Hal tersebut tergambar dari pernyataan Ketua Bawaslu Rahmat Bagja, saat menyampaikan
keynote speech dalam acara Pertemuan Nasional (Pernas) JPPR ke XII, di Hotel Akmani, Jalan KH Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/7).
Sosok yang kerap disapa Bagja itu menyinggung soal bunyi aturan batas usia cakada yang termuat dalam PKPU 8/2024 tentang Pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Wakil Walikota.
Bagja mempertanyakan isi Pasal 15 yang berbunyi, "Syarat berusia paling rendah 30 tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, dan 25 tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (2) huruf d terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih."
"Adakah putusan pengadilan yang menentukan syarat usia calon pada saat pelantikan?" ujar Bagja mengkritik aturan baru KPU itu yang mengikuti putusan MA.
Sepengetahuan dia, aturan baru yang dibuat KPU itu bakal berdampak pada ketidakpastian hukum dalam penerapannya. Sebab, batas usia cakada dinyatakan genap ketika tanggal pelantikan kepala daerah terpilih.
"Pertanyaannya, pelantikan diatur oleh PKPU atau bukan PKPU. Untuk Pilkada tidak diatur PKPU, diatur Permendagri untuk bupati-wakil bupati dan walikota-wakil walikota dan Perpres untuk gubernur-wakil gubernur," paparnya.
"Makanya KPU sekarang bingung. Tapi KPU mau jalan terus," sambungnya.
Oleh karena itu, Bagja memahami hasil evaluasi JPPR yang pada intinya menilai kondisi demokrasi Indonesia setelah 25 tahun Reformasi makin terjun ke bawah. Sebab, perubahan aturan di tengah tahapan membuat ketidakpastian hukum.
"Krisis demokrasi dimulai dari ketidakpastian prosedur. Ketika itu manfaat apa yang bisa didapatkan? Kita harus membantu teman-teman KPU menghadapi krisis ini. Mengenai putusan MA ini PR kita bersama. Krisis ini harus kita selesaikan," demikian Bagja.
BERITA TERKAIT: