Menurutnya, publik tidak boleh terkecoh hanya pada judul undang-undang yang seolah berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.
“Kita jangan terkecoh hanya dengan judul, tapi harus lihat isinya,” kata Bivitri lewat kanal Youtube Hendri Satrio, seperti dikutip redaksi di Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, ada beberapa hal penting yang perlu dicermati dari ketentuan di dalam RUU tersebut. Sebab, tujuan ideal dari undang-undang ini adalah membuat koruptor benar-benar jera.
“Ide dasarnya kan untuk membikin koruptor takut, karena koruptor itu serakah, bukan karena butuh,” ujar Bivitri.
Menurutnya, yang paling ditakuti para koruptor bukanlah penjara, melainkan kehilangan harta hasil kejahatannya.
“Koruptor itu bukannya takut dipenjara, karena penjara pun bisa dibeli, tapi mereka takut dibuat miskin,” tambahnya.
Meski begitu, Bivitri menekankan pentingnya memastikan ada mekanisme pengawasan terhadap kewenangan perampasan aset. Tanpa itu, undang-undang bisa disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.
Bivitri juga mengingatkan, RUU Perampasan Aset sebenarnya sudah lama dibahas, namun sering tersendat karena perdebatan antara Kejaksaan dan Kepolisian.
“Itu ada perdebatan antara Kejaksaan dan Kepolisian. Sebabnya adalah siapa yang mau melakukan kewenangan itu, paling tidak menyimpan aset yang disita. Itu kan duit urusannya,” ungkapnya.
Ia menilai, dari dinamika yang ada, tampak Kejaksaan memiliki kekuatan lebih besar dalam pembahasan ini. Karena itu, Bivitri mengingatkan agar masyarakat tetap waspada terhadap potensi rebutan kewenangan di antara aparat penegak hukum.
“Yang jadi sorotan, penegak hukum ini seringkali berebut kewenangan karena memang ini bisa menjadi sumber uang. Artinya, kita harus waspada,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: