Kantor Komnas HAM di Jalan Latuharhary Nomor 4B, Menteng, Jakarta Pusat ramai pada Rabu siang (22/2). Belasan orang hilir mudik di kantor tiga lantai itu. Beberapa dari mereka menenteng berkas yang dibungÂkus map biru. "Mau daftar komiÂsioner Komnas HAM," ujar Nur Ismanto, salah satu pendaftar.
Tempat pendaftaran calon komisioner Komnas HAM berada di lantai dua. Masyarakat yang ingin mendaftar bisa langsung menuju lantai tersebut tanpa harus meninggalkan tanda pengenaldi petugas resepsionis.
Sebelum masuk ke dalam ruÂang pendaftaran, terdapat petunÂjuk di papan kecil. Tulisannya: Ruang Panitia Seleksi Anggota Komnas HAM. Masuk lebih daÂlam, terdapat ruang pendaftaranyang cukup sempit. Hanya terseÂdia meja bundar dengan beberaÂpa kursi yang mengitarinya.
Di tempat itu, beberapa orang menyerahkan berkas pendaftaran kepada petugas yang berjaga. "Alhamdulillah, berkas sudah lengkap. Tinggal menunggu tahap selanjutnya," ujar Nur Ismanto.
Nur datang dari Yogyakarta untuk mendaftar sebagai anggota Komnas HAM. "Tadi pagi sampai Jakarta langsung daftar. Sore balik ke Yogya," ujar Pengajar di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta ini.
Nur mengaku ingin mengabdikan diri dalam penegakan HAM di Indonesia. Sebab, menurutÂnya, saat ini kondisi penegakan HAM masih belum mendapat perhatian serius dari pemerintah. Apalagi, berdirinya lembaga tersebut berawal di era Orde Baru. "Sekarang zaman reformasi, harusnya penegakan HAM bisa lebih baik," harap pria berumur 57 tahun ini.
Nur mengaku mempunyai pengalaman untuk mengatasi berbagai masalah HAM seÂlama puluhan tahun di berbagai daerah. Terlebih, saat ini dirinya masih aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan Pusat Study HAM UII.
"Saya kira bekal pengalaÂman itu cukup," ucap pria asal Yogya ini.
Selain itu, Nur mengaku mengantongi rekomendasi dua toÂkoh nasional, yaitu bekas Ketua KPK Busyro Muqoddas dan aktivis perempuan Nursyahbani Katjasungkana. "Mudah-mudahan dengan dukungan dua toÂkoh itu, saya bisa masuk dan meÂnegakkan HAM di Indonesia," harapnya.
Lain lagi dengan Anton Joko Susmana. Salah satu pendaftar calon anggota Komnas HAM ini, mengaku tergerak untuk meÂnyelesaikan kasus pelanggaran HAM masa lalu, yaitu tragedi kemanusiaan tahun 1965. Sebab, hingga saat ini peristiwa terseÂbut belum sepenuhnya terang benderang.
"Kalau kasus 1965 bisa tuntas, kasus pelanggaran HAM lainnya akan mudah dituntaskan," ucap pria 50 tahun ini.
Apalagi, kata anggota Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat ini, rakyat selalu ditakut-takuti bahaÂya komunisme, tanpa memberiÂkan solusi yang pasti. "Komunis dilarang dikonsumsi masyarakat, tapi boleh dibaca akademisi. Ini kan aneh," tandasnya.
Untuk itu, dia menyayangkan masih berlakunya TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sering diÂmanfaatkan segelintir orang unÂtuk menakut-nakuti bahaya koÂmunisme di tengah masyarakat. "Harusnya dikaji ulang," kata teman Widji Tukul ini.
Dia juga mengaku akan meÂnyelesaikan kasus hilangnya Widji Tukul, aktifis pengkritik Orde Baru itu. Menurutnya, kasus pelanggaran HAM tahun 1998 belum tuntas hingga saat ini. "Kalau kasus HAM 1965 bisa tuntas, maka hilangnya Widji Tukul bisa terang bendÂerang," harapnya.
Agar bisa maju menjadi calon anggota Komnas HAM, Anton mengaku mendapat rekomenÂdasi dari Ketua Serikat Tani Nasional, Ahmad Rifai dan Putu Oka Sukanta selaku penulis dan herbalis.
"Mudah-mudahan dengan duÂkungan dua orang itu, saya bisa lolos menjadi anggota Komnas HAM," harap lulusan Fakultas Filsafat UGM, Yogya ini.
Menurut panitia pendaftaran calon anggota Komnas HAM, Astrid, pendaftaran ini akan diperpanjang satu bulan ke deÂpan, atau hingga 22 Maret 2017. Sebab, sejak dibuka pada 22 Desember hingga 22 Februari, jumlah pendaftar belum meÂmenuhi harapan.
"Kurang dari 100 orang," ujar Astrid di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (22/2).
Karena banyak yang belum tahu pendaftaran diperpanjang, katanya, pada Rabu lalu banÂyak yang berbondong-bondong mendaftar karena masih berangÂgapan, penutupan tanggal 22 Februari. "Rabu ini ada puluhan yang mendaftar. Sebelumnya ada 68 orang," ujar Astrid tanpa mau merinci jumlah pendaftar yang masuk.
Astrid menambahkan, mendaftar sebagai calon anggota Komnas HAM bisa dilakukan melalui tiga cara, yaitu mendaftarlangsung, melalui pos, melalui aplikasi website Panitia Seleksi di
www.komnasham. go.id/pansel dan dikirim melalui email ke:
pansel@komnasham. go.id. "Kami belum mengetahui pasti jumlah pendaftar karena harus menghitung semua dari tiga jalur itu," elak Astrid.
Untuk syarat pendaftaran, Astrid menyebut ada beberapa macam. Antara lain, memiliki pengalaman memajukan dan melindungi orang atau kelompokyang dilanggar hak asasi manusianya, berpengalaman sebagai hakim, jaksa, polisi, pengacara, atau pengemban profesi hukum lainnya, berpengalaman di bidang legislatif, eksekutif, lembaga tinggi negara atau toÂkoh agama, tokoh masyarakat, anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan kalangan perguruan tinggi.
Selain itu, lanjut dia, pendaftar juga harus memiliki pengalaÂman di bidang penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia sekurang-kurangnya 15 tahun, tidak pernah dijatuhi pidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, tidak menjadi pengurus atau anggota partai politik saat mendaftarkan diri, bersedia mengundurkan diri dari status sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) apabila terpilih, kecuali dosen.
"Yang penting, harus mendapÂatkan rekomendasi minimal dua tokoh masyarakat atau organÂisasi yang kompeten di bidang HAM," pungkas perempuan berjilbab ini.
Latar Belakang
Sepi Peminat, Masa Pendaftaran Diperpanjang
Panitia Seleksi (Pansel) Calon Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencari komisioner baru periode 2017-2022. Soalnya, komisioner saat ini akan menyelesaikan tugasnya pada 12 November 2017.
Ketua Pansel Komnas HAM adalah Prof Jimly Asshiddiqie, Wakil Ketua Prof Harkristuti Harkrisnowo, dengan anggota, Prof Makarim Wibisono, Prof Musdah Mulia, Prof Bambang Widodo Umar, Zoemrotin K Susilo dan Dr Bambang Widjojanto.
Awalnya, pendaftaran dibuka sejak 22 Desember 2016 dan berakhir 22 Februari 2017. Namun karena minim pendaftar, akhirnya pendaftaran diperpanÂjang hingga sebulan ke depan, menjadi 22 Maret 2017.
Ketua Pansel Komnas HAM Jimly Asshiddiqie, meminta DPRagar masa pendaftaran yang sedianya berakhir Selasa (22/2), diperpanjang hingga 22 Maret. Alasannya, jumlah pendaftar baru 68 orang.
"Itu masih sangat sedikit dibanding pendaftaran komiÂsioner lembaga lain yang bisa mencapai ratusan, bahkan ribuan orang," kata Jimly di Gedung DPR, Senin (20/2).
Menurut Jimly dengan perÂpanjangan waktu tersebut, diÂharapkan akan banyak tokoh yang mendaftar. "Masih cukup waktu karena kita mengejar sampai November. Masa akhir Komnas HAM sekarang 12 November," sebutnya.
Dia juga meminta DPR unÂtuk meninjau kembali Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Sebab, dalam undang undang tersebut, jumlah komisioner Komnas HAM 35 orang. Padahal, hingga undang undang itu disahkan, tak pernah sekalipun jumlah komisioner Komnas HAM berjumlah 35 orang. "Akhirnya, dicapai keseÂpakatan dengan DPR agar jumlah komisioner hanya 7 orang. Berarti kami akan menyerahkan 14 nama ke Komisi III DPR," jelasnya.
Jimly juga mengusulkan perÂbaikan tentang ketentuan organisasi dan kewenangan organisasi yang substansial dengan HAM. "Substansi demokrasi terletak di HAM, maka Komnas HAM harus diperkuat," tandasnya.
Diperkuat, menurut Jimly, artiÂnya rekomendasi Komnas HAM harus bersifat lebih mengikat. "Ada sanksi kalau pihak yang diberi rekomendasi tidak melakÂsanakannya. Dengan begitu, ada penguatan," pungkasnya.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku setuju dengan upaya memperkuat kinerja penegakan HAM yang juga menjadi agenda utama era reformasi. "Soal perpanjangan waktu tadi sudah disepakati dan juga soal jumlah menjadi 7," ujar Fadli.
Terkait penguatan wewenang Komnas HAM, politikus Gerindra ini juga setuju perlu ditambah. "Tapi, tergantung pembahasan revisi penguatannya seperti apa, sehingga reÂkomendasi mengikat dengan sanksi," tandasnya.
Terpisah, anggota Komnas HAM Natalis Pigai membeÂnarkan, selama ini kewenangan Komnas HAM seperti yang diamanahkan dalam undang undang kurang kuat. Akibatnya, pihaknya tidak bisa melaksanaÂkan tugas dengan baik karena keterbatasan kewenangan.
"Selama ini kan penyidikan bersifat tidak mengikat. Orang-orang yang diduga terlibat kasus HAM, kalau dipanggil, tidak datang tak apa-apa," keluh Natalius.
Untuk itu, Natalius mengusulÂkan agar Komnas HAM bisa memanggil paksa pihak-pihak yang diduga melanggar HAM. "Jika dipanggil beberapa kali tidak hadir, baru menggunakan kewenangan pemanggilan paksa. Dengan begitu, pasti orang akan lebih hormat terhadap Komnas HAM," tegasnya.
Selain itu, dia juga meminta agar anggota Komnas HAM mendapat hak imunitas. Sebab, dalam beberapa kasus, ada komiÂsioner yang dipidanakan pihak -pihak tertentu yang diduga melakukan pelanggaran HAM.
"Mereka mengadukan kami ke polisi karena tidak senang diangÂgap sebagai pelanggar HAM," ucapnya.
Seperti diketahui, sejak berdiri tahun 1993 melalui Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 50 Tahun 1993, dan kemudian diÂkukuhkan eksistensinya melalui Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM telah menjalani beberapa kali suksesi keanggotaaan.
Pada periode pertama (1993-1998), terdapat 25 anggota Komnas HAM yang ditetapkan melalui Keppres Nomor 455/M Tahun 1993, dengan Ketua diÂjabat Ali Said dan Wakil Ketua adalah Prof Miriam Budiarjo dan Marzuki Darusman.
Periode kedua (1998-2002), diÂisi 22 anggota, dengan Ketua diÂjabat Dr Djoko Soegianto, Wakil Ketua adalah Prof Saparinah Sadli dan Bambang W. Soeharto.
Di periode yang ketiga (2002-2007), terdapat 21 anggota, dengan Ketua dijabat oleh Abdul Hakim Garuda Nusantara dan Wakil Ketua Zoemrotin K Susilo.
Pada periode 2007-2012, terÂdapat 11 anggota. Pada masa ini, jabatan Ketua dan Wakil Ketua ditetapkan setiap 2,5 tahun. Pada masa itu, Ketua dijabat Ifdhal Kasim (2007-2012), Wakil Ketua adalah Hesti Armiwulan, Ridha Saleh (2007-2009) dan Yosep Adi Prasetyo serta Nurkholis (2009-2012).
Terakhir, periode 2012-2017, terdapat 13 anggota. Pada masa ini, jabatan Ketua dan Wakil Ketua ditetapkan setiap setahunsekali. Terdapat lima Ketua yang saling menjabat berganÂtian. Yaitu, Otto Nur Abdullah, Siti Noor Laila, Hafidz Abbas, Nur Kholis dan M Imdadun Rahmat. ***