Hal itu diutarakan Herlambang saat dihadirkan sebagai ahli dalam sidang lanjutan perkara Nomor 112/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi UU Cipta Kerja terhadap pasal-pasal Proyek Strategis Nasional (PSN) di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 11 September 2025.
“Frasa seperti kemudahan dan percepatan PSN menunjukkan karakter hukum yang ramah pada liberalisasi pasar,” kata Herlambang dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat malam, 12 September 2025.
Menurut dia, hal tersebut menjadi bagian dari politik hukum pengistimewaan dalam logika kapitalisme.
“Masalah ini dapat dilihat dari pelaksanaannya di berbagai daerah yang memicu berbagai praktik perampasan dan pelanggaran hak asasi manusia,” jelasnya.
Herlambang menyebut logika hukum PSN sudah bermasalah sejak konsep. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya norma-norma paradoks yang tertuang pada UU Cipta Kerja.
Ia mengingatkan bahwa sejak masa kolonial, pembangunan infrastruktur seringkali hanya melayani kepentingan modal dan mengeksploitasi sumber daya alam, bukan rakyat.
Mengutip Mohammad Hatta, Herlambang menekankan bahwa pembangunan yang berorientasi investasi tanpa keadilan sosial berpotensi mengulang pola kolonialisme: jalan, kereta api, dan pelabuhan dibangun bukan untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan perusahaan besar yang melahirkan pada berbagai krisis.
“PSN telah memakan korban begitu banyak, menyengsarakan warga, mengusir mereka dari kampung dan ruang hidupnya. Padahal Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 jelas menyatakan tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: