Menag berharap MQK yang mengusung tema "Merawat Lingkungan dan Menebar Perdamaian" ini dapat menjadi forum pembahasan ajaran agama tentang pelestarian alam dan konsep ekoteologi. Ia juga menyoroti dampak parah perubahan iklim dan perang, serta menyerukan kepada generasi muda Islam untuk lahir sebagai ilmuwan yang solutif dalam menjaga perdamaian dan melestarikan lingkungan.
“Jika perang menelan 67 ribu korban jiwa per tahun, maka perubahan iklim telah merenggut hingga empat juta jiwa per tahun. Ini jumlah yang sangat besar dan harus menjadi perhatian kita," ujar Menag dalam sambutannya.
Perubahan iklim yang terjadi disebabkan karena adanya perilaku manusia yang tidak sepantasnya dalam memperlakukan alam. "Di sinilah perlunya bahasa agama mengambil peran," kata Menag.
Menag berharap pembahasan ajaran-ajaran agama tentang menjaga alam dapat dilakukan. Ia menekankan, MQK Internasional adalah diplomasi budaya pesantren untuk meneguhkan Islam rahmatan lil-‘alamin di mata dunia.
Senada, Direktur Jenderal Pendidikan Islam Amien Suyitno menyampaikan bahwa MQK tahun ini menghadirkan tiga hal penting. Pertama, MQK untuk pertama kali digelar di level internasional dengan melibatkan negara-negara ASEAN. Kedua, seluruh mekanisme pelaksanaan berbasis digital, mulai dari seleksi, input nilai, hingga penyediaan teks kitab.
“Ketiga, MQK tahun ini diselenggarakan di kawasan Indonesia Timur, tepatnya di Pesantren As’adiyah Wajo,” papar Amien.
MQK Internasional perdana ini diikuti 798 santri semifinalis dari seluruh Indonesia dan 20 peserta dari tujuh negara ASEAN. Thailand dan Filipina hadir sebagai observer.
BERITA TERKAIT: