Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Yusril: Pidato 1 Juni Baru Sebatas Masukan Sukarno Seperti Tokoh-Tokoh Lainnya

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Kamis, 01 Juni 2017, 08:53 WIB
Yusril: Pidato 1 Juni Baru Sebatas Masukan Sukarno Seperti Tokoh-Tokoh Lainnya
Yusril Ihza
rmol news logo Tanggal 1 Juni, yang bertepatan jatuh pada hari ini, diperingati sebagai hari Lahir Pancasila. Bahkan Presiden Jokowi sudah menuangkannya lewat Peraturan Presiden (Perpres) No 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila.

Keputusan Presiden ini masih terus menuai polemik di tengah masyarakat.

Beberapa tahun sebelum penetapan Jokowi tersebut, ahli tata negara yang juga mantan Menteri Sekretaris Negara Yusril Ihza Mahendra sudah menyatakan hari lahir Pancasila bukanlah tanggal 1 Juni. Pidato Sukarno tanggal 1 Juni baru masukan, seperti masukan dari tokoh-tokoh lain baik dari golongan kebangsaan maupun dari golongan Islam.

Karena itu menurut dia, tanggal 18 Agustus yang tepat disebut sebagai hari Lahir Pancasila ketika rumusan final disepakati dan disahkan. Bahkan jika membandingkan usulan Sukarno tanggal 1 Juni 1945 dengan yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945, cukup mengandung perbedaan fundamental.

Sila Ketuhanan misalnya, Yusril mencontohkan, diletakkan Sukarno sebagai sila terakhir. Tetapi rumusan final justru menempatkannya pada sila pertama.

"Sukarno mengatakan bahwa Pancasila dapat diperas menjadi Trisila, dan Trisila dapat diperas lagi menjadi Ekasila yakni gotong-royong. Sementara rumusan final Pancasila, menolak pemerasan Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila," kata Yusril.

Lebih jauh dia mengungkapkan, sebelum disahkan tanggal 18 Agustus, atas permintaan Sukarno dan Bung Hatta agar tokoh-tokoh Islam setuju frasa "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya," dihapus.

Menurut Yusril, saat itu Kasman Singodimedjo dan Ki Bagus Hadikusumo (tokoh Muhammadiyah) kecewa namun akhirnya menerima ajakan Sukarno dan Hatta.

Akhirnya kalimat "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluk-pemeluknya" dihapus dan diganti dengan "Ketuhanan Yang Mahaesa".

"Pelajaran apa yang dapat kita petik adalah bahwa kompromi terakhir tentang landasan falsafah negara, Pancasila, dengan rumusan seperti dalam Pembukaan UUD 1945 adalah terjadi tanggal 18 Agustus 1945," pungkasnya. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA