Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

WAWANCARA

Pejabat Legislatif, Eksekutif & Yudikatif Kenapa Pada Malas Lapor Harta

Senin, 21 Januari 2019, 10:33 WIB
Pejabat Legislatif, Eksekutif & Yudikatif Kenapa Pada Malas Lapor Harta
Foto/Net
rmol news logo Komisi Pemberantasan Koru­psi merilis data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) 2018. Tingkat kepatuhan wajib lapor yang dilakukan penye­lenggara negara pada 2018 hanya 64,05 persen. Angka ini menunjuk­kan penurunan jika dibandingkan dengan 2017, yang mencapai 78 persen.

Jumlah wajib lapor sendiri ada 303.032. Dari pihak legislatif ada 483 instansi, eksekutif sebanyak 642 instansi, ada juga yudikatif 2 instansi, sementara BUMN dan BUMD seban­yak 175 instansi. Rinciannya, jumlah wajib LHKPN dari eksekutif sebesar 237.084 atau sekitar 66,31 persen, legislatif hanya 15.847 atau 39,42 persen, sementara yudikatif sebesar 22.518 atau 48,05 persen.

Berdasarkan data yang dimiliki KPK, jumlah pelapor tertinggi berasal dari BUMN dan BUMD, yaitu sekitar 25.213 atau 85,01 persen. Semen­tara itu, tingkat kepatuhan terendah berasal dari kalangan legislatif, atau DPR dan DPRD. Dari 15.847 wajib lapor, yang melaporkan LHKPN hanya 6.247, atau sekitar 21 persen.

Pahala Nainggolan: Tidak Ada Iktikad Baik Dari Para Wajib Lapor

DPRD mana yang tingkat kepatu­han pelaporannya paling rendah?

Untuk DPRD tingkat provinsi, ada empat yang tingkat pelaporan­nya 0 persen. Keempatnya adalah DPRD DKI Jakarta, DPRD Provinsi Lampung, DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, dan DPRD Provinsi Sulawesi Utara. Kemudian untuk DPRD ting­kat kabupaten/kota, ada 169 DPRD kabupaten/ kota yang kepatuhan laporan LHKPN berada pada angka 0 persen.

Itu kenapa mereka tidak me­laporkan?

Kemungkinan ada dua penyebab­nya. Pertama, karena sistem pelapo­ran periodik satu tahun baru diseleng­garakan pertama kalinya. Kedua, tidak ada iktikad baik dari para wajib lapor tersebut.

Bukan karena mereka masih ke­sulitan buat laporannya sehingga tidak ada yang melapor?
Kalaupun misalnya ada satu dua atau beberapa orang yang menga­takan pe­laporan LHKPN itu rumit, sebe­narnya t idak. Karena cara pelaporannya itu bisa kami jelaskan dengan sangat mudah. Jadi jika ada anggota legislatif yang kesulitan, mereka dipersilakan untuk datang ke KPK, atau menghubungi layanan Call Center 198. Tim KPK siap membantu mereka. Jadi mesti­nya tidak ada alasan pelaporannya rumit. Kalau ada iktikad baik pasti akan mudah melaporkannya.

Mungkin ada kendala lainnya yang menyebabkan mereka tidak bisa melaporkan LHKPN?
Umumnya kalau mereka bilang susah ngisinya, atau internetnya sulit itu, kami segera kirim tim. Dan dari pengalaman sih, kalau mereka bilang ke kami itu sehari aja datang gitu, kemudian di-guide gitu oleh tim, terus langsung selesai tuh itunya. Jadi sekali lagi, kalau dari KPK lihat ini masalah komitmen saja. Apakah kar­ena sudah mau selesai? Jika mereka ingin menjadi caleg, mereka harus masukin LHKPN lho.

Dari KPK sendiri memang tidak bisa mendorong mereka untuk melapor, sehingga sampai tidak ada yang lapor begitu?
Kalau DPRD agak sulit, karena kalau kami dorong ketua DPRD-nya, waduh pak itu anggota masing-mas­ing, mereka sendiri-sendiri. Gubernur enggak bisa, sekwan (sekretariat dewan) enggak bisa juga. Jadi ini benar-benar harus dari partainya, atau fraksi yang mendorong.

Lalu apa yang akan dilakukan terhadap orang-orang yang tidak melapor tersebut?
Ya kami doronguntuk segera melaporkan . Kemarin kami sudah mengim­bau, bahwa masa pelaporan masih ada sampai 31 Maret 2019. Jadi yang belum, si­lahkan melapor. Ingat, komitmen pejabat politik itu menjadi penting, dan komitmen partai politiknya untuk menegakan kepatuhan terhadap peraturan itu juga penting. Apalagi seluruh unsur pimpi­nan partai sudah menandatangani komitmen, dan menyampaikan pada publik untuk menjadi partai politik yang berintegritas.

Tadi kan DPRD. Untuk Pemda yang terendah itu di mana saja?

Untuk pemerintah daerah tingkat provinsi, yang paling rendah per­tama Papua Barat, lantas yang kedua Sulawesi Selatan, kemudian Maluku, Sumsel, dan yang terakhir Sulawesi Tenggara.

Jadi Papua Barat, Sulsel, Maluku, dan Sumsel ini baru kemarin datang ke sini, dan sudah saya sampaikan juga. Biasanya kalau gubernurnya keras itu bilang, tidak boleh ada pro­mosi, tidak boleh dilantik jadi kepala dinas, kalau belum ada LHKPN-nya biasanya patuh semua. Makanya kami masih dapat juga beberapa provinsi yang 100 persen gitu. Kami selalu lihat bahwa komitmen kepala daerah yang paling utama.

Pemda enggak ada yang pelapo­rannya 0 persen?
Ada. Kabupaten/kota ini kan ada 500 lebih gitu ya. Nah itu datanya kami bagi, ada 103 yang kepatu­hannya 0 sampai 19 persen. Dan yang kepatuhannya 0 persen, alias enggak pernah lapor sama sekali itu ada 34 kabupaten/kota. Mereka enggak pernah menyampaikan laporan, baik kepala daerahnya maupun sekda-nya. Total ada 34 pemda yang begitu.

Sementara itu ada 221 kabupaten/ kota ituyang kepatuhannya 80 sampai 100 persen. Jadi dari seluruh kabu­paten kota, mungkin hampir setengah semuanya kepatuhan yang baik. Tapi sekitar 25 persen atau 20 persen itu kepatuhannya masih nol sampai 19 persen. Jadi sekali lagi, kalau dari KPK lihat ini masalah komitmen saja, baik komitmen kepala daerah yang harus lebih keras sama kemauan dari wajib lapor untuk menyampaikan LHKPN-nya.

Muhammad Yuliadi: Mungkin Salah Satu Hambatan Mereka Ya Mengisi Form Itu

 Menurut KPK anggota DPRD DKI semuanya belum menyerahkan LHKPN. Itu betul?
Loh, datanya kan harusnya sudah masuk.

Masuk ke mana?
Ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Tapi rupanya teman-teman masih belum masukin ya.

Tapi memang sudah dibikin ya?
Iya. Jadi sebetulnya bukannya belum pada bikin, tapi mereka baru ngisi form. Tapi belum dikirim form­nya ke KPK, untuk mendapat ID pengisian, atau input onlinenya.

Itu belum dikirim jadi posisinya masih di fraksi ya?
Iya ada di masing-masing fraksi.

Katanya pada enggak ngisi karena gaptek?
Bukan, kan ada staf kami yang bisa bantu sebenarnya. Mungkin salah satu hambatan mereka itu, ya untuk bisa mengisi form itu. Kan ada lam­piran data hartanya. Mungkin mereka masih kesulitan untuk mencari bukti data-datanya nih.

Tapi dari sekretariat pernah mengundang KPK buat ngadain pelatihan untuk membuat LHKPN kan ya?
Sudah, kami selenggarakan di ruangparipurna 2018 lalu. Jadi ting­gal tindak lanjutnya dari teman-teman anggota dewan.

Saat itu ada deadline enggak sih?
Harusnya sebelum 2018 berakhir, itu harusnya ya.

KPK kan ngasih waktu sampe akhir Maret. Kalau sekretariat ngasih batas waktu enggak ke ang­gota dewan?
Kami kan sifatnya pasif. Kalau teman-teman fraksi minta dihubung­kan dengan KPK, ya kami hubungkan untuk pengisiannya.

Jadi Sekwan DPRD DKI enggak akan nagih laporannya ya?
Enggak akan, karena kan sudah ada di fraksi masing-masing untuk diisi.

Tapi apakah Sekwan DPRD DKI enggak bisa menyuruh supaya mereka segera buat dan segera dilapor­kan?

Pengisiannya itu online, (kata) kuncinya juga sudah dikasih. Jadi tidak perlu menunggu komando dari Sekwan atau Pak Ketua DPRD DKI lagi. Mereka bisa buka dan isi sendiri. Jadi yang penting bagaimana keingi­nannya mereka. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA