Kamis (16/2) lalu sidang perdana terhadap gugatan itu sudah digelar. Sejatinya inforÂmasi apa saja yang diinginkan oleh para aktivis lingkungan tersebut. Berikut penuturan Rayhan Dudayev kepada
Rakyat Merdeka :
Bisa dijelaskan gugatan anda? Sebenarnya gugatan itu sudah melalui proses yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Pertama kita minta keterbukaan informasi publik pada 1 Agustus 2016. Nah,
Sejatinya tujuan menggugat Kemenko Maritim ke KIP apa sih?
Kita minta kajian reklamasi teluk Jakarta itu, kajiannya mencakup sosial, ekologi, dan hukumnya. Kalau kita flashback lagi, pada bulan April 2016 itu ada aksi besar-besaran di pulau G oleh nelayan.
Setelah itu, keesokan harinya pemerintah langsung bersikap dengan memoratoÂrium reklamasi. Pada saat itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Pak Rizal Ramli membentuk Komite yang tuÂjuannya mengkaji reklamasi itu layak nggak sih reklamasi dilanjutkan.
Apa ekspektasi anda? Kami dari awal sudah menÂduga, proses ini akan dilakuÂkan secara tertutup dan ketika proses ini tertutup nanti akan jadi kambing hitam. Misalnya, kajian ini bisa kok dilanjutkan, layak secara hukum, lingkungan dan sosial.
Nah, jika kita memang dari awal dilibatkan atau informasÂinya diupload ke website. Tapi tidak ada sama sekali, sampai Pak Rizal Ramli bilang, ini tak bisa dilanjutkan.
Namun setelah itu, beliau diganti, Kemenko Maritim yang baru mengatakan (reklamasi) dapat dilanjutkan berdasarkan kajian yang kami buat dari ahli, itu kan bertentangan.
Nah, ini menjadi penting dan membuat kami ingin tahu. Kalau memang bisa, kajiannya itu seperti apa. Nanti kajian itu kita overlay dengan kajian kita.
Memangnya seberapa pentÂing sih informasi kajian itu? Informasi ini penting, karÂena segala bentuk proyek yang berdampak besar terhadap lingkungan akan berdampak pada publik. Misalnya jika seÂseroang tinggal di Condet, saya di Harmoni, ketika aliran sungai dari Condet itu tercemar, maka saya di Harmoni yang dilewati aliran sungai Ciliwung itu akan terkena dampak dari sungai yang tercemar itu. Masyarakat yang rumahnya dilalui aliran sungai itu akan dirugikan.
Untuk itu, saya yakin masalah lingkungan hidup itu berkaitan dengan kepentingan publik. Begitu juga dengan reklamasi, bukan hanya perseorang yang terkena dampaknya, bukan hanya warga Muara Angke saja yang akan terkena dampaknya. Apalagi pantai itu milik publik, jika bicara pesisir, kita punya hak akses untuk ke sana.
Apa Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta sudah memiliki kajian sendiri? Kalau kajian hukum kita sudah ada, sosial juga sudah ada. Tapi memang kita ingin membuat yang lebih komprehensif.
Memangnya selama ini belum ada bocoran sedikit pun terkait hasil kajian Komite Gabungan Reklamasi Jakarta? Kita sempat diberikan inforÂmasi setelah aksi mahasiswa dan nelayan di Kemenko Maritim, keesokan harinya kita diberikan informasi kajian. Namun bukan kajian detail seluruhnya.
Informasi apa saja yang diberikan? Hanya sekadar rekomendasi Tim Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta. Kita ngÂgak puas, dan itu menjadi alasan kita sengketa. Karena itu bukan kajian, menurut kami kajian itu ada rumusan masalah, ada pemÂbahasan masalah, lalu terakhir rekomendasi.
Melihat itu semua apakah ada dugaan bahwa reklamasi Teluk Jakarta ini melanggar hukum? Iya, kita sih menduga seperti itu.
Kenapa? Kita bisa lihat ada praktik koruptif. Yang kemarin dengan salah satu anggota DPRD DKI Jakarta ditangkap, ada transakÂsional. Nah, kita nggak tahu ada apa ini dengan tim Komite Gabungan Reklamasi Teluk Jakarta sangat tertutup.
Ini kan menjadi pertanyaan publik. Bagaimana kerja tim komite, bisa saja di dalamnya ada praktik-praktik seperti itu.
Walaupun kita hanya menÂduga, namun kita patut menduga karena prosesnya secara tertutup. Kecuali dilakukan secara transÂparan dan kita bisa update terus. Ada forum-forum yang melibatÂkan kita atau masyarakat.
Bagaimana dengan Analis Dampak Lingkungannya (Amdal)? Kalau Amdal kita belum bisa mengomentari. Karena itu kan sudah dijatuhkan sanksi adÂministratif ya. Hanya kita juga menunggu keterbukaan informasÂinya. Kan pengembang diberikan sanksi administratif, ada kewaÂjiban yang harus dilakukan, tapi sampai sekarang kita nggak tahu proses pengawasannya.
Kewajiban-kewajiban itu beÂnar nggak sih dilakukan sama pengembang. Yang paling pentÂing ialah, ketika saat menteri mengatakan reklamasi ini bisa dilanjutkan berdasarkan kajian namun kajiannya itu tidak ada, itu parah. Sebenarnya, seharusÂnya pemerintah pede (percaya diri) saja kalau memang kajian itu dilakukan.
Apa ada indikasi kajian itu lebih menguntungkan pihak pengembang agar reklamasi dapat dilanjutkan? Nanti kita overlay, kita juga sudah ada kajian dari IPB dan dari ITB juga. Bisa saja nanti komparasi. Secara metodologi tepat nggak kajian, benar atau tidak. Apakah variabel-variabel dari kajian itu sudah dikaji seÂmuanya belum. Jangan-jangan ada yang terlewat. ***
BERITA TERKAIT: