Dalam memaknai tahun baru kita kali ini, ada baiknya kita membuat variasi khusus denÂgan cara melakukan perenungan batin. Untuk yang beragama Islam, kita sebaiknya menghiÂtung amal kebajikan dan perbuatan dosa dan maksiyat yang pernah kita lakukan. Harapan kita selanjutnya bagaimana menjalani sisi-siÂsa kehidupan yang Tuhan pinjamkan. SehuÂbungan dengan ini menarik untuk kita ingat sebuah ayat yang berdiri sendiri, menyentak dan seolah-olah mengajak kita kembali unÂtuk mempelajari arah dan perjalanan hidup kita seusai menjalani bulan puasa. Ayat terseÂbut ialah: "Maka kalian mau kemana?" (Q.S. al-Takwir/81:26). Ayat ini seperti menyentak dan mengingatkan kita akan tujuan dan arti sebuah perjalanan hidup kita setelah digodok dan dibersihkan sebulan penuh dalam bulan Ramadlan. Ayat ini juga sekaligus mengingatÂkan arti penting setiap orang untuk memiliki visi kebersaan sebagai sama penghuni kolong langit bangsa Indonesia.
"Kalian mau kemana?" menjadi pertanyaan penting yang sarat dengan makna. Kita seharÂusnya menyadari bahwa seusai Allah memberÂsihkan hidup kita maka seharusnya kita pun berhati-hati menjalani hidup ini. Maksudnya, kehidupan yang tersisa ini seharusnya kita jalani dengan visi dan tujuan yang jelas supaÂya kita tidak termasuk orang yang amar merÂugi di kemudian hari. Alangkah ruginya kalau kehidupan sebelum dan sesudah Ramadhan tidak ada bedanya. Lebih rugi lagi jika hadÂiah Tuhan berupa Ramadhan tidak kita manÂfaatkan dengan baik. "Kalian mau kemana?" seharusnya menjadi direction kita semua unÂtuk menjalani kehidupan ini dengan niat yang penuh denga perencanaan lebih baik.
Pertanyaan Tuhan ini bukan hanya pentÂing dihayati secara individu tetapi juga unÂtuk keluarga, masyarakat, dan bangsa. SeÂbab ayat tersebut menggunakan lafadz jamak (
tadzhabun). Jadi yang perlu mendapatkan direction kehidupan bukan hanya diri sendiÂri melainkan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Yang akan celaka bila tidak menÂjalani tata kelola kehidupan ini (
khalifah) bukan hanya orang perorangan tetapi juga anggota masyarakat. Al-Qur'an lebih tegas menyataÂkan bahwa: Likulli ummatin ajal/Setiap umat (orde) itu juga punya ajal.
"Idza ja'a ajaluhum la yasta'khiruna sa’atan wa la yastaqdimun (Dan apa bila ajal itu datang tidak akan perÂnah dapat ditunda atau dimajukan"). Orang, keluarga, atau masyarakat yang tidak memiÂliki visi dan tujuan maka dikhawatirkan ajalnya akan tiba lebih awal. Khusus untuk ajal suatu masyarakat, Ibnu Khaldun pernah menginÂgatkan kepada kita terhadap empat generasi yang akan menentukan cepat atau lambatnya ajal masyarakat itu tiba, yaitu: Pertama genÂerasi perintis, Kedua generasi pembangun, ketiga generasi penikmat, dan keempat genÂerasi penghancur.
Banyak contoh dalam kisah Al-Qur'an yang menunjukkan betapa riskannya ajal sebuah generasi. Terkadang individu yang memiliki perencanaan yang matang di dalam menjalani kehidupannya lebih panjang ajalnya dari pada ajal masyarakatnya. Di antara generasi bangÂsa Indonesia banyak sekali yang pernah meraÂsakan beberapa pergantian generasi (orde). Ada yang pernah menyaksikan tibanya ajal penjajahan Jepang, Belanda, Orde Lama, dan orde baru.