Hal itu ditanggapi kritis oleh Ketua Badan Pengkajian MPR RI, Bambang Sadono. Menurut dia, calon tunggal memunculkan polemik dan perdebatan yang panjang karena para petinggi negara pada umumnya terlalu mengagung-agungkan demokrasi impor.
Anggota DPD RI ini mengatakan itu saat menjadi pembahas dalam acara bedah buku
Revolusi Pancasila karya cendekiawan, DR. Yudi Latif, di ruang Perpustakaan MPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (7/8).
"Calon tunggal ini membuat kebingungan karena kita terlalu tergila-gila pada demokrasi impor, demokrasi di Amerika Serikat, di Barat sana," tudingnya.
Padahal, lanjut Bambang, Indonesia mempunyai demokrasi dengan dasar Pancasila dan UUD 1945. Sayangnya, dalam era reformasi terjadi berulang kali amandemen UUD 1945 yang mengadopsi demokrasi asing. Seharusnya, bangsa Indonesia kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 yang asli agar tidak terjadi kebingungan-kebingungan yang diakibatkan demokrasi impor.
"Padahal di sini ada alternatif, yaitu Pancasila sendiri, seperti yang ditulis dalam buku Yudi Latif, Revolusi Pancasila ini," tegasnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: