Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Bangunan Tua Yang Roboh Dipasangi Terpal & Perancah

Gedoeng Belanda Tempo Doeloe, Since 1602

Sabtu, 21 Juli 2018, 08:39 WIB
Bangunan Tua Yang Roboh Dipasangi Terpal & Perancah
Foto/Net
rmol news logo Sebuah bangunan tua di kawasan Kota Tua, Penjaringan, Jakarta Utara, roboh. Namun, meski berada di kawasan bersejarah di Jakarta, bangunan tersebut tidak termasuk cagar budaya yang dilindungi.

 Bangunan berupa gudang itu terletak di antara Restoran Galangan Kapal VOC dan Restoran Raja Kuring di Jalan Kakap. Berbeda dengan bangunan yang roboh, bangunan dua restoran tersebut, masuk dalam kategori cagar budaya.

Pantauan Rakyat Merdeka, Rabu (18/7), reruntuhan atap bangunan masih dibiarkan begitu saja. Tak ada perubahan berarti sejak bangunan tersebut pertama kali roboh. Hanya saja, bagian yang rawan ambruk ditutupi terpal sepanjang kurang lebih 100 meter.

Di sisinya dipasangi beberapa perancah untuk menahan terpalwarna biru tersebut. Tiga spanduk berukuran kecil juga dipasang di antara steger untuk memberi peringatan warga yang melintas agar berhati-hati.

"Hati-hati!!! Bangunan ini sedang dalam tahap perbaikan konstruksi agar selalu waspada dan usahakan tidak berada dalam jarak terlalu dekat," demikian isi spanduk yang berasal dari Suku Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Jakarta Utara.

Adapun atap yang roboh den­gan panjang sekitar kurang dari 50 meter, dibiarkan berantakan. Kondisi semacam ini sudah ber­langsung setelah kejadian yang sempat menghebohkan warga sekitar.

Masih di bangunan yang sama, ada tulisan 'Gedoeng Belanda Tempo Doeloe, Since 1602' di sana. Tetapi, tak ada keterangan soal fungsi bangunan besar tersebut saat ini. Daun-daun jendela dari kayu dan pintu berukuran besar, terbuat dari bahan yang sama, membuat bangunan itu makin terlihat tua.

Cat bangunan yang tadinya berwarna putih pun sudah tam­pak kusam. Di sisi lain, lingkungansekitar tidak bisa dikatakan baik. Bahkan, terkesan kumuh, ditandai dengan banyaknya masyarakat yang memanfaatkan lahan di bawah kolong jalan layang yang berada di sisi bangunan tersebut.

Hari itu, tak ada aktivitas berarti di bangunan yang roboh. Hanya ada beberapa warga berlalu lalang dan ingin melihat dari dekat bangunan roboh ini. Sedangkan petugas keamananberjaga di restoran Raja Kuring.

Sanusi, salah seorang saksi mata saat bangunan tersebut roboh mengatakan, usai kejadi­an, bangunan yang roboh hanya ditutupi terpal. Terpal tersebut, kata dia, dipasang oleh perwaki­lan dari pemerintah, bukan dari pemilik bangunan tersebut.

"Setelah kejadian, cuma ditu­tup terpal. Nggak ada pekerjaan dari pihak mana pun. Kayaknya pemerintah yang pasang terpal, habis itu nggak pernah datang lagi," ujar Sanusi.

Meski statusnya adalah gu­dang, Sanusi bilang, sehari-hari hampir tak ada aktivitas di bangunan yang roboh tersebut. Namun, lahan di depan bangu­nan biasanya dijadikan tempat parkir kendaraan-kendaraan yang hendak berkunjung ke restoran Raja Kuring.

"Soalnya, kan itu pengunjung restoran yang datang pada bawa mobil. Malah kalau lagi ada acara, parkirannya sampai keluar sini," tutur Sanusi.

Sanusi mengaku hampir jadi korban bangunan yang roboh. Saat kejadian, dia bilang sedang duduk santai di sebuah kursi yang berada tak lebih dari lima meter di depan bangunan terse­but. Untungnya, tak ada material bangunan yang terkena tubuh pria berusia 73 tahun itu.

"Biasa, saya kan suka marki­rin di sini, lagi duduk-duduk di kursi. Nggak nyangka aja kalau bakal roboh. Tapi, nggak kena sih. Itu dipasang terpal juga mungkin untuk menghindari ada material yang jatuh lagi," ucapnya.

Kosong, Sudah 15 Tahun Tidak Pernah Dipakai

Nahrowi, petugas keamanandi sekitar lokasi menduga, robohnya bangunan itu akibat angin kencang, ditambah kondisibangunan yang sudah tua.

Dia bilang, usai kejadian, ada tukang yang memasang terpal, tapi sekarang sudah tidak ada lagi. "Itu juga tukang adanya pas kejadian, nggak lama setelah itu, ya kayak begini. Kira-kira sebe­lum Lebaran," ujar Nahrowi.

Menurutnya, pemasangan terpal dan perangkat lainnya untuk mengantisipasi timbulnya ambruk susulan. Sehingga, diberikan peringatan supaya wargamaupun kendaraan tidak mendekati sekitar lokasi tersebut.

"Ini makanya sekarang ng­gak boleh parkir lagi di sana (di samping perancah). Kita nggak ingin ambil resiko. Kalau dulu kan bisa parkir kiri kanan, seka­rang sudah nggak boleh lagi," sambungnya.

Nahrowi mengaku tidak mengetahui dengan jelas siapa pemilik bangunan tersebut. Dia hanya mendengar kabar, bahwa ada beberapa pihak yang memi­liki bangunan tersebut.

Namun yang pasti, kata dia, bangunan itu bukan milik tempatnya bekerja "Yang pasti, bukan Raja Kuring pemiliknya. Raja Kuring batasnya di sana,"  ujarNahrowi sembari menunjukpilar putih yang berbatasan langsung dengan bangunan tersebut.

Sepengetahuan Nahrowi, bangunan tua tersebut pernah digunakan sebagai gudang penyimpanan batubara hingga sarang walet. Namun, Nahrowi tidak mengetahui persis karena hanya mendengarnya dari mulut ke mulut.

Petugas keamanan lainnya, Syarifudin bercerita, bangunantua itu tak pernah dipakai. Setidaknya sejak Syarifudin bekerja di sana 15 tahun lalu. "Gedungnya memang kosong," ujar Syarifudin.

Latar Belakang
Roboh Di Antara Dua Cagar Budaya

Sebuah bangunan tua di kawasan Kota Tua Jakarta roboh. Tapi, bangunan yang berada di Jalan Kakap, Penjaringan, Jakarta Utara itu tak termasuk dalam bangunan cagar budaya.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menegaskan, bangunan yang roboh tersebut bukan bagian dari cagar budaya. "Itu tidak bagian dari cagar budaya. Lagi diteliti, itu bagian dari gedung di antara cagar budaya," ujar Sandiaga.

Kata dia, Bangunan tersebut selama ini dijadikan sebagai gudang. Bangunan yang roboh itu diapit bangunan cagar budaya restoran Galangan Kapal VOC dan restoran Raja Kuring di Jalan Tongkol.

Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra itu menuturkan, tim Pemerintah Provinsi DKI telah melakukan penelitian ter­hadap gedung yang roboh terse­but. Menurutnya, gedung itu roboh karena faktor usia. Lebih lanjut, Sandiaga meminta pera­watan bangunan tersebut tidak mengubah Kota Tua Jakarta.

"Perawatan yang kami harap­kan, jangan mengubah tekstur dan kontur Kota Tua ini. Karena justru target revitalisasi ke depan adalah, menghadirkan Kota Tua yang benar-benar bersejarah," tuturnya.

Meski bukan bangunan cagar budaya, bangunan tua dianggap punya nilai historis. Robohnya bangunan tua di kawasan Kota Tua merupakan kejadian kes­ekian kalinya. Sebelumnya, bangunan SMPN 32, Tambora, Jakarta Barat, yang merupakan cagar budaya juga roboh.

Bangunan SMPN 32 roboh pada 21 Desember 2017. Hingga sepekan setelah roboh, reruntu­han bangunan belum disentuh. Puing-puing berserakan begitu saja. Reruntuhan bangunan pun tampak di bagian samping seko­lah, yang berdekatan dengan pemukiman warga.

Kepala Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat Wilayah ITajudin Nur mengatakan, gedung SMPN 32 yang roboh merupakan ban­gunan cagar budaya. Bangunan yang roboh, lanjut dia, letaknya cukup jauh dari ruang kelas.

Katanya lagi, bangunan yang dibangun tahun 1816 tersebut, terdiri dari dua lantai. Bagian bawah digunakan sebagai aula karena masih dalam kondisi baik. Kemudian, lantai atas sengaja tidak digunakan, karena kondisi bangunan yang sudah tak layak.

"Bangunan yang roboh hanya di lantai dua, tidak digunakan untuk kelas," ujar Tajudin.

Pihak sekolah tidak merenovasi bangunan itu, karena merupakan cagar budaya yang tidak boleh diubah bentuk fisiknya. Pihaknya berkoordinasi dengan Suku Dinas Pendidikan Jakarta Pusat, apakah bangunan terse­but akan kembali dibangun atau tidak.

"Kalau untuk sekolah, awal­nya kami mau ajukan rehabilitasi total, tetapi karena kondisi kokoh jadi enggak prioritas. Kemarin ada rencana aula direhab berat, tetapi harus koordinasi dengan Dinas Pariwisata karena itu cagar budaya," jelasnya.

Usai robohnya SMPN 32, pada 16 Januari 2018, masih di kawasan Kota Tua, Museum Bahari mengalami kebakaran. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono menerangkan, pihak kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap saksi mata kebakaran, seorang pegawai museum.

Berdasarkan keterangan saksi, ucap Argo, percikan api muncul di Gedung Blok C Museum Bahari. "Ada pegawai yang melihat percikan api ke bawah di Blok C," ujar Argo.

Di Gedung Blok C terdapat barang yang mudah terbakar, sehingga api cepat menjalar. Beberapa koleksi seperti miniatur alat-alat navigasi dilalap api.

Sebanyak 16 unit pemadam kebakaran dikerahkan untuk memadamkan api. Api muncul karena korsleting listrik. "Itu dari kabel terbakar, artinya ada barang yang mudah terbakar di bawah," ujar Argo. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA