Fitnah Kubra memuncak ketika Ali dan Mu'awiyah berseteru, masing-masing tidak ada yang mau mengalah di dalam memereÂbutkan pemimpin yang akan menggantikan Utsman. Ali sudah dilantik menjadi khalifah keempat tetapi tidak diakui oleh Mu’awiyah. Karena tidak ada yang mau mengalah, maka terjadilah peperangan yang disebut Perang Shiffin. Mu'awiyah didukung oleh 'Aisyah, istri Nabi dan Ali tentu saja didukung oleh istrinÂya, Fathimah, putri Nabi. Perang tidak dapat dielakkan antara keduanya. Di tengah perang saudara ini, Amr ibn 'Ash yang dikenal sebaÂgai politikus cerdik di pihak Mu'awiyah, meÂnyerukan gencatan senjata dan perdamaian. Ia menggunakan simbol 500 Al-Qur’an yang diusung di ujung tombak sambil mengajak seÂmua pasukan untuk kembali kepada penyeÂlesaian secara Al-Qur'an. Ali dan Mu’awiyah menyetujuinya. Ali mengutus Abu Musa al- Asy'ary, seorang ulama yang disegani dan Amru ibn Al-Ash mewakili pihak Mu’awiyah. Amr ibn 'Ash tahu keshalihan dan kelemahan Abu Musa. Amr meminta agar demi kemuliaan Islam dan demi kemaslahatan umat Islam, seÂbaiknya Ali- dan Mu'awiyah mengundurkan diri lalu dicari tokoh lain yang lebih netral.
Dengan lugu Abu Musa, perunding meÂwakili pihak Ali ibn Ai Thalib menerima usulan itu. Ia diminta berpidato di lebih awal di deÂpan massa dan pasukan kedua belah pihak. Ia menyerukan bahwa sekarang ini tidak ada lagi khalifah dan kini saatnya kita akan menÂcari khalifah yang dapat diterima oleh semua pihak. Tiba giliran Amr ibn 'Ash, menelikung pernyataan itu dengan mengatakan, oleh karÂena sekarang tidak ada lagi khalifah maka dengan ini kami melegalkan Mu’awiyah sebaÂgai khalifah. Tentu saja pihak Ali tidak meneriÂmanya, maka peperangan pecah kembali. BeÂgitulah seterusnya hingga Ali mati terbunuh.
Perang Shiffin merupakan perang saudara dalam dunia Islam. Peperangan ini sering disebut fitnah kubra atau fitnah terbesar daÂlam sejarah umat Islam. Fitnah inilah kemuÂdian melahirkan aliran teologi seperti syi'ah, murji'ah, khawarij, dan simbol ahlu sunnah.
Apa yang ditampilkan Amr ibn 'Ash itulah contoh Islam politik. Ia mengecoh lawannya dengan menggunakan simbol Al-Qur'an dan bahasa agama. Ia membakar emosi umat dengan menggunakan ayat dan hadis untuk mencapai kemenangan politik. Ia memojokÂkan orang lain dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis. Ia juga menggunaÂkan ayat dan hadis untuk menghilangkan dan membunuh karakter lawan-lawan politiknya. Abu Musa al-Asy'ary dapat dikatakan simbol dari politik Islam dan Amr ibn 'Ash merupakan simbol Islam politik.
Di dalam lintasan sejarah dunia Islam, perÂgumulan antara politik Islam dan Islam poliÂtik sering terjadi, tidak terkecuali di Indonesia. Ada golongan lebih menekankan pentingnya politik Islam, sementara golongan lain menÂganggapnya tidak cukup tetapi mesti harus dengan Islam politik. Ketegangan setiap sukÂsesi dalam dunia Islam hampir selalu terjaÂdi. Ini mungkin antara lain disebabkan tidak adanya standar baku yang mengatur urusan suksesi. Fikih siyasah lebih banyak berbiÂcara tentang etika politik bukan sistem poliÂtik. Tentu ada hikmahnya mengapa Al-Qur'an dan hadis tidak mengatur secara detail soal suksesi. Mungkin salahsatu hikmahnya biarÂkanlah urusan politik praktis itu diselesaikan sendiri oleh kearifan lokal setiap komunitas umat, sebagaimana juga yang terjadi di daÂlam suksesi para Khulafa' al-Rasyidin.