Hal itu bisa terjadi, sebab Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago menilai, sejauh ini PPP belum ada figur atau tokoh politik yang memiliki basis massa besar di daerah.
Berbeda dengan Romy, yang dinilai Arifki masih ada loyalis di sejumlah daerah di Indonesia. Dalam catatan Arifki, soal etika dan moral PPP sepertinya masih merasa kehilangan figur. Atas dasar itulah Arifki berpandangan, petinggi PPP merasa Romy adalah salah satu tokoh yang dianggap memberikan keuntungan.
"Mungkin dalam artian bukan nama baik atau lain. Lebih kepada basis massa Romy untuk menggaet pemilih PPP di 2024," kata Arifki kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Senin (2/1).
Di sisi lain, dengan diterimanya Romy juga menjadi pukulan berat bagi PPP lantaran tidak ada kader muda yang berani maju atau menempati posisi penting di susunan partai. Artinya, dipilihnya Romy mengindikasikan kaderisasi di PPP mengalami krisis.
"Sehingga kesempatan dan ruang ini enggak diambil oleh kader-kader yang tersedia di internal sehingga masih mengambil orang-orang yang pernah bermasalah secara hukum," kata Arifki.
BERITA TERKAIT: