Dalam pengakuan yang disebar lewat pesan elektronik kepada wartawan, Natalius mengatakan kejadiannya pada sekitar tiga minggu lalu. Saat itu Luhut masih menjabat Menko Polhukam. Pagi-pagi benar ada pesan singkat lewat WhatsApp dan SMS juga panggilan telepon berkali-kali yang tak terjawab.
"Menkopolhukam Jenderal Luhut Binsar Panjaitan ingin ajak makan siang di kantornya," cerita Natalius tentang isi pesan yang masuk ke ponselnya.
Ia menyanggupi permintaan itu. Ia menemui Luhut di kantor Kemenko Polhukam. Di sana sudah ada tokoh militer Sintong Panjaitan serta Staf Khusus Menko Polhukam, Lambock V. Nahattands.
"Setelah berbagai pembicaraan beliau menawarkan sebuah jabatan untuk memimpin Badan Otorita dengan anggaran fantastis Rp 21 Triliun," ungkap Natalius.
Ia mengaku tidak kaget akan tawaran itu karena pada 2014 pun ia pernah dijanjikan jabatan di salah satu kementerian oleh Luhut sendiri, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Natalius juga mengaku telah mengenal Joko Widodo sebelum menjadi Presiden. Jokowi sering menelepon terkait pembangunan di Jakarta.
"Saya menolak dengan halus tanpa mengurangi rasa penghormatan, sembari mengucapkan terima kasih. Saya belum berbuat apa-apa di Komnas HAM, namun tidak sedikit pencari keadilan membutuhkan uluran tangan kita," katanya.
Natalius mengatakan ke Luhut, Komnas HAM adalah terminal akhir pengaduan di tengah ketidakadilan hukum, karena itu ia ingin menyelesaikan tugas di Komnas HAM.
"Kemudian beliau (Luhut) agak marah dan berkata, 'oke kalau begitu sambil tunggu reshuffle kabinet bantu saya di Kemenkopolhukam sebagai staf khusus'. Lagi-lagi saya sampaikan terima kasih atas kepercayaan ini. Saya masih mencintai Komnas HAM," ungkap dia
Natalius kemudian menceritakan tawaran meninggalkan Komnas HAM juga ia terima dari Staf Khusus Presiden bidang Intelijen, Gories Mere, bersama tokoh independen, Hendropriyono, pada 25 Juli lalu di kawasan Kuningan, Jaksel. Ada juga pengamat politik Universitas Indonesia yang juga Komisaris Antara, Bonie Hargens.
"Mereka bertanya tentang masalah Papua dan juga soal jabatan di negeri ini, jawabanku hanya satu 'saya tidak paham dan tahu politik karena saya hanya seorang pembela kemanusiaan, jadi kalau bicara politik silakan bertanya kepada orang-orang kompeten'," jelasnya.
Natalius yakin, di tengah suasana jelang reshuffle kemarin banyak tokoh yang menanti panggilan Istana Negara. Tapi ia memutuskan tetap turun ke lapangan menemui para pencari keadilan.
"Hidup saya adalah hanya bekerja dan bekerja dan bekerja. Namun pertanyaan saya, mengapa saya yang ditawarkan jabatan, kenapa saya yang ditanya tentang masalah membelit di negeri ini. Aku mah apa atuh," tutup Natalius.
[ald]
BERITA TERKAIT: