Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Lima Bulan Enggak Dipakai Mobil Dirjen Hubla Berdebu

Melihat Rumah Tersangka Kasus Suap Pengerukan Pelabuhan

Rabu, 30 Agustus 2017, 09:54 WIB
Lima Bulan Enggak Dipakai Mobil Dirjen Hubla Berdebu
Antonius Tonny Budiono/Net
rmol news logo Direktur Jenderal Perhubungan Laut (Hubla) Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pengerukan Pelabuhan Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.

Pasca dijerat KPK, rumahnya yang berada di Jalan Pisok XX, Blok EB 16, Nomor 7, Bintaro Jaya, Sektor 5, Tangerang Selatan, sepi ditinggal penghuninya. Apalagi, sebelum ditahan KPK, sehari-hari Tonny tinggal di Mes Perwira Bahtera Suaka, Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat. Bukan di rumahnya.

Rumah Tonny di Bintaro yang jarang ditempatinya itu berlantai dua, berwarna putih. Letaknya tidak jauh dari pos ke­amanan. Tidak ada yang "wah" dari rumah yang diapit rumah warga rata-rata berlantai dua itu. Bedanya, hanya lampu teras rumah tetap dibiarkan menyala kendati hari masih siang.

"Sudah kosong sejak seminggu lalu. Seluruh keluarganya pindah ke tempat lain," ujar Santi, salah satu tetangga Tonny, kemarin.

Sebuah mobil Honda Accord warna hitam dengan pelat polisi B 1686 RFO terparkir di luar garasi. Kondisinya berdebu karena sudah lama ditinggalkan. "Memang mobil itu jarang di­gunakan Pak Tonny," ujar Santi kembali.

Masuk lebih dalam, terdapat dua pintu masuk yang berada di bagian tengah dan bagian kanan rumah. Kedua pintu ber­warna coklat itu tertutup rapat dan digembok. Tepat di pagar dipasang bendera merah putih yang berkibar-kibar tertiup an­gin. Halaman depan dari lantai keramik warna cokelat tua.

Sepasang bangku dan meja diletakkan di teras rumah untuk menjamu tamu yang datang. Beberapa tumpukan barang-barang diletakkan secara tidak beraturan di beberapa sudut rumah. Tidak ketinggalan, ada hewan peliharaan berupa kelinci hitam dalam kandang berwarna merah jambu.

Sementara, di plafon depan rumah, terdapat 5 kamera CCTV yang menyorot segala sudut rumah. "Biasanya yang men­empati rumah itu hanya anak dan cucunya. Kalau Pak Tonny jarang-jarang, hanya seminggu sekali," ujar Santi kembali.

Menurut Santi, Tonny meru­pakan orang yang sederhana. Kendati mempunyai mobil Toyota Fortuner dan Honda Accord, Tonny lebih suka menggunakan taksi konvensional maupun taksi online ketika pergi ke kantornya di Kemenhub, Jakarta Pusat. "Biasanya jam 5 pagi sudah be­rangkat ke kantor. Pulang malam jam 10-an," ucap wanita ini.

Kendati kosong, kata Santi, sopirnya sempat datang ke rumah tersebut Minggu pagi (27/8). Saat itu, sang sopir hanya mengambil pakaian ganti un­tuk Tonny yang saat ini sudah ditahan KPK di Rutan Guntur, Pomda Jaya. "Mampirnya juga tak lama. Paling setengah jam," kata dia.

Sementara, Jaya salah satu petugas keamanan di komplek mengatakan, Tonny sudah se­jak lama tinggal di rumah itu. Namun, rumah sempat direno­vasi selama beberapa bulan dan akhir tahun 2015 mulai ditem­pati lagi oleh anak dan cucunya. "Di depan rumahnya juga ada mobil, tapi sudah lima bulan ti­dak dipakai. Hanya dibersihkan dan dipanaskan oleh sopirnya," ujarnya.

Menurut Jaya, Tonny dikenal sebagai orang yang tidak suka bermewah-mewahan. Hal itu bisa dilihat dari gaya pakaiannya yang hanya suka menggunakan batik jika berpergian ke luar ru­mah. Hal itu ditiru istrinya yang juga lebih suka mengenakan da­ster layaknya ibu rumah tangga lainnya. "Jadi, bukan seperti istri pejabat yang suka tampil wah," cerita Jaya.

Pria yang mengenakan sera­gam serba gelap ini, baru men­getahui bila Tonny salah satu pejabat tinggi di Kemenhub saat istrinya meninggal enam bulan lalu. Saat itu, banyak karangan bunga yang dikirim ke tempat tinggalnya. "Saat istrinya me­ninggal, ada ratusan karangan bunga yang berdiri berjejer di rumah ini," kenangnya.

Bagaimana tanggapan Tonny? Dia mengatakan, uang suap yang diterima bukan hanya untuk kepentingan pribadinya. Malahan lebih banyak diguna­kan untuk kepentingan sosial seperti, pembangunan sekolah dan tempat ibadah yang rusak. "Biasanya untuk kebutuhan ya­tim piatu atau acara nyumbang gereja rusak, sekolah rusak," ucap Tonny.

Dia mengklaim, uang suap yang diterimanya hanya masuk ke kantong pribadi dan tidak ada pihak lain yang menerimanya. "Itu untuk operasional saya, tapi melanggar aturan," tandasnya.

Menurut Tonny, uang suap yang diterimanya sebagai uca­pan terima kasih karena telah mencegah mafia di Ditjen Hubla Kemenhub. "Selama ini di Hubla banyak mafia. Saya usahakan ini dihilangkan. Mungkin karena suasana baru, mereka ucapkan terima kasih ke saya, kemudian kasih sesuatu ke saya," kata dia.

Tonny mengaku lupa uang suap sebesar Rp 20,47 miliar itu dari proyek apa saja. Ia hanya mengin­gat bahwa uang tersebut telah di­kumpulkannya sejak lama. "Saya (kumpulkan uang itu) mungkin mulai dari 2016," ucapnya.

Terkait penghargaan Setyalencana Karya Satya yang diterimanya dari Presiden Joko Widodo apakah akan dikem­balikan, Tonny menegaskan tidak akan mengembalikannya. "Kalau Setyalencana Karya Satya dikembalikan, itu tidak ada dalam cerita," ujarnya.

Tidak lupa, dia memohon maaf atas kehilafannya menerima uang suap dan semoga menjadi pem­belajaran agar tidak terulang lagi di kemudian hari. "Diberhentikan dengan tidak hormat, adalah hu­kuman paling berat buat saya," tandasnya.

Latar Belakang
KPK Sita 33 Tas Berisi Rp 18,9 Miliar Dan Temukan 4 ATM

KPK melakukan operasi tang­kap tangan (OTT) terhadap Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan (Dirjen Hubla Kemenhub) Tonny Budiono, Rabu (23/8).

Operasi bermula, ketika pe­nyidik KPK mengamankan Manajer Keuangan PT Adhiguna Keruktama berinisial Sdan Direktur PT Adhiguna Keruktama berinisial DG. Keduanya ditangkap di kantor PT Adhiguna di Sunter, Jakarta Utara, sekitar pukul 10.00. Selanjutnya, tim bergerak ke Jakarta Pusat untuk menang­kap Adiputra Kurniawan se­laku Komisaris PT Adhiguna Keruktama. Dia ditangkap di suatu apartemen di Kemayoran, sekitar pukul 14.30 WIB.

Kemudian, penyidik ber­gerak mengamankan Kepala Sub Direktorat Pengerukan dan Reklamasi Kementerian Perhubungan berinisial W di kantor Dirjen Hubla sekitar pukul 15.00 WIB. Terakhir, be­berapa penyidik KPK bergerak menuju tempat tinggal Tonny. Kemudian, pada pukul 21.45, penyidik menangkap Tonny di tempat tinggalnya, Mes Perwira Dirjen Hubla di Jalan Gunung Sahari, Jakarta Pusat.

Setelah gelar perkara sela­ma 1x24 jam, KPK akhirnya menetapkan dua tersangka da­lam operasi ini, mereka adalah Dirjen Hubla Tonny Budiono dan Adiputra. Tonny diduga me­nerima suap dari Adiputra terkait proyek pengerjaan pengerukan Pelabuhan di Tanjung Mas, Semarang, Jawa Tengah.

Hasilnya, penyidik menyita 33 tas yang berisi uang sebesar Rp 18,9 miliar dan menemukan 4 ATM berisi uang. Salah satun­ya adalah ATM Mandiri berisi uang Rp 1,174 miliar. Selain itu, turut disita batu akik dan juga keris.

Berapa besar kekayaan Tonny Budiono? Dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Sabtu (26/8/2017), total harta keka­yaan Tonny pada 1 Agustus 2016 sebesar Rp 2,79 miliar. Angka ini naik kurang lebih Rp 200 juta jika dibandingkan harta yang dilaporkan sebelumnya pada 29 Februari 2016, yang tercatat Rp 2,53 miliar.

Dia memiliki harta tidak ber­gerak berupa tanah dan bangu­nan dengan nilai Rp 559,20 juta. Tanah dan bangunan tersebut masing-masing seluas 171 meter persegi dan 70 meter persegi yang terletak di Kota Tangerang Selatan. Harta tersebut berasal dari hasil sendiri dan diperoleh pada 1997.

Selain itu, dia memiliki harta bergerak berupa alat transportasi dan mesin lainnya dengan jumlah Rp 310 juta. Itu terdiri dari mobil merek Toyota Yaris tahun produ­ksi 2014 dengan nilai Rp 220 juta. Disebutkan pula Tonny memiliki mobil merek Toyota dengan nilai Rp 90 juta. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA