Begitu yang disampaikan Kepala Misi PBB di Kosovo, Caroline Ziadeh, dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari
Euro News pada Jumat (28/4).
Menurut Ziadeh, hubungan kedua negara sudah sangat merosot sejak tahun lalu bahkan hampir mendekati konfrontasi fisik.
Oleh sebab itu, Ziadeh menyerukan agar Kosovo maupun Serbia merubah sikap dan hubungan mereka sehingga tidak menimbulkan ancaman baru stabilitas regional Eropa.
“Ini adalah tren yang harus diubah oleh para pemimpin yang bertanggung jawab sekarang,†tegasnya.
Ia menggarisbawahi pentingnya komitmen untuk negosiasi baru, sebab krisis ketidakpercayaan dapat memperburuk masalah kedua negara.
"Para pemimpin harus mengambil langkah-langkah yang bertanggung jawab untuk mengurangi kemungkinan perselisihan lebih lanjut mengenai isu-isu yang telah menurunkan kepercayaan publik selama beberapa bulan terakhir," jelas Ziadeh.
Kosovo memperoleh kemerdekaan dari Serbia pada 2008. Kosovo diakui oleh 101 negara, termasuk NATO dan UE, tetapi masih tidak mendapatkan pengakuan dari Beograd.
Ketegangan kedua negara mulai meningkat setelah pemilu di Kosovo Utara mendapat aksi boikot dari mayoritas lokal Serbia yang ada di Kosovo.
Serbia menuduh Kosovo melakukan kekerasan terhadap etnis mereka di sana. Sementara pemerintah Pristina menuduh Beograd sebagai dalang dari protes dan aksi perlawanan yang kuat di antara etnis Serbia.
BERITA TERKAIT: