Rakyat Merdeka menyambanÂgi alamat tersebut pada Selasa (31/1). Di rumah tersebut, TUAB tinggal bersama Samsiyati, kakaknya dan ibu kandungÂnya. Berdasarkan identitasnya, TUAB tinggal menumpang alaÂmat di rumah kakaknya itu.
Letak rumah itu berada di pemukiman padat penduduk. Kendaraan roda empat tidak bisa masuk hingga ke depan rumah. Lebar gangnya sekitar 1,5 meter, hanya cukup untuk kendaraan roda dua berpapasan.
Rumah keluarga TUAB terbilÂang cukup nyaman. Lebar bagian depannya sekitar 8 meter. Pagar kombinasi besi dan dinding berkelir hijau setinggi sekitar 1,5 meter menutupi bagian depan.
Rumah dua lantai tersebut, terÂlihat rapi dengan keramik hijau yang dipasang di bagian teras dan di bagian dalam. Berbeda dengan dinding lantai bawah yang dilapisi keramik, dinding bangunan lantai atas belum sempurna karena masih berupa dinding bata tanpa plester.
Siang itu, Samsiyati sedang di rumah bersama ibunya. Ditemani Ali Muhtadi, Ketua RT setempat, Samsiyati menceritakan awal mula adiknya sampai terkena kasus tersebut.
Keluarga, kata Samsiyati, pertama kali mengetahui kabar mengenai adiknya saat melihat tayangan berita di salah satu stasiun teve tanah air. Dia bilÂang, tidak ada pemberitahuan dari pihak berwenang kepada keluarganya
"Sampai saat ini pun tidak ada petugas yang secara resmi memberitahu kepada keluarga tentang mengapa adik saya dideportasi. Hanya, setelah ada kabar deportasi itu, ada dari kelurahan datang, katanya mau mendata," cerita Samsiyati saat ngobrol dengan
Rakyat Medeka di ruang tamu.
Alasannya, lanjut Samsiyati, nama TUAB tidak muncul daÂlam arsip data yang dimiliki kelurahan setempat. Padahal, sambung Samsiyati, alamat jelas adiknya memang mengikut atau sama dengan alamat rumahnya. "Alamat KTP-nya, alamat KK-nya memang di sini," jelasnya.
Dalam kesehariannya, tamÂbah Samsiyati, adiknya selalu bersikap biasa, tidak ada yang mencolok. Katanya, sebelum TUAB pindah, sang ibu juga tinggal bersama TUAB.
"Tidak ada yang macam-macam atau aneh-aneh selama ini. Kalau kerja, ya pulang ke rumah, tak ada yang kelihatan berbeda. Saya sama sekali tak tahu dia mau terliÂbat hal-hal begitu," katanya.
Samsiyati juga tak melihat ada tanda-tanda perubahan sikap adiknya, meskipun saat itu TUAB sudah mulai terlihat tidak masuk kerja.
"Waktu itu habis pulang pergi haji, saya tanya kok tidak kerja? Kata dia, cutinya diperpanjang. Saya tidak curiga, dia masih kerja atau sudah berhenti," ucap wanita berjilbab ini.
Lebih lanjut, kata Samsiyati, mungkin saja saat itu adiknya belum berhenti dari pekerjaanÂnya sebagai PNS. Keluarga, lanÂjutnya, sama sekali tidak melihat ada yang aneh dari adiknya. Dia beranggapan bahwa meÂmang adiknya memperpanjang masa cuti.
Samsiyati bilang, sebenarnya adiknya memiliki rumah di Cakung, Jakarta Timur. Namun, ruÂmah tersebut dijual. "Dari lulus SMP, dia sudah ikut saya. Terus nikah dan tinggal di Cakung sama istri dan anak-anaknya," terangnya.
Kabar saat ini, menurut Samsiyati, adiknya sudah berada di Jakarta. Namun, kata dia, kabar tersebut bukan informasi resmi dari pihak berwenang. Dia hanya mendapat kabar melalui broadÂcast di telepon genggamnya.
Perihal kepergian TUAB berÂsama istri dan anak-anaknya, sejak awal keluarga besar sudah tidak setuju. Kata Samsiyati, kepergian adiknya ke luar negeri pun dilakuÂkan secara sembunyi-sembunyi. Tak ada yang tahu, termasuk adik Samsiyati yang lain.
"Waktu itu izinnya mau ke Sukabumi, makanya sekitar tiga minggu tidak datang ke sini. Katanya di sana dia mau ketemu mertuanya. Kan istrinya orang Sukabumi. Ya sudah, saya bilang hati-hati," cerita Samsiyati.
Panjang lebar bercerita, tak terasa air mata Samsiyati tumpah. Dia terisak bila mengingat tindaÂkan yang dilakukan adiknya. Dia berharap adiknya bisa kembali ke keluarga besarnya lagi dan hidup seperti biasa.
"Ya namanya keluarga, saya maunya dia balik lagi. Tidak apa-apa tinggal di sini rame-rame. Saya juga ingat anak-anaknya, kasihan dibawa ke sana kemari," lirihnya.
Di tempat sama, Ketua RT Ali Muhtadi menyebut, sosok TUAB sebagai orang yang tidak macam-macam di lingkungan tersebut. Menurutnya, TUAB sudah sejak lama tinggal di lingkungan terseÂbut hingga masuk Sekolah Tinggi Administrasi Negara (STAN).
"Dia dari SMP sudah ikut kakaknya, dan sempat diangkat anak oleh Pak Fauzi. Dari situ, dia terus sekolah hingga masuk STAN dan sempat lanjut sekolah ke Australia," kata pria yang mengenakan kemeja garis-garis ini.
Nah, lanjut Ali, dari Australia TUAB pamit ke kakaknya. Katanya mau ke Turki. Cuma, keluarganya melarang. Keluarganya menyarankan agar tidak pergi terlalu jauh karena takut hal-hal tertentu.
Meski tidak selalu tinggal di rumah kakaknya, lanjut Muhtadi, warga mengenal TUAB sebagai sosok yang biasa saja. Termasuk dalam hal agama. Tidak ada yang terlihat mencolok di mata para tetangga.
"Dia tidak seperti yang diberitakanlah. Kegiatan keagamaannya biasa saja. Tidak terlihat sama sekali dia mengikuti aliran tertentu," ucap Muhtadi.
Latar Belakang
Tinggalkan Pangkat IIIC, Jual Rumah, Kemudian Pergi Untuk Jadi Warga ISIS Pemerintah Turki mendeporÂtasi 17 Warga Negara Indonesia (WNI). Mereka diduga hendak bergabung dengan ISIS. Salah satÂunya, Triyono Utomo Abdul Bakti (TUAB), bekas PNS Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kemenkeu membenarkan, Triyono adalah bekas pegawai di institusi tersebut. "Yang berÂsangkutan merupakan mantan pegawai Kemenkeu dengan pangkat terakhir IIIC," bunyi keterangan Kemenkeu.
Triyono dideportasi bersama istri dan tiga orang anaknya yang masing-masing berusia 3, 7, dan 12 tahun. Dia ditangkap tentara Turki pada Senin, 16 Januari lalu.
TUAB mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil Kemenkeu dengan alasan ingin mengurus pesantren anak yatim di Bogor, Jawa Barat. Dia berÂhenti sebagai PNS mulai Agustus 2016 melalui Keputusan Menteri Keuangan (KMK).
Karier TUAB di Kemenkeu cukup panjang. Dia meraih gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST.) dan Akuntan (Ak.) di Sekolah Tinggi Akuntansi pada 2004, dan Master of Public Administration (MPA) di Flinders University of South Australia tahun 2009.
Dia pernah bertugas di Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN), Kemenkeu. Posisi terakhirnya adaÂlah Ekonom di Pusat Kebijakan Pendapatan Negara, Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu.
Lantaran sudah berstatus bekas pegawai, Kemenkeu menyataÂkan aktivitas TUAB merupakan tanggung jawab pribadinya. Jadi, Kemenkeu tidak akan memberiÂkan bantuan hukum apa pun.
"Kementerian Keuangan tidak memberikan bantuan hukum keÂpada yang bersangkutan, menjunÂjung azas praduga tak bersalah, dan menghormati proses penegaÂkan hukum yang dilaksanakan kepolisian," sebut Kemenkeu.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara kepolisian, TUAB dan keluarga diketahui mencapai Turki melalui Thailand. Mereka berangkat ke Thailand pada pertengahan Agustus 2016.
Setibanya di Turki, merekasempat menginap selama satu minggu di Taksim Square, Istambul. Mereka kemudian pindah ke apartemen Asenyut, Istambul dan menginap di sana selama dua minggu. Keluarga ini, bahkan sempat tinggal di suatu penamÂpungan selama tiga bulan.
Sementara ini diketahui, biaya perjalanan TUAB dan keluarga menggunakan biaya sendiri dari hasil menjual rumah. Keluarga itu juga dipulangkan dengan biaÂya sendiri melalui rute Istambul-Dubai-Denpasar. Mereka sampai di Bandara Ngurah Rai, Bali pada Rabu (25/1).
Menurut Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Rikwanto, para WNI yang dideportasi ditampung di dinas sosial dan dikembalikan ke tempat asal mereka, untuk seÂlanjutnya diberikan pembinaan.
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Rikwanto, korban diiming-imiÂngi pihak tertentu yang berinisial AM. Iming-iming diduga dilakuÂkan lewat komunikasi telepon atau sosial media.
"Beberapa dari mereka, bahÂkan ada yang dibiayai tiket pesawat dan uang saku. Mereka diimingi ISIS di Suriah, setelah berhasil masuk lewat Turki, mereka akan menjadi warga ISIS. Artinya, warga Khilafah Islamiah," jelas Rikwnto.
Sesampai di Turki, mereka akan ditampung di tempat-temÂpat tersembunyi seperti hostel atau apartemen. "Pada waktu aman, mereka akan disusupkan ke Suriah, yaitu ke ISIS," papar Rikwanto.
Untuk mencegah peristiwa seÂrupa terulang, Polri berharap pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ikut bekerja sama agar warganya tidak mudah terhasut.
Peran serta warga juga sangat diharapkan, supaya mencegah informasi yang salah agar warga berangkat ke Suriah. "Motif korban bermacam-macam, ada yang karena faktor ekonomi, ada juga yang mau pindah ke negara islamiah dan faktor-faktor lainÂnya," tandasnya. ***