Tiga hari setelah OTT, tak ada yang berubah dalam kegiatan pelayanan di kantor kelurahan di perumahan elit Citra 3, Pegadungan, Kalideres itu.
Kantor Kelurahan Pegadungan terdiri dari tiga lantai. Pantauan
Rakyat Merdeka, kemarin, kegiatan bagian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang berada di bagian depan di lantai satu tetap ramai. Lebih dari tiga loket dibuka pada hari itu.
Sejumlah warga duduk mengantredi beberapa baris bangku yang disediakan. Keramaian pun tampak dari warga yang keluar masuk melalui pintu bagian depan. Tak jauh dari loket PTSP, sejumlah wanitatampak ikut dalam kegiatan Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Ramai di lantai satu, pemanÂdangan kontras tampak di lantai dua. Di lantai inilah ruangan Lurah Jufri berada. Dari panÂtauan, hampir tak ada kegiatan berarti di lantai ini. Sembilan buah bangku biru yang menÂempel dengan dinding ruangan Lurah tampak kosong.
Hari itu, ruangan Jufri yang pintunya terbuat dari kaca terÂtutup rapat. Kondisi ruangan berukuran kira-kira 3x6 meter itu, benar-benar sunyi. Menurut petugas pria di lantai satu, sejak OTT pekan lalu, kantor Lurah Jufri sepi.
"Saya tak pernah lihat lagi sejak ditangkap Jumat lalu," katanya saat berbincang.
Petugas tersebut mengaku tak menyangka Jufri akan berurusan dengan hukum. Pasalnya, sepengetahuan dia, tidak tampak ada perilaku yang janggal dalam keseharian Jufri.
Malah, lanjut pria paruh baya itu, Jufri selalu memberikan contoh kepada para bawahannya. Seperti datang paling pagi sebeÂlum pegawai-pegawai Kelurahan Pegadungan yang lain hadir.
"Jam tujuh pagi biasanya sudah ada di sini. Malah kadang-kadang jam setengah tujuh sudah ada di kantor. Biasanya datang langsung ngasih pengarahan ke anak buah, atau ke petugas PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum)," ujar pria paruh baya itu.
Gaya hidup Jufri pun, menuÂrutnya, terlihat biasa-biasa saja. Tidak menunjukkan gaya hidup mewah, atau mahal. "Kendaraan sehari-hari pun yang saya lihat cuma pakai mobil dinas," ceritanya.
Di tempat sama, Sekretaris Kelurahan Pegadungan, Siliwangsih, tampak sibuk dengan pekerjaannya. Sejumlah orang silih berganti memasuki ruangannya yang berada di lantai tiga. Orang kedua di Kelurahan Pegadungan itu, sementara ini menggantikan tugas-tugas Jufri.
Di ruangannya yang tidak beÂgitu besar namun cukup nyaman, Lili, sapaan akrab Siliwangsih memberikan tanggapan terkait dampak penangkapan atasannya. Kata dia, tidak ada perbedaan peÂlayanan sejak Jufri berhalangan.
"Kalau soal kasus hukumnya, lebih jelasnya silakan tanya langsung ke Polres Jakarta Barat saja. Nanti kan disitu bisa diÂjelaskan lebih detail. Saya juga tidak pada tempatnya menyamÂpaikan. Karena pada waktu (OTT) itu, kita juga kaget, cuma disuruh menghentikan kegiatan, ya kita berhenti," ucap Lili saat ngobrol dengan
Rakyat Merdeka.Pelayanan di Kelurahan Pegadungan, lanjut Lili, tetap berjalan dengan baik. Karena masing-masing pegawai telah memiliki tugas pokok dan fungsi (tupoksi), sehingga kejadian OTT tidak berpengaruh.
"Kan sudah ada tupoksi masing-masing. Kalau urusan soal pertanahan, atau yang lain, yang memang urusan Lurah yang meÂmang diurus," jelasnya.
Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, lanjut Lili, Jufri dinilainya cukup bertanggung jawab. Dia tidak melihat ada yang jangÂgal dalam keseharian Jufri.
"Sebagai rekan kerja, Alhamdulillah biasa saja. Semuanya kan sudah ada tugas masing-masing. Tapi kalau di luar pekerjaan, saya tidak tahu. Yang saya lihat engÂgak ada aneh-aneh," kata wanita berhijab itu.
Dia sekali lagi menegaskan,tidak ada pelayanan yang berkurang setelah Jufri ditangkap. "Kan kalau Lurah kegiatannya lebih ke, misalnya rapat pimpinan. Kalau pelayanan kan sekaÂrang sudah ada PTSP, jadi enggak terganggu lah," ucapnya.
Jufri ditangkap karena diÂduga menerima uang Rp 2,5 juta terkait pengurusan tanah. Kini, nasib Jufri berada di tangan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta. Kepala BKD DKI Jakarta, Agus Suradika mengatakan, pihaknya saat ini tengah memproses Jufri. Jika memang terbukti melakuÂkan pungli, maka pihaknya akan memberikan sanksi tegas.
"Kalau memang benar terbukti pungli akan dilakukan pemecatan," tegas Suradika.
Latar Belakang
Jumlah Uang Buktinya Kurang, Lurah Pegadungan Tak Ditahan
Jufri, Lurah Pegadungan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, diringkus Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Polres Metro Jakarta Barat. Dia diringkus saat diduga tengah menerima uang Rp 2,5 juta di ruang kerjanya, pekan lalu.
Jufri disebut menerima uang sebesar Rp 2,5 Juta dari seorang warga. Hal tersebut disampaikan Ketua Tim Saber Pungli Jakarta Barat, yang juga Wakil Kepala Kepolisian Polres Metro (Waka Polrestro) Jakarta Barat, AKBP Adex Yudiswan.
Adex mengatakan, begitu Jufri menerima uang, polisi lekas masuk ke ruangannya dan meringkus Jufri. Uang sebesar Rp 2,5 juta itu, merupakan uang untuk melicinkan pengurusan tanah di kawasan Pegadungan.
Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Roycke Harrie Langie mengatakan, mulanya Jufri meÂminta uang sebesar Rp 10 juta kepada warganya yang ingin mengurus girik tanah. Namun, warga tersebut hanya mampu membayarkan pengurusan girik tersebut sebesar Rp 2,5 juta. Jufri pun setuju.
"Surat tersebut akhirnya ditandatangani oleh Lurah. saat ditandatangani, saat itulah angÂgota kami menangkap Lurah Pegadungan itu," ujar Roycke di Polrestro Jakarta Barat.
Dari tangan Lurah Pegadungan saat penangkapan dilakukan, polisi berhasil mendapatkan barang bukti arsip girik milik seorang warga yang memberikan uang. Turut pula diamankan surat keterangan penjelasan girik yang ditandatangani Lurah Pegadungan.
"Tersangka bisa dikenakanPasal 12 huruf E, Undang Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di kalangan pejabat," ujar Roycke.
Meski menangkap tangan, polisi tidak menahan Jufri. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat AKBP Andi Adnan menÂgatakan, Jufri tak ditahan lanÂtaran barang bukti yang bisa membuktikan unsur memberi dan menerimanya hanya sebesar Rp 2,5 juta.
"Untuk melakukan penahÂanan barang buktinya harus di atas Rp 5 juta," terang Andi.
Sebenarnya, lanjut Andi, polisi menemukan barang bukti lain berupa uang Rp 5,5 juta di ruang kerja Jufri. Tapi, tak bisa dibuktikan siapa yang memberiÂkan dan menerimanya.
Jufri pun tak mau menjelaskan detail ke penyidik terkait uang Rp 5,5 juta di ruang kerjanya itu. "Dia mengaku lupa dan kami tak mau ambil risiko," ujar Andi.
Sebab, apabila dipaksakan menyebutkan uang Rp 5,5 juta itu sebagai hasil pungli, polisi tak bisa menjelaskan unsur memberi dan menerimanya. Menurutnya, Penuntut Umum pun akan menolak jika pihaknya melakukan penahanan.
Maka, tambah Andi, pihaknya memilih tak menahan Jufri dan fokus ke penanganan pungli Rp 2,5 juta yang sudah jelas unsurnya. "Nanti sambil kita tangani, akan kita dalami siapa yang memberi uang Rp 5,5 juta itu dan untuk apa," jelas Andi.
Jumlah uang hasil pungli yang diduga diterima Lurah Pegadungan cukup jomplang dengan rata-rata gaji lurah di DKI Jakarta. Dari data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, gaji yang diterima PNS DKI Jakarta terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan, Tunjangan Kinerja Daerah (TKD) statis, TKD dinamis, dan tunjanÂgan transportasi. Itu berlaku bagi pejabat struktural seperti lurah, camat, dan wali kota.
Sementara pejabat fungsionÂal di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mendapatkan gaji pokok, tunÂjangan jabatan, TKD statis, dan TKS dinamis. Hanya tunjangan transportasi saja yang tidak didapatkan.
Dari data tersebut, gaji luÂrah sekitar Rp 33 juta, camat Rp 48 juta, dan untuk wali kota Rp 75 juta. Bisa dibilang gaji itu merupakan gaji tertinggi yang diterima oleh pejabat lurah, camat, dan wali kota se-Indonesia. ***