Jean-Marc Sauve yang menyelidiki pelecehan anak di dalam Gereja Katolik selama beberapa tahun menyebutkan bahwa jumlah tersebut jauh lebih besar dari yang dilaporkan pada Juni 2019, di mana saat itu mereka hanya melaporkan sebanyak 3.000 korban saja.
"Perkiraan sebelumnya pada Juni tahun lalu dari 3.000 korban tentu saja terlalu rendah," ujarnya, saat menyampaikan pembaruan tentang kerja komisi, seperti dikutip dari
AFP, Rabu (3/3).
"Ada kemungkinan jumlahnya setidaknya 10.000," tambahnya.
Hotline yang disiapkan pada Juni 2019 bagi para korban dan saksi untuk melaporkan pelecehan, menerima 6.500 panggilan telepon dalam 17 bulan pertama beroperasi.
"Pertanyaan besar bagi kami adalah berapa banyak korban yang datang? Apakah 25 persen? 10 persen, 5 persen atau kurang?" kata Sauve kepada wartawan.
Komisi penyelidik tersebut dibentuk pada November 2018 atas persetujuan Konferensi Waligereja Prancis, setelah skandal pelecehan anak yang besar dan berulang mengguncang Gereja Katolik di dalam dan luar negeri.
Tindakan tersebut memicu reaksi beragam dari asosiasi korban, yang memuji upaya untuk mendorong para penyintas untuk berbicara, tetapi mempertanyakan kesediaan dan kemampuan jaksa Prancis untuk mengajukan tuntutan.
Komisi, yang terdiri lebih dari 20 tokoh yang diambil dari latar belakang hukum, akademis dan medis, pada awalnya dijadwalkan untuk menyampaikan laporan akhir pada akhir tahun 2020 tetapi telah menetapkan batas waktu baru pada bulan September tahun ini.
Tuduhan terhadap para pendeta dan tokoh Katolik senior telah menyebabkan pembayaran dan penuntutan di seluruh dunia, serta perubahan pada doktrin gereja.
Pada Mei 2019, Paus Fransiskus mengeluarkan undang - undang baru yang mewajibkan siapa pun di Gereja yang mengetahui tentang pelecehan seksual untuk melaporkannya kepada atasan mereka.
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.
BERITA TERKAIT: