Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Suasana Siang Semakin Ramai, Warga Pun Ikut Berjaga-jaga

Berkunjung Ke Markas Golkar

Rabu, 19 Juli 2017, 10:31 WIB
Suasana Siang Semakin Ramai, Warga Pun Ikut Berjaga-jaga
Foto/Net
rmol news logo Suasana Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar di Jalan Anggrek Neli Murni, Slipi, Jakarta Barat, lebih ramai dari biasanya. Keramaian terjadi pasca Ketua Umum Golkar Setya Novanto ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP), Senin (17/7).

Sehari setelah penetapan tersangka itu, Gedung Graha Karya Bakti sepi. Tidak ada aktivitas mencolok di gedung yang sehari-hari digunakan untuk aktivitas kesekretariatan Partai Golkar. Hanya terlihat beberapa pegawai membereskan beberapa berkas yang tertumpuk di atas meja. Tapi, keramaian terjadi di aula.

"Semua pegawai sedang ber­kumpul di aula untuk menjaga sidang pleno," ujar petugas sek­retariat yang enggan disebutkan namanya, kemarin.

Puluhan pegawai sekretariat sibuk mempersiapkan sidang pleno seluruh pengurus DPP Golkar di Aula Graha Widya Bhakti yang bersebelahan dengan gedung sekretariat. Mereka bertugas menjaga absensi untuk kehadiran seluruh pengurus DPP Golkar. Raut kesedihan maupun ketegangan tampak di wajah beberapa pegawai setelah ketua umum mereka ditetapkan men­jadi tersangka oleh KPK.

"Kami pasti sedih dan kaget," ujar Aji, pegawai Sekretariat DPP Golkar.

Kendati begitu, seluruh pegawai tetap bekerja seperti biasa. Mereka tetap sigap melayani dan memandu seluruh pengurus DPP Golkar memasuki aula yang digunakan untuk tempat sidang pleno.

"Kami tetap bekerja seperti biasa, tidak ada yang berubah," ujar Aji kembali.

Aji mengaku tidak mengeta­hui lebih jauh soal kelanjutan kepemimpinan Golkar pasca Setya Novanto menjadi ter­sangka. Sebab, hingga saat itu belum ada pembahasan soal per­gantian di pucuk pimpinan partai berlambang beringin ini. "Lebih baik tanya ke pengurus DPP saja. Mereka lebih tahu," elaknya.

Namun demikian, Aji berharap, peristiwa ini tidak meng­ganggu keberlangsungan kes­ekretariatan Partai Golkar, juga nasib seluruh pegawai. Sebab, dia trauma kejadian dualisme pimpinan Golkar tahun lalu, ter­jadi lagi setelah Setya Novanto jadi tersangka. Saat dualisme pimpinan terjadi, dia teringat, beberapa bulan pegawai Golkar tidak mendapatkan gaji.

"Tapi Alhamdulillah, dengan adanya pengurus partai yang baru, seluruh gaji tertunggak selama empat bulan, dibayarkan semua. Semoga tidak terjadi du­alisme pimpinan lagi," doa pria berbaju batik ini.

Menjelang sidang pleno digelar, pengamanan di Kantor DPP Partai Golkar diperketat. Beberapa polisi bersenjata laras panjang berjaga-jaga di depan gerbang. Hanya satu pintu gerbang yang dibuka. Setiap tamu yang masuk ke dalam kantor DPP Golkar, ditanya satu per satu oleh polisi. Mulai dari keperluan apa dan menemui siapa. Jika tujuannya tidak jelas, petugas tidak mengizinkan tamu untuk masuk.

Seorang polisi yang enggan disebutkan namanya mengatakan, pengamanan dilakukan un­tuk mencegah hal yang tidak di­inginkan di Kantor DPP Golkar. "Takut ada demo, jadi disuruh jaga," ujarnya, kemarin.

Selain polisi, puluhan warga sipil ikut berjaga di kantor tersebut. Mereka berkumpul di beberapa gedung sambil terus mengawasi keadaan sekitar. "Hanya kumpul sama teman-teman," ucap salah satu warga sipil yang enggan disebutkan namanya itu.

Sedangkan halaman parkir telah penuh puluhan mobil mewah. Tidak jauh dari aula, se­dang ada pembangunan Gedung DPP Golkar setinggi lima lantai. Progres pembangunan tidak ter­ganggu rapat pleno tersebut.

Terpisah, Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham menga­takan, rapat pleno yang digelar di Kantor DPP Golkar untuk merespon penetapan tersangka terhadap Ketua Umum Golkar Setya Novanto.

"Akan dijelaskan apa yang te­lah dibicarakan soal respon DPP dalam perspektif organisasi, perspektif hukum dan politik praktis," ujar Idrus.

Idrus menyatakan telah menginstruksikan Fraksi Partai Golkar DPR untuk mengkaji surat kepu­tusan penetapan Setya sebagai tersangka. Namun, sampai saat itu Golkar masih belum men­erima surat resmi penetapan tersangka dari KPK.

"Bagaimana konstruksinya, bagaimana alasan-alasannya. Tentu, nanti ditentukan langkah hukum lebih lanjut," ujarnya.

Dia menegaskan, Partai Golkar tetap solid untuk memberikan dukungan kepada Setya sebagai Ketua Umum Golkar maupun Ketua DPR. Menurutnya, penetapan tersangka itu, tidak mengganggu kinerja Fraksi Partai Golkar DPR. "Tapi, DPR tentunya akan mengambil lang­kah-langkah sesuai mekanisme yang ada dan berbagai pertim­bangan," tuturnya.

Selain itu, Idrus memastikan, penetapan tersangka ini tidak akan memengaruhi posisi Partai Golkar untuk memberikan dukungan penuh tanpa syarat kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. "Juga, dukungan Partai Golkar untuk mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden pada Pilpres 2019," ujarnya.

Idrus menegaskan, Partai Golkar tidak akan menggelar Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk meng­ganti Ketua Umum, meski Setya Novanto menjadi tersangka.

"Rapimnas telah memutuskan memberikan dukungan, dalam kondisi apapun tidak akan ada Munaslub," tandasnya.

Kendati demikian, lanjut Idrus, Partai Golkar akan membicara­kan perihal penunjukan pelak­sana tugas ketua umum, sebagai langkah antisipasi. Namun, hal itu tentunya melalui mekanisme yang berlaku di Partai Golkar.

"Kita bicarakan nanti, tapi sekali lagi, semua di Golkar ini ada sistemnya. Kebesaran partai ini adalah sistem yang efektif," tandasnya.     

Latar Belakang
Melihat Kemungkinan Praperadilan Selalu Ada

Kuasa Hukum Setya Novanto

KPK menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) pada Senin (17/7).

Begitu mendengar kabar itu, kuasa hukum Setya Novanto, Firman Wijaya meminta KPK segera memberikan surat penetapan tersangka secara resmi kepada kliennya. "Saya akan meminta resmi surat penetapan tersangka agar jelas dasar huku­mnya," ujar Firman.

Menurut Firman, setelah berdiskusi panjang lebar dengan Setya Novanto, dirinya menilai penetapan tersangka tersebut tidak logis. Dia memastikan, akan menggulirkan upaya hu­kum seusai penetapan tersangka tersebut. Saat ini, tim pengacara terus berkomunikasi untuk menentukan langkah.

"Kemungkinan upaya praperadilan selalu ada," tandasnya.

Bagaimana tanggapan Setya Novanto? Dia menghargai keputusan KPK yang menetapkannya sebagai tersangka. "Setelah menerima, saya akan merenung baik-baik dan akan konsultasikan dengan kuasa hukum saya," ujarnya.

Setya mengatakan, dirinya akan memberi penjelasan kepa­da istri dan anak-anaknya terkait kasus yang menimpanya. "Saya percaya bahwa Allah SWT Maha Tahu apa yang saya lakukan. Insya Allah apa yang dituduhkan itu tidak benar," ucapnya.

Setya menegaskan, langkah hukum apa pun yang akan diam­bilnya, selalu mematuhi proses hukum yang ada. "Sebagai warga negara yang baik, saya akan ikuti dan taat proses hukum sesuai undang-undang yang berlaku," tandasnya.

Ketua Umum DPP Golkar itu, bersama pihak lain, disangka KPK merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun, dari nilai proyek Rp 5,9 triliun. Akibatnya, Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah da­lam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Ancamannya, pidana penjara paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp 200 juta, paling ban­yak Rp 1 miliar.

Ketua KPK Agus Rahardjo menyatakan, KPK telah menetapkan Setya Novanto selaku anggota DPR periode 2009-2014 sebagai tersangka kasus e-KTP. "Ada bukti permulaan yang cukup untuk penetapan tersangka baru," ujar Agus dalam keterangan pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Menurut Agus, Setya diduga telah melakukan tindakan ko­rupsi dengan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, atau korporasi dalam pengadaan e-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun.

"Setya Novanto selaku mantan Ketua Fraksi Partai Golkar, didu­ga melakukannya bersama-sama dengan Andi Agustinus alias Andi Narogong," sebut Agus.

KPK, lanjut Agus, mendu­ga bahwa Setya melalui Andi Agustinus alias Andi Narogong memiliki peran, baik dalam proses perencanaan dan pembahasan di DPRdan proses pen­gadaan barang jasa dalam proyek e-KTP. Setya juga diduga telah mengkondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa e-KTP melalui Andi Narogong. "Sebagaimana ter­ungkap dalam fakta persidangan, korupsi e-KTP diduga sudah direncanakan yang terjadi dalam dua tahap, yaitu penganggaran dan proses pengadaaan barang dan jasa," ucapnya.

Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, KPK masih memproses lebih lanjut berbagaipihak yang diduga memiliki peran dan menikmati aliran dana kasus e-KTP. Pihak yang terlibat, kata Febri, seperti yang tertera dalam surat dakwaan, fakta persidangan, maupun surattuntutan terhadap terdakwa Irman dan Sugiharto. "Cukup banyak yang disebutkan, tentu akan kami proses lebih lan­jut," tandas Febri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA