Senin siang (4/9), aktivitas di sentra perdagangan beras Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, tidak seperti biasanya. Hal itu tampak di toko beras milik Ate. Bahkan, aktivitas bongkar muat beras yang masuk ke tokonya menurun hingga 50 persen.
Jika biasanya dia mendapat pengiriman di atas 500 ton per hari, hari itu Ate hanya mendaÂpat 200-300 ton. "Yang masuk paling 200-300 ton setiap hari, biasanya dapat di atas 500 ton," kata Ate saat ngobrol.
Perbedaan tersebut memang tak begitu terlihat mencolok. Namun, dari pantauan beberapa saat di tokonya, memang truk yang bongkar muat tidak begitu ramai. Siang itu, hanya ada sebuah truk berukuran besar yang sedang bongkar muat di depan tokonya.
Beberapa pekerja menurunkan ratusan karung beras dari truk, langsung menuju toko. Ukuran tiap karung bervariasi. Paling beÂsar berukuran 30 kilogram (kg). Sementara ukuran yang lainnya 20 kg. Hanya kurang dari 30 meÂnit, puluhan karung beras tersebut telah berpindah ke tokonya.
Ate menjelaskan, pasokan beras yang berkurang berasal dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah. Menurutnya, ada sejumlah faktor yang membuat paÂsokan beras dari daerah mengalami penurunan. "Sekarang musim panennya baru selesai, dan mungkin juga kemarau, jadi petani sulit," ucapnya.
Namun, dia juga tak memungÂkiri, kebijakan HET beras turut mempengaruhi pasokan beras dari daerah. Pasalnya, harga beÂras medium dari daerah sedang tinggi, oleh sebab itu pedagang tak banyak mengambil beras jenis medium.
"Kalau medium enggak ambil saya, soalnya harganya enggak dapet, itu karena ada HET. Beli di daerah juga mahal," terangnya.
Pemilik Toko Beras Rajawali di PIBC, Ali alias Useng menÂgatakan, kebijakan HET yang ditetapkan pemerintah sulit diiÂkuti para pedagang, terutama unÂtuk beras jenis medium. Sebab, kata dia, banyak pedagang yang telah membeli beras medium Rp 9.500 per kg. "Kalau kami jual Rp 9.450 per kg, artinya kami nombok," tuturnya.
Dari harga beli beras mediumtersebut, tokonya menjual kemÂbali Rp 9.600-9.700 per kg kepaÂda para pembeli. Jadi, menurutnya, aturan HET beras jenis meÂdium sangat sulit diikuti. "Kalau sudah ke pasar tradisional, bisa berapa harganya?" ujarnya.
Untuk beras premium, lanjut Ali, masih bisa mengikuti HET yang ditetapkan pemerintah. Sebab, harga beras premium Rp 10.300-10.900 per kg. "Medium tidak bisa mengikuti pemerinÂtah," ucapnya.
Menurutnya, sejak Lebaran, harga gabah terus naik dari Rp 4.900 sampai kisaran Rp 5.000-5.800 per kg. Dia mengatakan, aturan HET beras jenis medium bisa diikuti jika pemerintah turun langsung memastikan harga beras jenis tersebut dijual Rp 9.000 per kg di Cipinang.
"Baru kami bisa jual sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah," tuturnya.
Ketua Koperasi Pasar Induk Beras Cipinang Zulkifly Rasyid mengatakan, para pedagang masih berat menjalankan keputuÂsan harga eceran tertinggi (HET) beras yang ditetapkan pemerintah mulai 1 September 2017.
"Seharusnya HET beras dibagilagi klasifikasi medium dan premiumnya. Berat kalau satu harga," katanya, Senin (4/9).
Dia menuturkan, harga beras kelas medium telah naik pekan ini sekitar Rp 400-500. Untuk jenis beras IR64 kelas meÂdium, pedagang di Cipinang awalnya menjual Rp 8.800 per kg. Namun sekarang suÂdah Rp 9.200 per kg.
Harga tersebut, sambungnya, kemungkinan masih akan naik karena akan memasuki musim kemarau. Bahkan, harga beras medium dan premium akan lebih mahal setelah sampai di tingkat pengecer di pasar-pasar tradisional. "Sebulan setelah ini baru terasa," ucapnya.
Menurut Zulkifly, pemerintahseharusnya membagi lagi kelas medium dan premium serta klasifikasinya. Soalnya, kata dia, jika pemerintah hanya mematok satu harga medium dan premiÂum, pedagang akan sulit menjual beras. "Beras mana yang kami jual kalau satu harga?" ujarnya.
Dia menambahkan, harga beras akan semakin meningÂkat jika pasokan dari daerah tersendat atau berkurang. "Jadi, harga untuk beras medium tidak nyambung," ucapnya.
Di sisi lain, aturan HET berasmendapat dukungan dari masyarakat. Karena hal itu dinilai bisa melindungi konsumen agar bisa membeli komoditas strategis itu dengan harga wajar.
"Keputusan pemerintah itu sangat baik dan diharapkan bisa berlaku efektif dalam mengendalikan harga beras," ujar seÂorang pembeli beras, Nurmila yang ditemui di PIBC.
Dia berharap agar keputusan Menteri Perdagangan itu bisa berlaku efektif yang pada akhirnya bisa melindungi tidak saja konsumen, tapi juga produsen atau petani.
Konsumen lainnya, Herliani, juga mendukung adanya HET beras tersebut. Hal itu mengingat dirinya selalu membeli beras jenis pera untuk keperluan dagang nasi goreng, seharga Rp 10 ribu per liter.
"Beras merupakan bahan utaÂma karena sebagian besar orang Indonesia makan nasi. Makanya, pedagang beras tidak boleh meÂnaikkan harga beras yang sudah ada ketetapannya dari pemerinÂtah," ucap Herliani.
Latar Belakang
Menteri Perdagangan Ancam Cabut Izin Usaha Yang Melanggar HET Beras Kementerian Perdagangan memberlakukan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras mulai 1 September 2017. Peraturan ini mengatur harga tertinggi untuk beÂras jenis medium dan premium.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, pengaturan harga beras ini untuk menjaga daya beli masyarakat. Apalagi, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, sebesar 10,26 persen inflasi tahunan, sekitar 3,02 persen dikontribusiÂkan oleh pergerakan harga beras.
"Kami mempertahankan daya beli masyarakat, apalagi tingkat kemiskinan yang sangat diÂtentukan harga pokok pangan, terutama beras," ujar Enggar.
Enggar pun mengancam, sanksi berupa pencabutan izin usaha akan diberlakukan jika ada pedagang beras yang melanggar HET. "Kalau keputusan pemerÂintah masih dilanggar, jangan dagang lagi. Dicabut saja izinÂnya. Taati peraturan pemerintah itu. Semua boleh mengambil unÂtung, tapi tidak boleh jor-joran," tandas Enggar.
Menurutnya, Kementerian Perdagangan bersama Satuan Tugas Pangan akan mengawasi pelaksanaan aturan tersebut. Ia menambahkan, ada beberapa tahapan pemberlakukan HET.
"Ada tahapan sosialisasi dan persuasi. Setelah itu, kami akan mengambil tindakan bersama dengan Satgas. Kami tidak akan membiarkan masyarakat kehilangan kemampuan daya beli," ujarnya.
Menurut Enggar, terbitnya peraturan mengenai HET beras medium dan beras premium untuk memastikan, komoditas beras tidak dijadikan obyek spekulasi. Pengaturan harga itu, sekaligus untuk melindungi pengusaha penggilingan padi.
Mendag menyatakan, dalam rantai distribusi penjualan beras saat ini, pihak yang diuntungkan adalah pengepul yang berada di tengah, di antara petani dan penggilingan padi serta pedaÂgang eceran.
"Pengepul yang menjadi mata rantai ini. Mereka yang menutup itu. Yang terjadi, 40 persen pengÂgilingan kecil mati karena kalah modal, kalah cepat. Yang diunÂtungkan adalah yang di tengah. Kami tidak akan membiarkan mereka mengambil keuntungan yang lebih besar," ucapnya.
Dia mengklaim, HET beras itu sudah diterima petani, sehingga tidak akan terulang peristiwa pasokan beras hilang di Pasar Induk Cipinang saat harga terseÂbut diumumkan pertama kali pada Juli 2017. "Mayoritas pedagang rata-rata menyetujui dan minta segera dikeluarkan. Jadi, tidak usah khawatir, Insya Allah sudah ada komitmen," tuturnya.
Lebih lanjut, menurut Enggar, penjual beras wajib mencantumÂkan label medium dan premium pada kemasan produk setelah pemerintah memberlakukan HET. "Mau brand-nya apapun, harus pakai label medium dan premium," tegasnya.
Engggar menjelaskan, label tersebut wajib dipasang supaya konsumen bisa membedakan beÂras medium dan premium, baik di pasar tradisional maupun ritel modern. Pemerintah mematok tiga kategori beras, yakni mediÂum, premium dan khusus. Tapi, HET yang sudah diatur sebatas medium dan premium.
Kemendag juga mengharusÂkan gudang beras mendaftarkan diri ke pemerintah agar bisa beroperasi sesuai prosedur. Jika tidak mendaftar dan kemudian ditemukan timbunan beras, maÂka bisa dikenai sanksi.
"Kalau terdaftar aman. Kalau tidak, nanti ada beras, bisa terindikasi penimbunan," ingatnya.
HET beras medium dan premiumini, menurutnya, juga telah memperhatikan kemamÂpuan produsen. Aturan ini sudah mengikutsertakan biaya transÂportasi, harga gabah, termasuk margin usaha yang wajar bagi pelaku usaha. Selain itu, dia juga telah mengkomunikasikan kebiÂjakan ini dengan produsen beras, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), hingga penjual beras di pasar induk.
"Dengan ditetapkan sekarang, diharapkan akan ada ekuilibrium baru di harga beras. Ini harus cepat diimplementasikan. Kalau tidak, akan ada upaya spekulatif yang dilakukan oleh kepentinÂgan sekelompok orang tertentu," imbuh Enggar.
Untuk beras jenis medium, pemerintah menetapkan HET di pulau Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara Barat sebesar Rp 9.450 per kilogram (kg).
HET beras medium di Sumatra (kecuali Lampung dan Sumatra Selatan), Kalimantan, serta Nusa Tenggara Timur, tercatat sebesar Rp 9.950 per kg. Sedangkan HET beras medium tertinggi terdapat di Papua dan Maluku sebesar Rp 10.250 per kg.
Sedangkan HET beras Premium di Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi dipatok Rp 12.800 per kg.
Adapun, HET beras premium di Sumatra (kecuali Lampung dan Sumatra Selatan), Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan dipatok di angka Rp 13.300 per kg. HET beras Premium Papua dan Maluku terbilang Rp 13.600 per kg. ***
Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.