Perempuan Hebat di Dalam Al-Qur'an (35)

Benarkah Perempuan Temptator?

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/nasaruddin-umar-5'>NASARUDDIN UMAR</a>
OLEH: NASARUDDIN UMAR
  • Selasa, 02 Oktober 2018, 08:29 WIB
Benarkah Perempuan Temptator?
Nasaruddin Umar/Net
SALAH satu image yang sulit diubah di dalam tradisi masyarakat ialah perempuan sebagai penggoda. Ini sulit diubah karena pernah termaktub secara eksplisit di dalam literatur-litera­tur keagamaan. Lihatlah misalnya di dalam Bibel, Kitab Kejadian 3:12: "Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kau tempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu ke­padaku, maka kumakan". Jelas Adam seolah-olah melempar tanggung jawab itu kepada istrinya yang sedemikian rupa menggodanya agar ia bisa memakan buah terlarang itu.

Sebagai sanksi terhadap kesalahan perempuan itu maka kepadanya dijatuhkan semacam sanksi sebagaimana disebutkan dalam Kitab Kejadian 3:16: "FirmanNya ke­pada perempuan itu: "Susah payahmu wak­tu mengandung akan kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepa­da suamimu dan ia akan berkuasa atasmu". Kelihatan Hawa (Eva) dalam pasal ini terpo­jok dan harus menerima akibat perbuatan­nya yang menggoda suaminya.

Di dalam beberapa kisah dalam perjanji­an lama terdapat beberapa figur perempuan yang menjadi faktor terjadinya sebuah skan­dal besar. Termasuk juga yang diabadikan di dalam Al-Qur'an, yaitu drama perempuan istri pembesar dengan Nabi Yusuf. Istri pembesar dinyatakan bersalah secara hukum karena baju yang dipakai Nabi Yusuf terkoyak bagian belakang, bukannya bagian depan. Di bagian lain istri Nabi Ayub dan istri Nabi Shaleh juga disebut sebagai dua perempuan penghianat, yang kemudian menimbulkan persoalan di dalam masyarakat.

Image perempuan sebagai penggoda men­jadi salah satu isu kontemporer yang sering dimanfaatkan untuk memojokkan perempuan. Lahirnya paham misogini, suatu paham yang membenci perempuan karena citranya seba­gai penggoda menyebabkan nenek moyang kita Adam jatuh dari syurga kenikmatan ke bumi penderitaan. Kalangan misoginis men­ganggap perempuan separuh iblis dan se­baliknya Adam dianggap sebagai separuh Tuhan, karena kepadanya para makhluk di­perintahkan untuk sujud dan menghormat.

Ada ungkapan mengatakan: "Yang paling bersahabat dengan agama ialah perempuan, tetapi yang paling tidak bersahabat dengan perempuan ialah agama". Dari beberapa segi pernyataan itu ada benarnya. Bukankah yang paling memadati majelis-majelis ta’lim dan ibadah adalah perempuan, sementara kaum laki-laki amat terbatas. Bukan hanya dalam agama Islam tetapi dalam kegiatan-kegia­tan ritual keagamaan pada agama lain juga memiliki persamaan.

Image dan mitos perempuan sebagai peng­goda hingga kini masih melekat dan masih menjadi stigma negatif di dalam berbagai masyarakat, terutama di dalam dunia politik. Perempuan seringkali menjadi korban karena isu ini. Seolah perempuan dilahirkan sebagai makhluk penggoda (temptator). Padahal, ses­ungguhnya perempuan adalah manusia biasa seperti halnya laki-laki. Bahkan dunia laki-la­ki mungkin lebih sering menjadi faktor dalam persoalan kemanusiaan dan kemasyarakatan dalam lintasan sejarah.

Sudah saatnya menghapusnya stigma perempuan sebagai penggoda dengan cara membaca ulang kitab suci dan mengevalu­asi nilai-nilai budaya yang cenderung memo­jokkan perempuan secara teologi dan secara budaya. Sebab jika nilai-nilai penafsiran da­lam agama berkolaborasi dengan nilai-nilai budaya lokal untuk mempertahankan stigma perempuan sebagai penggoda maka itu akan amat sulit sekali diubah. Diperlukan wak­tu yang amat Panjang untuk membersihkan kaum perempuan dari berbagai mitos yang menyebabkannya termarginalisasi dalam ber­bagai urusan.

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA