Langkah tersebut dipandang tidak sesuai dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkap) 8/2021 yang mengatur Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif atau restorative justice.
Pasalnya, dijelaskan pakar hukum pidana Hudi yusuf, dalam Perkap 8/2021 saat diterapkan restorative justice mutlak pelapor tidak boleh dirugikan.
Adapun Abdul Samad dan Samsu Hussain dibebaskan lewat mekanisme restorative justice di tahun 2023 tanpa sepengetahuan serta penggantian kerugian kepada pemilik perusahaan asal Arab Saudi tersebut.
Hudi menekankan, restorative justice tidak dapat diselesaikan bilamana tidak adanya kesepakatan apalagi pengembalian kerugian kepada pelapor dalam hal ini pemilik perusahaan asal Arab Saudi.
“Seyogyanya penyidik berhati-hati menerapkan RJ, terkait dugaan keterlibatan oknum penyidik dapat terjadi jika oknum tersebut menyimpang dari perkap diatas sehingga perlu didalami oleh propam Polri,” ujar Hudi kepada wartawan, Senin 10 Maret 2025.
Lebih lanjut, Hudi menambahkan, langkah Polda Metro Jaya membebaskan dua WNA itu tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Dia mendorong polisi juga dapat kembali menindaklanjuti kasus penggelapan dana dengan tersangka tersebut.
“Polisi (Polda Metro Jaya) perlu membuka peluang terhadap korban untuk membuka laporan baru atau menindak lanjuti dari laporan yang telah dicabut untuk melanjutkan perkara dengan alasan demi hukum,” pungkas Hudi.
Adanya tindak penggelapan dana yang dilakukan dua WNA asal India yakni Abdul Samad dam Samsu Hussain telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada tanggal 17 Oktober tahun 2022.
Laporan yang dilayangkan perusahaan asal Arab Saudi tersebut usai mengalami kerugian hingga mencapai sekitar 62.000.000 Dolar AS akibat tindakan penggelapan yang dilakukan dua WNA asal India tersebut.
Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP.
BERITA TERKAIT: