Jangan Ngekor AS, Indonesia Harus Tengahi Perang Rusia-Ukraina

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/diki-trianto-1'>DIKI TRIANTO</a>
LAPORAN: DIKI TRIANTO
  • Jumat, 18 Maret 2022, 23:13 WIB
Jangan <i>Ngekor</i> AS, Indonesia Harus Tengahi Perang Rusia-Ukraina
Hikmahanto Juwana/Net
rmol news logo   Indonesia masih memiliki momentum untuk mendorong penyelesaian konflik Rusia-Ukraina melalui jalur diplomasi atau perundingan. Setidaknya, jika berbasis BAB IV Piagam PBB, tentang penyelesaian konflik melalui cara damai.

Begitu pandangan pemerhati politik internasional dan isu-isu strategis Prof Imron Cotan. Kata dia, Indonesia memiliki rekam jejak cukup baik dalam mengakhiri konflik di dunia.

Dia mencontohkan keberhasilan Indonesia mengakhiri konflik Kamboja melalui Jakarta Informal Meeting atau JIM pada tahun 1988 dan 1989.

"Indonesia memiliki rekam jejak baik, sehingga cukup mampu untuk turut berperan menyelesaikan perang Rusia-Ukraina, apalagi posisi kita sebagai Presiden G20. Kita belum kehilangan momentum," ujar Imron dalam Webinar Moya Institute bertajuk “Dampak Global Invasi Rusia ke Ukraina", Jumat (18/3).

Imron pun menyarankan Dubes Ukraina di Jakarta menaikkan perhatian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk mempertimbangkan Indonesia sebagai penengah yang jujur di dalam perang di palagan Eropa tersebut.

"Sehingga, mereka mau menerima peran Indonesia sebagai negara penengah guna merintis perdamaian di kawasan tersebut," katanya.

Imron mengaku agak aneh, ketika Ukraina tidak memandang negara sebesar Indonesia untuk turut menyelesaikan konflik yang mereka hadapi.

Malah, lanjutnya, setelah Rusia melakukan invasi, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terpikir untuk melakukan perundingan di Turki atau Azerbaijan.

Dalam kesempatan yang sama, pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana menyatakan, sebagai Presiden G20, Presiden Joko Widodo seharusnya bisa mengambil peran lebih besar dalam menyelesaikan perang Rusia dan Ukraina.

Hikmahanto mencontohkan Turki, yang mampu membawa kedua negara ke dalam perundingan.

"Seharusnya, Indonesia sebagai Presiden G20, mampu berperan lebih besar dari Turki. Apalagi, perang Rusia dan Ukraina ini sangat berpengaruh pada perekonomian dunia, termasuk Indonesia," ujar Hikmahanto.

Hikmahanto pun menyesalkan tindakan Kementerian Luar Negeri Indonesia yang terkesan "mengekor" kepentingan Amerika Serikat yang menghakimi Rusia melalui Resolusi Majelis Umum PBB.

Diketahui, Indonesia bersama 140 negara lainnya mendukung resolusi Majelis Umum PBB tentang invasi Rusia ke Ukraina. Resolusi tersebut di antaranya, menuntut penarikan penuh pasukan Rusia dari wilayah Ukraina tanpa syarat.

"Seharusnya kita mengupayakan resolusi untuk gencatan senjata. Jangan mengutuk-ngutuk, apalagi menghakimi satu pihak. Tak usah," pungkas Hikmahanto. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA