“Deponeering itu konstituÂsional, dan tidak mungkin diÂbatalÂkan. Di seluruh dunia juga ada deponeering sesuai asas oportunitas dan kemanfaatan,’’ kata Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Tapi apakah deponeering itu bisa ditafsirkan menghilangkan status tersangka atau tidak, itu soal lain. Kalau saya ditanya soal itu, sebagai hakim tentu saya akan jawab tidak tahu mana tafsir yang benar,’’ tambahnya.
Sebelumnya Senin (31/1), pimÂpinan KPK ditolak kehadirannya di Komisi III DPR gara-gara mempersoalkan kehadiran Bibit-Chandra karena dianggap masih berstatus tersangka.
Menurut Wakil Ketua Komisi III DPR, Tjatur Sapto Edy, depoÂneering yang sudah dikeluarkan Kejaksaan Agung terhadap Bibit-Chandra, tidak menghapus status tersangka.
“Deponeering itu tetap terÂsangÂka, jadi dua orang menyanÂdang terÂÂsangka sudah siap diajukan peÂngadilan, bukti sudah cukup tapi dikesampingkan,†jelas Tjatur.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun yang mengatakan, deponeering hanya mengesamÂpingkan penyidikan namun tidak menghapus status tersangka.
“Deponeering adalah mengeÂsamÂpingkan penyidikan tapi tidak menghapus status tersangka. Pak Bibit dan Pak Chandra hanya dikesampingkan penuntutannya. Oleh karena itu mari kita forumÂkan kelayakan kedatangan meÂreka berdua,†ujar Gayus.
Bagi Wakil Jaksa Agung DarÂmono mengatakan, setelah dikeÂluarkan deponeering terhadap Bibit-Chandra, status tersangka sudah hilang.
“Dengan deponeering itu berÂarti perkaranya sudah dikesamÂpingkan. Itu sudah final, tidak ada lagi upaya hukum yang dilakukan oleh pihak manapun. Jadi, Bibit dan Chandra bukan tersangka lagi. Sebab status tersangka suÂdah hilang,’’ ujarnya
Dikatakan, kalau ada yang menggugat ke MK pasal 35 ayat C UU Nomor 16 Tahun 2004 tenÂtang Kejaksaan mengenai depoÂneeÂring, itu hak semua warga negara.
“Tentu kami tidak bisa melaÂrangnya, silakan saja digugat, nanti kita lihat keputusannya,†katanya.
Hal senada disampaikan bekas anggota Tim 8, Amir SyamÂsuddin. Menurutnya, sejumlah anggota Komisi III DPR dinilai salah menafsirkan
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, khususnya pasal 35 ayat C soal deponeering.
“Kalau Jaksa Agung sudah mengeluarkan deponeering, ini berarti Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah tidak berstatus tersangka lagi. Kasus itu sudah diÂtutup demi kepentingan umum,’’ ujarnya.
Mahfud selanjutnya mengataÂkan, MK berharap kasus Bibit-Chandra tidak diadukan ke MK. Sebab, itu sudah selesai.
“Di seluruh negara hukum, ada deponeering. Artinya, adanya huÂkum deponering itu boleh, bahÂkan perlu,’’ katanya.
Berikut kutipan selengkapnya:
Mengapa politisi masih memÂpersoalkan status tersangka bagi orang yang mendapat deÂpoÂneeÂring?
Itu memang problematik, teruÂtama kalau dilihat dari sudut politik. Nah, kalau dinyatakan status tersangkanya hilang, bisa saja nanti ada politisasi deponeeÂring, sehingga ada orang yang mudah diberi deponeering karena situasi politik.
Tapi kalau status tersangka tidak hilang secara politis juga zolim karena bisa ada tersangka seumur hidup. Apalagi terhadap kasus-kasus yang muncul karena rekayasa, ini memang harus diÂpikirkan masak-masak oleh bangsa ini untuk diletakkan daÂlam bingkai hukum.
Bagaimana komentar Anda dengan penolakan DPR bagi keÂdua pimpinan KPK?
Menurut saya, tidak usah ribut-ribut terus. Sikap Busyro untuk tetap datang berlima harus diharÂgai, meski terkesan konfrontatif. Tapi ada juga cara lain yang tidak konfrontatif yaitu Busyro datang sendirian dan cukup menjelaskan policy KPK.
Nah, kalau ditanya detail teknis yang menyangkut bidang, ya dia bisa bilang tidak tahu karena koÂmisioner yang lain yang menaÂngaÂni tidak datang. Sementara Busyro datang ke DPR, komisioÂner yang lain bisa terus memÂfokuskan diri pada upaya peÂnangkapan para koruptor tanpa diganggu oleh pernik-pernik politik.
Ketua KPK Busyro MuÂqodÂdas tetap berlima datang ke DPR meski ditolak sebelumnya, bagaimana komentar Anda?
Saya kira langkah Busyro Muqoddas yang bersikukuh hadir bersama kelima pimpinan KPK ke DPR, itu langkah yang tepat. Kalau diundang di DPR kalau tidak berlima, ya nggak usah mau hadir.
Mengapa Anda sependapat dengan Busyro?
Karena berdasarkan Undang-undang kepemimpinan KPK adalah kolegial.
Bagaimana kalau tetap diÂperÂsoalkan?
Busyro datang saja sendiri ke DPR, lalu yang empat wakil ketua KPK disuruh tinggal di kantor untuk nangkapin para koruptor. Bilang saja, yang lain banyak kerjaan, sehingga tidak terganggu oleh interupsi-inteÂrupsi yang lain.
Nah, kalau misalnya ditanya menyangkut pembidangan soal perkara X yang sedang ditangani KPK. Busyro bilang saja, nggak tahu. Karena Bibit-Chandra nggak boleh datang. Jadi, Busyro hanya menjelaskan porsi umumÂnya saja.
Saya kira begitu lebih bagus. Sebab, semuanya bisa jalan yakni DPR jalan dengan cara politikÂnya. Kalau ditanggapi dengan politiknya maka tanggapin juga dengan cara politik.
Kan Pak Bibit-Chandra tidak boleh hadir maka saya nggak bisa jelaskan karena semua adalah cara teknis.
Daripada nggak datang sama sekali, lalu menimbulkan kesan DPR dinggap tidak penting. Agar DPR dianggap penting, biar saja Busyro datang. Meskipun sendiri yang penting DPR bisa terlayani, sebaliknya KPK tidak kehilangan muka.
Ini dua lembaga harus selamatÂkan. Suka atau tidak suka, DPR adalah institusi yang diambil seÂcara konstitusi harus ada. Negara ini tidak ada kalau tidak ada DPR. Jadi, harus dilayani juga
Apakah sikap DPR ini berÂkaitan dengan upaya balas denÂdam karena banyak politisi yang ditahan KPK?
Kan DPR sudah bilang, tidak ada upaya balas dendam. [RM]
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: