sukhoi SuÂperjet 100. Pesawat buatan Rusia itu jatuh di Gunung Salak saat melakukan penerbangan promosi (joy flight) 9 Mei lalu.
Pria berusia 22 tahun ini meng-upload foto palsu itu ke akun twitÂter-nya. Dari sini foto meÂnyebar ke mana-mana, terÂmasuk lewat BlackBerry MesÂsenger (BBM).
Selasa pagi (15/5) Yogi datang ke Mabes Polri untuk memÂperÂtanggungjawabkan perÂbuaÂtanÂnya. Setelah diperiksa selama 24 jam, Yogi ditetapkan sebagai tersangka.
“Dia dikenakan Pasal 35 junto 51 ayat 1 UU 11 Tahun 2008 tenÂtang Informasi dan Transaksi Elektronik,†kata Kepala PeÂneÂrangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen M Taufik.
Polisi bermurah hati. Yogi tak ditahan. Namun dia diwajibkan lapor dua kali seminggu. Yogi mengaku menyesal dan meminta maaf kepada seluruh keluarga korban.
Dia berkilah ini tindakan hanya spontan sebagai bentuk empati kepada para korban pesawat Sukhoi. Foto itu diperoleh dari ibuÂnya. “Saya menghapus, saya juÂjur, dengan apa yang telah diÂsampaikan dengan yang memÂberikan komentar. Jujur, saya takut, saya tidak ada niat apa-apa,†kata di Mabes Polri usai menjalani pemeriksaan.
Namun langkah Yogi terlamÂbat. Foto diakunnya sudah dicoÂmot dan digandakan pengguna twitter lainnya. Foto itu juga sampai ke media masa, yang keÂmudian memberitakan fenomena beredarnya foto-foto dengan gamÂbar dua jenazah yang meÂngenaskan, tergeletak agak haÂngus di tengah hutan tropis. AkÂhirnya polisi pun melacak Yogi.
“Menjadi tersangka secara pribadi tidak mengenakan tidak enak hanya bisa terdiam. Saya secara spontan tidak bermaksud untuk melecehkan dan meÂnyakiti,†tutupnya.
Lantaran wajib lapor dua kali seÂminggu, Yogi memutuskan tingÂgal bersama ibunya, Lis Anggraeni di Rawamangun, JaÂkarta Timur. Di Lampung tinggal bersama neneknya.
Muhammad Yahya Rasyid, kuasa hukum Yogi mengungÂkapÂkan, kliennya kini murung. “Menurut pengakuan keluarga, Yogi mengalami stres yang menÂdalam. Berat badannya menurun serta perkataannya tak terarah saat diajak berbicara. Sedangkan sang ibu tak bisa makan dan tidur,†ungkap dia.
Sebelum menyerahkan diri ke polisi, lanjut Yahya, Yogi syok karena media massa sudah ramai menginformasikan bahwa pelaku pengunggah foto palsu adalah YS yang merupakan inisial namanya.
“Belum lagi komentar-komenÂtar negatif yang ada di dunia maya yang terus-terusan meÂmoÂjokkan dirinya. Terus terang dia mengaku depresi berat atas keÂjadian itu, sampai akhirnya dia memberanikan diri datang ke Mabes Polri,†terang Yahya.
Keberanian Yogi untuk meÂnyerahkan diri ke polisi muncul setelah dia berbicara dengan ibunya. Yogi dan ibunya lalu meÂminta Yahya menjadi kuasa huÂkum. “Dia datang ke rumah saya dan menceritakan apa yang terÂjadi. Saya pun bersedia untuk menÂdampinginya hadir ke Mabes Polri,†ungkap Yahya.
Setelah ditetapkan sebagai terÂsangka, Yogi melewatkan masa libur panjang dengan tidur-tiduÂran. Ia sudah tak lagi ngetÂweet. Sebab, BlackBerry yang jadi sarana penghubung dengan dunia maya telah disita polisi. Begitu juga BlackBerry ibunya. Benda itu bakal dijadikan barang bukti. “Makanya dia tidak bisa diteÂlepon untuk saat ini,†kata Yahya.
Saat ini, Yogai masih meneÂnangkan diri. “Yang pasti, Yogi sekarang sudah tidak lagi depresi seperti sebelum dirinya menyeÂrahkan diri ke Mabes Polri. Saat ini dia ingin menenangkan diri dulu sambil menunggu waktu wajib lapor dan pemeriksaan lanÂjutan,†jelas Yahya Rasyid.
Menurut Yahya, setelah Yogi menyerahkan diri banyak orang yang bersimpati kepada kliennya. “Ada banyak komentar positif yang diterima Yogi atas penyeÂrahan dirinya di Mabes Polri,†kata dia.
Informatics and Business Institute (IBI) Darmajaya, kamÂpus tempat Yogi menimba ilmu ikut meminta maaf atas kejadian ini. “Meskipun itu kelalaian priÂbadinya, namun sebagai institusi tempatnya menimba ilmu, kami secara profesional meminta maaf, baik kepada keluarga korban keÂcelakaan pesawat Sukhoi mauÂpun masyarakat Indonesia secara umum,†ujar Novita Sari, Humas IBI Darmajaya. “Ia tidak akan diÂberhentikan.â€
Berkali-kali Dihapus, Bisa Dimunculkan Lagi
Bagi Anda yang gemar meÂnyebar foto-foto palsu, berhati-hatilah. Sebab keisengan tersebut bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Transaksi Informasi dan Elektronik dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 miliar.
Pihak yang mengunggah atau menyebar foto pertama kali bisa ditetapkan sebagai tersangka. Polisi bisa melacak orang yang pertama kali memunculkan konÂten tersebut di internet, meskipun sudah menyebar.
Menurut pakar telematika Roy Suryo, foto yang sudah di-upload ke internet kemudian dihapus, bisa dimunculkan lagi dan dijadiÂkan barang bukti. Ada program yang bisa menghadirkan kembali foto yang sudah dihapus.
“Jadi jangan bernafas lega bagi pelaku yang mengunggah tidak akan terkena jerat hukum karena menganggap sudah menghapus fotonya. Sebab foto yang dihapus tersebut masih bisa dihadirkan kembali sebagai barang bukti,†terangnya.
Roy mencontohkan kasus yang pernah menimpa Marcella ZaÂlianty yang dituduh terlibat dalam kekerasan terhadap anak buahnya beberapa waktu lalu. Roy meÂngaku diminta menjadi saksi ahli unÂtuk kasus tersebut. Ia juga diminta untuk menghadirkan kembali bukti-bukti yang sudah terhapus.
“Saat itu ada foto, video yang ada di handphone dan komputer sudah dihapus. Bahkan memory card yang dipakai untuk menyimÂpan sudah dihapus. Tapi dengan sebuah program saya bisa hadirÂkan kembali file yang sudah terÂhapus itu,†jelasnya.
Roy mengatakan UU ITE ini bisa menjadi rambu-rambu bagi pengguna internet agar tidak berÂtindak semaunya. Dulu memang sulit menjerat orang yang meÂnyebarkan informasi yang tidak benar di dunia maya. Kini, UU ITE adalah alat penegak hukum untuk memberantas cyber crime.
Gatot S Dewa, Juru Bicara KeÂmenterian dan Informatika meÂngiÂngatkan masyarakat tidak seÂenaknya menyebar foto palsu yang bisa merugikan orang lain. Apalagi foto atau video yang berÂhubungan dengan sebuah musibah.
Menurut Gatot, polisi bisa melaÂcak orang yang pertama kali memunculkan konten tersebut. meski sudah tersebar luas. “MesÂki sudah diunduh beberapa kali, akhirnya bisa terlacak. IP addres-nya, di mana dan kapan dia upÂload. Jangan suka iseng,†tegasnya.
Berkaca pada kasus Yogi, Gatot menilai memang sudah tepat dia dijerat dengan Pasal 35 junto 51 UU ITE. Dalam pasal tersebut diatur tentang perubahan data sehingga seolah-olah otenÂtik. “Nanti tinggal mengundang saksi ahli di bidang foto digital forensik untuk memastikan itu,†terangnya.
Roy Suryo: Yogi Coba Yakinkan Foto Itu Asli
Muhammad Yahya Rasyid, kuasa hukum Yogi Samtani berÂharap kasus ini tak diteruskan ke pengadilan. Sebab, kliennya sudah kooperatif dan harus meÂngikuti ujian di kampusnya.
Sebelumnya, polisi menyerat Yogi dengan Pasal 51 ayat 1 junto pasal 35 UU Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ancaman hukumannya 12 tahun penjara.
“Tersangka sudah berinisiatif menyerahkan diri dan meminta maaf kepada keluarga korban. Lagi pula, tidak ada motif keseÂngajaan dan unsur untuk meÂnyinggung perasaan keluarga korban,†ujar Yahya.
Yahya menawarkan kasus ini diselesaikan secara kekeluarÂgaÂan antara Yogi, pihak kepolisian dan keluarga korban Sukhoi. Apalagi, kasus ini tidak ada peÂlaÂpornya. Selain itu, kerugian materiil korban tidak ada waÂlupun ada beberapa orang ada yang tidak berkenan dengan foto palsu itu.
“Yogi sendiri setelah mengÂeÂtahui foto yang diuploadnya itu mendapatkan kecaman, dirinya langsung menghapus. Dan kemarin dia mendatangi Mabes Polri untuk menyerahkan diri dan meminta maaf,†ujarnya.
Yahya menyebutkan banyak juga orang menyebarkan foto itu. Hanya Yogi yang berani gentle, menyerahkan diri ke polisi dan meminta maaf.
“SetiÂdaknya ini bisa dijadiÂkan perÂtimbangan bagi penegak hukum untuk menghentikan proses hukumnya. Niat baik Yogi harus diapresiasi, terlepas dari keÂnaÂkalannya mengungÂggah foto yang dia sendiri tidak tahu keÂasliannya,†imbuhnya.
Pakar telematika Roy Suryo tidak setuju dengan pendapat kuasa hukum Yogi. Menurut dia, upaya mencari siapa pengÂupload foto yang disebutkan korban Sukhoi dilakukan sejak dirinya bertemu dengan keÂluarga korban di Bandara Halim Perdanakusuma.
“Saat saya datang, para keluarga mendatangi saya dan mengaku tidak tenang dengan foto-foto yang beredar tentang kondisi para korban. Saya pun diminta untuk menyelidiki siÂapa pelaku yang mengunggah foto palsu tersebut. Jadi jelas ada yang dirugikan,†katanya.
Tak menunggu lama, Roy meÂlakukan analisa dan melaÂkuÂkan rekap data dari perÂbinÂcangan yang sedang hangat twitter. Hasilnya, Yogi meruÂpaÂkan pihak pertama yang meÂngunggah foto tersebut pada hari Jumat (11/5).
“Saya pun menyerahkan hasil analisa saya kepada pihak kepolisian. Dan ternyata pihak kepolisian juga sudah memiliki data tentang siapa pelaku terÂsebut. Semua tuduhan meÂngaÂrah kepada Yogi,†ungkapnya.
Politisi Partai Demokrat ini juga mengatakan memiliki bukÂti bahwa Yogi sama sekali tiÂdak menghapus foto yang telah membuat resah itu, melainkan menutup akun twitternya.
Roy yakin Yogi tak sekadar iseng. Sebab di akun twitternya, dia sempat beberapa kali meÂyakinkan bahwa foto yang di-upload-nya benar jasad korban Sukhoi.
“Dalam akun tersebut, semÂpat beberapa kali Yogi menulis bahwa foto tersebut diambil langsung fotografer yang ada di sana dan sudah ditayangkan media massa. Jelas ada upaya dirinya untuk membenarkan apa yang dia sampaikan itu,†tegas Roy. [Harian Rakyat Merdeka]
BERIKUTNYA >
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.