Hal itu diakui Andi usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (19/6). Andi diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait penyertaan modal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Penajam Paser Utara (PPU) pada Perusahaan Umum Daerah (Perumda) tahun 2019-2021.
"Saya datang memenuhi panggilan KPK untuk ditanyakan beberapa hal, menyangkut Kalimantan Timur Pak Abdul Gafur, dan perusahaan daerah," ujar Andi kepada wartawan.
Andi mengatakan, pertanyaan yang dilontarkan tim penyidik mirip dengan pertanyaan pada waktu dirinya sebelumnya juga telah diperiksa dalam kasus yang menjerat Bupati PPU periode 2018-2023, Abdul Gafur Mas'ud (AGM).
"Dan karena niat saya membantu KPK, saya jalani hari ini, dan saya masih harus membantu KPK, yang bisa mendukung agar ini bisa cepat ke proses persidangan," katanya.
Selain itu, Andi mengaku ditanya soal supporting tersangka Abdul Gafur terhadap Musda Demokrat Kaltim.
"Ditanya soal ke supporting Pak Gafur dalam ikut Musda, orang kan ikut Musda kan ada dana yang disiapkan, atau dia masang billboard atau masang atribut segala. Ada dugaan seorang yang harus, nanti saya imbau dia kalau memang dia benar menerimanya, harus kembalikan ke negara. Rp100 juta, tapi kan kita semangatnya adalah, negara nggak boleh rugi dong, jadi kalaupun ada uang digunakan walaupun serupiah harus dikembalikan pada negara, nggak perlu triluin-triulanan ya, ratusan juta juga harus dikembalikan," pungkasnya.
Abdul Gafur kembali ditetapkan sebagai tersangka di KPK, setelah sebelumnya dijerat pasal suap dan sudah menjadi terpidana, kini kembali ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Abdul Gafur yang juga selaku Kuasa Pemegang Modal Perumda Benuo Taka, ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya, yakni, Baharun Genda (BG) selaku Direktur Utama (Dirut) Perumda Benuo Taka Energi, Heriyanto (HY) selaku Dirut Perumda Benuo Taka, dan Karim Abidin (KA) selaku Kepala Bagian Keuangan Perumda Benuo Taka.
Saat ini, ketiga tersangka tersebut sudah ditahan di Rutan KPK. Sedangkan Abdul Gafur tidak dilakukan penahanan karena sedang menjalani masa pidana badan di Lapas Klas IIA Balikpapan.
Dalam perkaranya, saat menjabat sebagai Bupati, Abdul Gafur bersama DPRD dalam paripurna RAPBD menyepakati adanya penambahan penyertaan modal bagi Perumda Benuo Taka sebesar Rp29,6 miliar, Perumda Benuo Taka Energi (PBTE) disertakan modal Rp10 miliar, dan Perumda Air Minum Danum Taka dengan penyertaan modal Rp18,5 miliar.
Pada Januari 2021, Baharun melapor ke Abdul Gafur terkait belum direalisasikannya dana penyertaan modal bagi PBTE, sehingga Abdul Gafur memerintahkan Baharun mengajukan permohonan pencairan dana dimaksud yang ditujukan pada Abdul Gafur yang kemudian diterbitkan Keputusan Bupati PPU sehingga dilakukan pencairan dana sebesar Rp3,6 miliar.
Kemudian sekitar Februari 2021, Heriyanto juga melaporkan hal yang sama, sehingga Abdul Gafur memerintahkan kembali agar segera diajukan permohonan sehingga diterbitkan Keputusan Bupati PPU berupa pencairan dana sebesar Rp29,6 miliar.
Sedangkan bagi Perumda Air Minum Danum Taka, Abdul Gafur menerbitkan Keputusan Bupati PPU dengan pencairan dana sebesar Rp18,5 miliar.
Namun demikian, tiga keputusan yang ditandatangani Abdul Gafur tersebut diduga tidak disertai dengan landasan aturan yang jelas, dan tidak pula melalui kajian, analisis, serta administrasi yang matang, sehingga timbul pos anggaran dengan berbagai penyusunan administrasi fiktif yang diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp14,4 miliar.
Dari pencairan uang yang diduga melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara tersebut, kemudian dinikmati para tersangka untuk berbagai keperluan pribadi.
Abdul Gafur diduga menerima sebesar Rp6 miliar yang dipergunakan antara lain untuk menyewa private jet, menyewa helikopter, supporting dana kebutuhan Musda Partai Demokrat Provinsi Kaltim.
Selanjutnya, Baharun diduga menerima Rp500 juta dipergunakan untuk membeli mobil. Tersangka Heriyanto diduga menerima Rp3 miliar dipergunakan sebagai modal proyek. Sedangkan Karim diduga menerima sebesar Rp1 miliar dipergunakan untuk trading forex.
Sejauh ini, KPK telah menerima pengembalian uang dari para pihak terkait perkara ini sekitar Rp659 juta melalui rekening penampungan KPK.
BERITA TERKAIT: