Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah (DKS) menanggapi adanya perubahan pasal saat draf UU Cipta Kerja berada di Sekretariat Negara (Setneg).
"Sistem politik legislasi Indonesia dengan pemerintahan presidensial tidak mengenal perubahan naskah UU pasca paripurna. Jika ternyata ada ubahan dilakukan, maka jelas itu merupakan kejahatan konstitusi," ujar Dedi kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (23/10).
Hal ini dinilainya akan menjadi masalah baru, mengingat selama ini masih banyak orang yang belum sepenuhnya memahami proses legislasi UU Cipta Kerja. Pemahaman publik soal buruknya proses legislasi UU Cipta Kerja juga sangat berisiko menimbulkan gerakan pembangkangan publik.
"Karena UU Ciptaker tidak lagi memiliki legitimasi, yang membuat ia miliki kekuatan adalah persetujuan paripurna. Jadi ketika hasil paripurna dapat diubah, maka sebenarnya subtansi UU Ciptaker telah rusak dan kehilangan legitimasi," pungkas Dedi.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: