Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kegiatan Belajar Tetap Berjalan Meski Listrik Dimatikan Sebagian

Di SMA 112, SMA 65 Dan SMA 85

Jumat, 28 Juli 2017, 09:24 WIB
Kegiatan Belajar Tetap Berjalan Meski Listrik Dimatikan Sebagian
Foto/Net
rmol news logo Sejumlah SMA Negeri di Jakarta Barat terkena pemutusan sambungan listrik oleh PLN. Pemutusan tersebut, merupakan dampak belum dibayarnya tagihan listrik masing-masing sekolah.

Kemarin siang, tak tampakada yang berbeda dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) di SMANegeri 112. Padahal, sebagian sambungan listrik di sekolah yang terletak di Jalan Pesanggrahan Nomor 2, RT 10, RW 5, Meruya Utara, Kembangan, Jakarta Barat itu, tengah diputus PLN.

KBM tetap berlangsung. Sarana dan prasarana pendukung KBM yang memerlukan aliran listrik pun masih dioperasikan. Tiap LCD proyektor dan pend­ingin ruangan yang dipasang di masing-masing kelas, masih beroperasi seperti biasa. Siswa masih belajar menggunakan LCD proyektor dengan suhu ruangan kelas yang sejuk.

Kesejukan pun terasa di luar ruangan kelas. Lingkungan sekolah terasa asri. Sejumlah pohon ditanam di halaman sekolah. Suasana makin asri dengan dinding yang dicat hi­jau, dilapis keramik berwarna senada. Tanaman-tanaman yang digantung di pot-pot kecil di setiap lantai bangunan, makin menambah keasrian lingkungan sekolah yang terdiri dari tiga lantai ini.

Hari itu, aliran listrik aula dan mesjid di lingkungan sekolah masih belum beroperasi seperti biasa. Agar tetap bisa dipakai un­tuk berbagai kegiatan dan ibadah, pihak sekolah menyambung ka­bel dari gardu yang masih hidup ke aliran listrik aula dan masjid. Tampak sambungan kabel warna putih di bagian depan, di selasar sekolah dengan panjang lebih dari 10 meter. Dengan sambungan tersebut, air di masjid sekolah tersebut tetap mengalir dan dapat digunakan untuk wudhu.

Namun, perbedaan kapasitas antara listrik yang masih hidup dengan yang terkena pemutusan dari PLN, membuat pihak seko­lah harus menyiasati pemakaian alat listrik.

Pantauan Rakyat Merdeka, pihak sekolah mematikan alat-alat yang tidak terlalu mendesak untuk dipakai. Seperti kipas-kipas angin di dalam masjid.

Wakil Kepala SMAN 112 Bidang Sarana dan Prasarana Satya Winarah mengatakan, pihaknya sudah membuat laporan ke PLN. Dari laporan tersebut, kedua belah pihak sudah bersepakat dan sambungan listrik tetap menyala, meski sebagian.

"Proses KBM normal, kan kami kemarin sudah lapor PLN. Kita sudah ada kesepakatan, sudah menyala lagi. Kita ada dua gardu, yang satu masih tetap menyala, ya kita tarik kabel, Sekarang masalahnya sudah clear, tinggal menunggu yang satu menyala lagi," ucap Satya.

Kata dia, aliran listrik yang diputus tidak mengganggu KBM di ruangan kelas. Hanya listrik di aula dan masjid saja yang terputus. Untuk ruangan kelas, semuanya hidup. LCD di dalamkelas hidup, termasuk AC. "Masjid kan butuh air untuk wudhu, makanya kita tarik ka­bel," ujarnya.

Terkait penghematan peng­gunaan alat-alat listrik, menu­rutnya, tidak ada yang merasa terganggu. Memang di masjid ada beberapa alat listrik yang dimatikan, seperti kipas angin.

"Di masjid hawanya kan se­juk. Yang penting kita bisa bela­jar seperti biasa. Kita masuk dan pulang sekolah seperti biasa," tutur Satya.

Ia menambahkan, pemutusan listrik terjadi karena belum membayar iuran listrik selama satu bulan. "Kita hanya belum bayar satu bulan. Intinya, yang paling penting KBM tidak ter­ganggu," tandasnya.

Selain di SMA 112, aliran listrik di SMA 65, Jakarta Barat pun sempat diputus. Meski de­mikian, KBMdi sekolah yang berada di Jalan Raya Panjang, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, tampak biasa saja.

Di SMA 65 pun, listrik yang padam hanya setengah, mem­buat para peserta didik tidak mengetahui adanya mati listrik. Karena efeknya tidak terlalu be­sar. "Saya tidak tahu kalau mati listrik," kata seorang siswi SMA 65 yang menolak disebutkan namanya.

Wakil Sarana Prasarana SMA 65, Muhamad Faisal menga­takan, padamnya listrik hanya sebagian. Sehingga, proses be­lajar mengajar tidak terganggu. "Ruang kelas tidak mati. Tapi memang, AC ruangan kelas se­bagian mati," ungkapnya.

Karena AC tidak menyala, lanjut Faisal, peserta didik men­galami kegerahan. Agar pelajar tidak kegerahan, maka jendela dibuka sedikit.

"Gerah memang, tapi selama ini proses belajar masih efektif," ucapnya.

Dia menjelaskan, pemutusan listrik karena belum membayar tagihan pada Juni 2017. Dia amat kaget karena pemutusan listrik tidak melalui proses pem­beritahuan.

"Sekarang kami sudah mem­buat surat ke Dinas Pendidikan dan PLN. Supaya bisa diselesai­kan masalah ini," pintanya.

Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Wilayah IIJakarta Barat Uripasih menyebut, pem­adaman listrik tanpa ada surat pemberitahuan.

"Itu langsung diputus saja listriknya. Baru sebulan tidak bayar. Ini kan untuk sosial, se­harusnya mengerti," ujarnya.

Uripasih menambahkan, seko­lah-sekolah di Jakarta Barat yang mengalami pemadaman listrik adalah SMA112, SMA65 dan SMA85 di Srengseng. "Tapi tidak mati total, ada sebagian ru­angan yang masih dialiri listrik," tuturnya.

Latar Belakang
Sekolah Tidak Bisa Bayar Listrik Karena Dana Bantuan Operasional Belum Cair


 Belum cairnya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOP) jadi penyebab menunggaknya pem­bayaran listrik sejumlah SMA Negeri di Jakarta Barat.

Kepala Suku Dinas (Kasudin) Pendidikan Wilayah IIJakarta Barat Uripasih mengatakan, BOP dicairkan setiap tiga bulan sekali. Jadi, lanjutnya, kalau Juli dan Agustus belum bayar, berarti September baru akan dibayarkan sesuai cairnya dana BOP karena sistemnya triwulan.

"Pemutusan listrik sekolah di Jakarta Barat baru terjadi kali ini. Soalnya, memang biasanya uang listrik itu dibayar tiga bulan sekali," jelas Uripasih.

Uripasih mengaku telah men­jalin komunikasi dengan Bank DKI untuk meminta dana talangan.Tapi, sambungnya, Bank DKI perlu informasi jumlah tagihannya. "Saya juga sudah mengirimkan ID langganan lis­trik SMA-SMA tersebut untuk dicek besaran tagihannya. Saya akan minta datanya kepada PLN lagi," ucapnya.

Meskipun sejauh ini belum ditemui kendala dari pemutusan listrik tersebut, dia berharap PLN memiliki kebijaksanaan untuk memahami pola penerimaan dana BOP tersebut.

"Harapan kami, uang listrik bisa dibayar tiga bulan sekali," ucap Uripasih.

Menurut Manajer Komunikasi, Hukum dan Administrasi PT PLN Distribusi Jakarta Raya, Aries Dwianto, pihaknya melakukan pemutusan listrik secara oto­matis terhadap sekolah-sekolah tersebut pada 21 Juli 2017.

"PLN Area Kebon Jeruk akan menyalakan kembali listrik di tiga sekolah tersebut apabila ada pelunasan pembayaran re­kening listrik dari sekolah-sekolah tersebut," ujar Aries, kemarin.

Menurut dia, pemutusan tersebut dilakukan setelah me­lewati masa pembayaran yang telah ditetapkan, yakni tanggal 1-20 setiap bulannya. Aries me­nambahkan, pemutusan tersebut telah sesuai dengan Surat Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (SPJBTL) yang telah ditandatan­gani setiap pelanggan PLN.

"Di mana pembayaran rekening listrik lewat tanggal 20, dianggap terlambat dan dapat dikenai pemutusan aliran lis­trik. Apabila pelanggan telah menunggak rekening listrik selama 3 bulan, aliran listrik akan dibongkar rampung dan diberhentikan jadi pelanggan PLN," jelasnya.

Menurut Aries, PLN Distribusi Jakarta Raya pada 2017 telah memasang shunt trip pada beberapa meteran paska bayar pelanggan, yakni sebuah alat yang diletakkan dalam kWh meter paska bayar. Pemasangan itu memungkinkan PLN untuk melakukan proteksi, kontrol dan monitoring dari jarak jauh terhadap kWh meter paska bayar.

"Ini termasuk pemadaman se­cara otomatis kepada pelanggan paska bayar yang menunggak pembayaran setelah lewat masa pembayaran," terangnya.

Terpisah, Wakil Kepala Dinas Pendidikan DKI Bowo Irianto mengatakan, Dinas Pendidikan DKI akan meminjam dana ke­pada Bank DKI untuk melunasi tunggakan listrik beberapa seko­lah yang diputus PLN. Pinjaman dana itu dilakukan melalui sistem perjanjian kerja sama.

Menurut Bowo, saat ini Bank DKI masih menyelesaikan ad­ministrasi penjanjian kerja sama tersebut. "Pinjam dana, nanti bi­asanya ada kerja sama MoU dengan Bank DKI," ujar Bowo.

Bowo menuturkan, Dinas Pendidikan harus meminjam dana talangan terlebih dahulu karena dana BOP belum cair. Pencairan dana BOP dengan sistem cashless itu, dilakukan setiap tiga bulan sekali, seperti Maret, Juni, dan September.

"Ketika periode September uang belum masuk, sementara sekolah tidak boleh memun­gut dari masyarakat, maka kami sebenarnya sudah ada manaje­men kerja sama dengan Bank DKI," tuturnya.

Menurut Bowo, pemutusan listrik tidak hanya terjadi di Jakarta Barat. "Timur juga ada. Pengalaman ini masih terjadi di beberapa wilayah, tapi tidak semua," ucapnya.

Sebelumnya, pada November 2016, sejumlah SMA Negeri di Jakarta Timur pun terkena pe­mutusan aliran listrik dari PLN. Salah satunya, SMA Negeri 48 yang berada di Kelurahan Pinang Ranti, Kecamatan Makasar.

M Misbakhul Munir, Wakil Kepala SMAN 48 Jakarta bidang Sarana Prasarana dan Hubungan Masyarakat mengatakan, pemu­tusan dilakukan karena adanya tunggakan ke PLN. Menurutnya, tunggakan tersebut telah ber­langsung sejak tiga bulan sebe­lumnya. Sama seperti di Jakarta Barat, tunggakan terjadi karena belum turunnya dan BOP.

PLN, lanjut Munir, sempat beberapa kali memberikan peringatan kepada sekolahnya terkait tunggakan listrik. Tunggakan yang harus dibayar sekolah tersebut mencapai Rp 118juta. Karena sekolah tidak memiliki dana untuk membayar tungga­kan, PLN memutus aliran listrik. Akibatnya, kegiatan belajar mengajar (KBM) pun sempat terganggu.

Lebih lanjut Munir menjelas­kan, setelah melalui berbagai ne­gosiasi antara Dinas Pendidikan dan PLN, listrik di sekolahnya disambung kembali. KBM pun dapat dilakukan seperti biasa.

"Untungnya, tidak ada alat-alat elektronik yang rusak akibat pemutusan tersebut. Karena di sini cukup banyak yang diguna­kan, seperti lampu, proyektor, kipas, AC, absensi murid dan guru, air untuk kamar mandi, bel sekolah dan lainnya," urai Munir. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA