Pengalaman itu pernah disampaikannya di Pesantren "Jagat Arsy" Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Sebagai seorang muslim, panduan saya adalah Alquran dan suri tauladan Rasulullah. Dalam agama lain, mungkin punya pandangan sendiri. Karena saya muslim, sehingga bagaimana bisa sukses, memitigasi kegagalan, atau bagaimana bisa bangkit dari kegagalan dengan panduan tersebut," kata Khairil Wahyuni dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Senin malam, 6 Oktober 2025.
Ia membuktikan selama berkarier di PLN, ternyata 'terselamatkan' dan senantiasa 'tertolong' energi ilahiah, lantaran dalam mempersepsikan suatu kesuksesan.
“Karena izin Allah dan bukan semata-mata hasil jerih payah pribadi. Semata-mata Allah memberikan izin untuk kita berproses, maka kalau diuji kesuksesan, tidak berlebihan sampai lupa-lupa diri," jelasnya.
Lanjut dia, banyak orang sukses lupa diri, karena berpandangan seolah berkat diri sendiri. Akibatnya, jika gagal akan jatuh terpuruk, kecewa berlebihan, stres, depresi, bahkan stroke. Sehingga tidak bisa bangkit kembali.
"Kalau kegagalan dipahami dari perspektif agama, maka gagal itu atas izin Allah. Tidak ada musibah tanpa izin Allah. Kita sadar bahwa musibah ketetapan dari Allah, maka kita bisa berdamai dengan diri sendiri. Sehingga, bisa kembali ke titik nol, keikhlasan," terang Alumni Fakultas Hukum UGM ini.
Karenanya, yang semula kecewa karena gagal, sambung dia, bisa ikhlas, lantas rajin berdzikir kepada Allah, sehingga hati bisa tenang.
"Kita syukuri ketenangan tersebut, maka kenikmatan akan didapat terus menerus," imbuhnya.
Khairil menyontohkan pengalamannya sukses mencapai puncak karier sebagai Dirut PLN Batubara kemudian gagal karena tersandung masalah. Ia berhenti atau mengundurkan diri diberhentikan dari PLN Tahun 2016, di usia 51, sebelum masa pensiun.
Padahal, dirinya ketika itu masih punya waktu yang cukup lama untuk memasuki usia pensiun di PLN dan Bahkan, jenjang kariernya juga berpeluang menduduki posisi yang lebih tinggi lagi, yakni Direksi di PT PLN (Persero).
Beruntung saat musibah menimpanya, Khairil tetap berpegang teguh pada Alquran dan keteladanan Rasulullah. Sehingga, kegagalan itu tidak membuatnya terpuruk hingga tidak bisa bangkit kembali.
Padahal, ia sempat mengalami kondisi menyedihkan dalam sel tahanan, akibat tersandung perkara pidana di perusahaannya itu. Tentu, pengalaman pahit tak pernah terbayangkan dalam sepanjang hidup Khairil.
"Saya mengalami sendiri ketika berada dalam tahanan, di ruangan satu kali satu (meter). Suasananya panas, hanya kesedihan yang ada, tapi saya berserah diri. Saya (fokus) sholat, dzikir dan mengaji (baca Alquran) di situ. Ternyata, kenikmatannya tidak saya dapatkan di luar. Itulah yang paling nikmat, berkomunikasi (intens) dengan Allah," kenang lulusan MBA dari University of Missouri, St Louis Amerika Serikat ini.
"Ketika kenikmatan itu kita syukuri terus, maka yang ada aura positif. Sehingga, peluang-peluang bisnis menjadi terbuka. Kemudian, (setelah keluar tahanan) banyak orang yang mengajak (berbisnis)," tambahnya.
Saat kembali bangkit, menurut Khairil, dirinya memilih tidak lagi jadi pekerja profesional. Ia merintis sebagai pebisnis hingga saat ini. Mengingat, skill seseorang bermuara kalau tidak sebagai tenaga profesional, pilihannya sebagai enterpreneur atau pebisnis.
"Sebagai pebisnis, (berkonsekuensi) mengambil risiko terhadap proses untuk mendapatkan income. Tadinya, saya (sebagai pekerja profesional) digaji orang. Saya (bangkit) mengambil risiko kalau bisnis tidak jalan saya tidak bisa makan. Tapi kalau berkembang, saya bisa makan," pungkas Khairil.
BERITA TERKAIT: