Beberapa kepala suku besar Mairasi mengemukakan pernyataan, “Kami Suku Besar Mairasi memohon agar pembangunan jalan Trans Papua jangan dilakukan melalui tempat sakral atau keramat kami."
Saat ini sedang dilakukan pemalangan di jalan Trans Papua di kampung Faranyao 2, Kaimana, Papua.
Menurut beberapa kepala suku besar Mairasi, hal ini dikarenakan lokasi itu merupakan satu di antara tempat sakral/keramat yang dijaga suku Mairasi. Masyarakat adat Suku Besar Mairasi menegaskan bahwa mereka tidak melarang pembangunan infra struktur berniat positif tersebut, melainkan hanya memohon pemerintah untuk mengubah jalur jalan Trans Papua tersebut.
Karena tidak bermukim di Papua, saya tidak tahu sejauh mana kebenaran berita tersebut. Namun sebagai sesama warga Indonesia dengan masyarakat adat Suku Besar Mairasi, saya pribadi sungguh merasa prihatin apabila berita mengenai Amanat Penderitaan Masyarakat Adat di Papua tersebut benar adanya.
Maka dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri memohon kemurahan hati Pemerintah untuk berkenan mengabulkan permohonan masyarakat adat Suku Besar Mairasi sesuai makna luhur yang terkandung di dalam sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab maupun Agenda Pembangunan Berkelanjutan yang telah disepakati leh para anggota PBB termasuk Indonesia sebagai pedoman pembangunan planet bumi abad XXI tanpa merusak alam dan tanpa menyengsarakan manusia.
Mohon pihak yang berwenang atas pembangunan Trans Papua yang jelas bertujuan konstruktif tersebut , berkenan benar-benar tulus perhatian dan peduli demi berbela rasa terhadap amanat penderitaan masyarakat adat Suku Besar Mairasi sebagai para pemilik tanah di wilayah kakek-nenek moyang para beliau de facto sudah bermukim jauh sebelum negara Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.
MERDEKA!
BERITA TERKAIT: